39

921 27 0
                                    

“Ran, kok lo gak ikutan sih?” tanyaku manyun.

“Sori banget deh Va, gue ada perlu sama Kak Tama. Sekalian gue tanyain masalah kita nih yang bentrokan jadwal, oke?” Iran terlihat buru-buru.

“Kenapa kita gak barengan aja nanyanya?” tanyaku lagi.

“Udaaah, makan dulu sana sama Kak Ian. Jangan manyun napa? Tar gue kabarin, oke?” Iran terkekeh, dan ia melambai mendahuluiku.

Huft! Aku berjalan keluar kelas dan menuju kantin. Terlihat Kak Ian melambai padaku dan tersenyum. Ia sudah lebih dulu berada di kantin. Aku berjalan menghampirinya.

“Hai, Va!” sapa Kak Ian.

“Hai Kak. Udah lama?” tanyaku.

“Baru 5 menit kok. Duduk gih..” Kak Ian mempersilakanku duduk di dekatnya. Aku menurut.

“Va, pesan makanan apa? Biar aku pesanin sekalian.”

“Ngg... lagi nggak lapar, Kak. Aku pesen minum aja. Es jeruk.”

“Kok gak makan?” tanya Kak Ian lagi.

Aku hanya menggeleng. Gimana mau makan kalo pikiran lagi kacau begini. Pusing memikirkan olimpiade dan PMR.

“Bentar ya Va, aku pesan dulu,” sahut Kak Ian seraya berdiri.

Aku mengangguk. Sambil menunggu Kak Ian, aku memainkan hp. Mengecek notifikasi facebook.
Rupanya ada inbox dari seseorang yang entah siapa. Namanya juga aneh. K. Hanya itu. Gak ada embel-embelnya.

Selamat pagi. Salam kenal.

Siapa nih? Aku membuka profilnya dan mencari foto-fotonya tetapi yang ada hanya tulisan-tulisan puisi yang sebenarnya bagus-bagus, tetapi aku sedang fokus mencari fotonya. Nihil. Tak ada satupun foto wajah pemilik akun itu. Tapi aku membalas pesannya.

Salam kenal juga.

Tidak lama kemudian Kak Ian datang membawa segelas es jeruk dan sebotol teh dingin. Aku menerima es jeruk dan mulai menyeruput.

“Kak Ian gak makan?” tanyaku.

“Makan kok, bentar lagi datang.” Kak Ian meneguk tehnya, lalu menatapku.

“Va, kamu keliatan kayak bingung gitu. Ada apa?”

Aku hanya menghela nafas. Cerita gak ya? Tapi kan Kak Ian senior olimpiade juga, siapa tau bisa memberi solusi. Aku akhirnya mengangguk.

“Bingung nih Kak. Nanti sore bimbel kan, tapi sebenarnya aku juga ada latihan fisik. Bentar lagi kami mau ikut outdoor PMR,” jelasku. Aku menyeruput es jeruk lagi.

“Kapan outdoornya?” tanya Kak Ian.

“Lusa.. eh, tiga hari lagi deng..” jawabku mengingat-ingat. “Tapi kami belum tuntas latihan fisiknya. Syarat ikut outdoornya kan mesti latihan fisik lima hari. Aku sama Iran baru ikut tiga kali. Gimana nih Kak?”

Kak Ian berpikir sejenak. “Kalo kamu sendiri, pengennya ikut mana? Outdoor apa olimpiade?”

“Yaaa kalo bisa sih dua-duanya jalan, hehe. Soalnya aku pengen juga ikut olimpiade, kan enak kalo bisa menang, bisa berprestasi, bikin sekolah bangga.”

“Trus kalo PMR?”

“Mmm... gimana ya? Aku sih emang tertarik awalnya, pengen tau dunia PMR gimana. Bisa nolongin orang, ada bekal di dunia kesehatan, jadi relawan.”

“Dari keduanya itu, mana yang paling bikin kamu pengen banget?”

Aku berpikir sejenak. Kalo pengen sih ya pengen dua-duanya. Lagian terjun di PMR bisa nambah ilmu nambah pahala. Kalo ikut olimpiade bisa nambah ilmu juga, punya banyak teman dari sekolah lain. Haduh, tambah pusing.

“Makan dulu, Va, biar gak mumet,” Kak Ian menawarkan kentang goreng yang sudah diantarkan ke meja kami. Aku mengambil sepotong kentang.

“Minta dikit ya Kak,” sahutku.

“Makan aja... pake izin segala.” Kak Ian tersenyum sejenak, dan ikut melahap kentang goreng.

“Va....”

“Mm?”

