Aku bersandar santai di bangkuku, sementara teman-teman yang lain, termasuk Iran, sibuk beberes tas begitu jam pelajaran sekolah hari ini selesai. Masih teringat kata-kata Geo dan Lita saat istirahat tadi, ada benarnya sih, tapi.... tau ah gelap!
“Rapat lagi lo, Va? Apa udah bimbel?” tanya Iran.
“Iya, gue bimbel lagi jam 2 nanti. Ini gue mau ke kantin dulu, laper!” jawabku memegang perut. Bagaimana tidak kelaparan, kalau saat istirahat tadi aku hanya minum segelas jus alpukat. Lita sempat menawarkan baksonya tapi aku menggeleng menolak.
“Lo sendiri gak bimbel?” tanyaku heran.
“Kayaknya nanti sore deh, tapi gue tunggu konfirmasi lagi dari Kak Imran. Katanya dia bakal sms kok kalo emang bimbelnya jadi.”
Aku manggut-manggut.
“Eh, sejauh mana hubungan lo ama Kak Imran?” tanyaku penasaran. Soalnya Iran lumayan sering sih berkomunikasi dengan Kak Imran.
“Yaaaah, paling nggak, nggak sejauh hubungan lo ama Kak Andra yang jauuuuuuuuh banget! Hahahaha....” Iran ngakak. Aku mencubit lengannya. Sialan, malah menghina.
“Adududuh... ampun, Va!” keluh Iran mencoba melepas cubitanku.
Aku hanya terkekeh. “Makanya jangan ngeledek mulu! Sekalian nanti deh gue pacarannya ama Jefri Nichol, biar diem lo,” aku menjulurkan lidah. Iran hanya mencibir sambil mengelus lengannya, korban cubitanku.
“Bodoamat. Selama lo gak ngambil Adipati Dolken, gue gak peduli, biarpun lo married ama si Jefri.”
“Idih.... yakali Adipati suka sama lo! Udah ah sana pulang, keburu macet tau rasa!” usirku tergelak.
Iran hanya bersungut karena kuusir meskipun bercanda. Tapi kemudian ia bangkit juga dari bangkunya, kemudian pamit.
“Dah ya, gue cabut. Udah pada bubar juga. Ati-ati lo, Va!” pesannya.
Aku mengacungkan jempol kepada Iran, kemudian dia melambaikan tangan sebelum keluar. Aku sendiri bangkit dan berjalan menuju kantin. Suasana halaman sekolah masih ramai oleh murid-murid yang berhamburan keluar. Aku tidak terlalu memperhatikan. Yang penting segera sampai di kantin. Laparrrrr, Mama!
“Va.....” panggil seseorang setengah berlari menghampiriku. Aku menoleh dan menunggu Kak Ian sampai di hadapanku.
“Mau ke mana? Gak pulang?” tanyanya.
“Mau ke kantin dulu, Kak. Abis ini ada bimbel komputer,” jawabku.
“Bimbel juga? Sama,” cengirnya sambil tersenyum. “Makan bareng yuk!” ajaknya.
Aku diam sepersekian detik kemudian mengangguk.
“Tunggu bentar, aku simpan bola ini dulu ya. Bentar!” Kak Ian berlari kembali, sedangkan aku duduk di bangku koridor. Memperhatikan setiap murid yang lewat. Salah satunya Kak Aris. Aku terkesiap tiba-tiba.
“Ri?” tegur Kak Aris begitu melihatku diam saja meskipun tengah menatapnya.
“I-iya Kak,” jawabku akhirnya.
“Gak pulang dulu, baru bimbel?” tanyanya.
Aku menggeleng. “Aku nunggu di sini aja, Kak,” jawabku.
“Jadi kamu makan di kantin? Kalo gitu.....”
“Yuk Va,” tau-tau Kak Ian sudah berada di dekatku.
Aku menoleh. Kak Ian sejenak memandang Kak Aris yang langsung berubah ekspresi menjadi lebih dingin. Ia kemudian pergi tanpa berkata apa-apa lagi.
“Va, yuk...” ajak Kak Ian sekali lagi, seraya mengulurkan tangan.
Aku tersadar kemudian mengangguk dan segera berjalan bersama Kak Ian menuju kantin. Tidak terkira lagi rasanya kelaparan ini. Sesampai di kantin, aku segera memesan makanan, kemudian mencomot sebuah gorengan dan melahapnya.
“Kamu kayaknya lapar banget ya, Va,” Kak Ian terkekeh melihat tingkahku.
Aku menyengir sesaat. Aku tidak sempat jaim-jaiman lagi. Daripada kelaparan begini, mendingan makan.
“Tadi gak sempat makan, Kak,” jawabku mempersilakan Kak Ian duduk.
“Kenapa gak makan? Diet?” tebak Kak Ian. Aku cepat-cepat menggeleng. Diet untuk apa, coba? Ada-ada saja.
“Sama siapa aja bimbelnya?” tanya Kak Ian ikut mencomot sebuah gorengan.
“Bertiga. Aku, Amelia, ama Geo.”
“Geo? Geofan?” tanya Kak Ian memastikan.
Aku mengangguk. “Kenapa Kak?” tanyaku.
Kak Ian menggeleng. “Gak papa. Jam berapa?”
“Jam 2 nanti.”
“Sama, aku juga.”
Aku manggut-manggut. Tidak lama kemudian makanan kami datang. Aku dan Kak Ian mulai makan, sambil berharap dalam hati semoga tidak ada Kak Andra datang seperti kemarin saat aku makan bersama Amelia. Bisa-bisa aku salting lagi. Bisa-bisa jika Kak Andra melihatku dengan Kak Ian makan berdua dikiranya kami........ aku segera menghalau pikiranku. Jangan dipikirkan, nanti benar-benar kejadian. Aku menikmati makananku, sedangkan Kak Ian tertawa kecil melihatku.
“Kenapa sih, Kak?” tanyaku sedikit terganggu.
“Kamu lucu, Va.”
“Lucu kenapa?”
“Gak papa. Eh Va, selfie dulu yuk!” Kak Ian mengeluarkan ponselnya dari saku celana, kemudian mengarahkan kamera ponselnya ke arah kami. Untung saja kantin sepi. Aku menyengir seperti biasa saat berfoto bersama Kak Ian.
“Ehem!” seorang cewek terlihat memasuki ruang kantin bersama seorang cowok, yang sebenarnya aku berharap tidak pernah lagi melihat pemandangan seperti itu. Tapi ternyata kejadian lagi. Tiba-tiba saja nafsu makanku hilang, begitu melihat Kak Andra berjalan bersama cewek itu ke sudut kantin. Iya, cewek yang sama dengan beberapa bulan lalu saat aku dan Iran memergokinya mojok. Sumpah, rasanya mendadak dari lapar jadi nyesek!
***
![](https://img.wattpad.com/cover/65634495-288-k735943.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Datang Terlambat
Roman pour AdolescentsAku ingin menunjukkan padamu, bahwa dalam setiap kisah cinta, tak selalu berakhir seperti yang diharapkan. Karena aku, satu di antara yang tak beruntung itu. #1 in ekskul (16/06/2019) #6 in watty2019 (22/07/2019) #21 in fiction (25/07/2019)