“Menurutku, kalo kamu pengen jalan dua-duanya kamu mesti atur jadwal sebaik-baiknya, buat sekolah, buat organisasi, buat bimbel. Kecuali kamu bisa relain salah satunya, dan fokus sama salah satunya lagi.”

“Pengennya sih semuanya Kak, tapi gimana bisa? Jadwalnya aja mepet gitu, trus latihan fisik belum tuntas. Gimana bisa ikutan outdoor. Kecuali.... hari ini aku bisa izin gak ikutan bimbel dulu biar bisa latihan fisik.”

“Iya, tapi resikonya kamu jadi ketinggalan. Bisa sih kalo kamu belajar sendiri, atau belajar bareng teman-teman kamu yang juga ngambil bidang komputer.....”

“Eh, bentar, bentar. Kalo misalnya aku izin gak ikut bimbel hari ini buat latihan fisik, trus besoknya ikut latihan lagi, besoknya lagi, sampe jadwal outdoor, trus outdoornya ada beberapa hari, otomatis jadi ketinggalan banyak kan? Aduh, gimana dong......” aku jadi makin pusing. “Gimana bisa jalan dua-duanya kalo kayak gini?”

“Mm.... saranku ya Va, kalo kamu pengen fokus olimpiade, sama olimpiade. Pengen fokus PMR, ikutin PMR. Tapi kalo pengen dua-duanya, berarti harus siap untuk ekstra. Mengatur sedemikian rupa biar jadwal PMR dan olimpiade bisa sejalan tanpa bentrokan. Salah satu saranku kalo emang pengen dua-duanya, kamu mesti bisa melobi, entah PMR, entah olimpiade.”

“Caranya?”

“Misalkan PMR, kamu melobi panitia, kalo latihan fisiknya gak cukup karena kamu mesti ikut bimbel olimpiade hari ini, maka kamu mesti menunjukkan kalo kamu bisa ikutin tahap outdoor dengan baik tanpa masalah meskipun latihan fisikmu gak tuntas. Gimana biar panitia mau nerima? Kasih jaminan. Misalkan, ketika selama tahap outdoor kamu bikin masalah entah gak kuat,entah sakit, kamu akan menerima seandainya panitia gak meluluskan kamu. Asalkan kamu udah diperbolehkan ikut outdoor. Trus misalkan olimpiade, kamu gak ikutan bimbel selama beberapa hari karena harus ikut latihan, ikut outdoor, ikut kegiatan-kegiatan PMR setelah kamu diterima, berarti kamu melobi dirimu sendiri, komitmen untuk mengejar ketertinggalan selama gak ikut bimbel. Dan jangan putus asa gimanapun hasil olimpiadenya entah lulus entah enggak, karena selama waktu bimbingan kamu berbagi jadwal antara olimpiade dengan PMR. Dan dari keduanya itu kamu sudah siap dengan apapun yang terjadi di masa mendatang. Termasuk siap mengorbankan salah satunya demi mengikuti salah satunya.”

Panjang banget penjelasan Kak Ian. Aku mengangguk-angguk selama mendengarkan. Diam-diam aku kagum dengan pemikiran Kak Ian. Pantas dia banyak yang mengidolakan. Dan pantas saja Iran jadi semangat menjodoh-jodohkanku dengan Kak Ian. Aduh, kok malah bahas jodoh-jodohan. Aku harus fokus bahas olimpiade dan PMR nih.

“Trus aku harus gimana Kak? Ngambil salah satunya, atau ngambil dua-duanya?” tanyaku.

“Kembali lagi sama kamu, Va, gimana dirimu. Yang terpenting itu adalah komitmen ketika memutuskan sesuatu. Kamu pilih dua-duanya, ya harus siap dengan kemungkinan tadi yang aku bilang. Kamu pilih olimpiade, fokus olimpiade. Pilih PMR, mungkin kamu bisa tetap ikut olimpiade, tapi yakin hasilnya gak maksimal karena bimbelnya pun tidak teratur. Itu aja pertimbangkan.”

Kak Ian meneguk tehnya sebelum ngomong lagi, “Dan ini contoh masalah yang bisa bikin kamu belajar, untuk bisa berbagi waktu, untuk bisa mengambil keputusan, untuk bisa mengorbankan sesuatu kalo emang kamu cuman pilih salah satunya tanpa meratap, aku pengen dua-duanya tapi gak bisa. Untuk bisa berpikir lebih jauh ketika akan mengikuti suatu kegiatan atau komunitas, apa kira-kira yang akan kamu jalani ketika kamu masuk dalam suatu organisasi. Yah, semacam itulah.”

Kak Ian tersenyum sambil mengelus kepalaku. Uh, plis stop! Nanti aku beneran jatuh cinta. Aku cepat-cepat mengangguk. Dan aku memilih menikmati minumanku daripada salting.

***

Cinta Datang TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang