54

498 17 2
                                    

Pagi ini aku melangkah dengan cepat memasuki gerbang sekolah. Sejak semalam aku tidak bisa tidur dengan nyenyak, mengingat aku punya masalah dengan Iran tapi seharian kami hanya diam saja, tidak saling menyapa. Aku sudah bertekad untuk berbaikan dengan Iran. Kulihat sekilas arloji di tangan kananku. Biasanya jam segini Iran sudah di kelas. Dia kan selalu lebih awal datang dibandingkan aku. Tapi begitu memasuki koridor dan berjalan menuju kelas, aku mulai deg-degan. Plis dong jangan gugup gini. Iran bukan monster.... aku menghela nafas. Kulanjutkan langkahku, dan tahu-tahu terdengar suara yang sepertinya tidak asing bagiku.

“Nggak sia-sia ya mundur dari PMR.”

Meskipun suara itu diucapkan dengan datar dan nada normal, aku bisa merasakan sindiran di dalamnya. Refleks aku berbalik dan menoleh pada sumber suara. Kak Andra, dengan tampang tanpa ekspresinya seperti biasa. Sebaliknya, aku memasang tampang yang nggak jelas, antara bingung, heran, dan entah apa lagi. Aku menelan ludah sekilas meski sedikit susah payah. Nggak tahu harus senang disapa Kak Andra atau malah bersiap perang lidah lagi. I need Iran, plis!

“Selamat.”

Setelah berkata seperti itu, Kak Andra lantas berlalu pergi. Ternyata aku tidak perlu bersusah payah berdebat dengannya, meskipun ada sedikit rasa..... entahlah, begitu dia hanya mengucapkan selamat dan pergi. Cuman itu doang? Kenapa sih Kak Andra itu misterius banget bagiku?

Aku melangkah dengan lesu memasuki kelas. Nggak tahu bagaimana ekspresi wajahku pagi ini. Aku menghampiri mejaku dan menurunkan bangku seperti biasa. Kulihat Iran diam saja. Aku ragu, antara ingin menyapanya atau tidak. Sapa, nggak? Sapa, nggak?

Mmmm.....

“Pagi, Ran..” akhirnya aku memberanikan diri menyapanya.

Iran menoleh padaku. Aku berusaha tersenyum walaupun lebih jelas terbentuk cengiran yang aneh.

Iran membalas sapaanku, “Pagi, Va.”

Perlahan aku duduk di bangkuku dan menghadap ke arahnya.

“Ran.... gue minta maaf ya buat yang kemarin....” kataku pelan, sambil mengulurkan tangan. Berharap tangan itu disambut. Tapi Iran malah memelukku dengan heboh.

“Huaaaaa.... gue yang harusnya minta maaf, Va... Gue kangen banget sama lo, tau?”

Aku akhirnya benar-benar tersenyum. Kubalas pelukan Iran. Kayaknya kami norak banget deh tapi bodoh amat. Iran sahabatku.

“Gue gak enak banget kemarin, Ran. Maafin gue ya,” sahutku lagi.

“Gue lah yang gak enak banget. Sampe diemin lo seharian. Padahal kemarin gue udah euforia banget rasanya pas liat kita bertiga lulus olimpiade. Huaaaaa.... gara-gara berantem, terpaksa gue tahan!” keluh Iran.

Aku tergelak. “Dasar Iran gilaaa.... gue juga sama!” seruku.

Iran mencibir. “Pret, sama apanya? Lo sih ada Kak Ian ya yang nemenin ketawa.”

“Hahahaha.... siapa suruh musuhin gue?” ujarku tertawa lagi, tapi kemudian aku teringat perihal ucapan Kak Andra tadi sebelum aku memasuki kelas.

“Lah, tiba-tiba diem. Kenapa, Va?” tanya Iran heran.

Aku menghela nafas sejenak dan menceritakan tentang Kak Andra tadi saat kami berpapasan. Iran terbelalak sejenak.

“Jangan-jangan dia ngungkit pas kita mengundurkan diri dari PMR, Va, karena lebih milih ikut olimpiade,” ujar Iran berpendapat.

Aku mengangkat bahu, “Kayaknya gitu sih, Ran. Gue jadi gak enak nih.”

“Ngapain lo merasa gak enak?”

“Ya karena kemarin kita bilangnya komitmen ternyata malah mengundurkan diri.”

“Hmm... gini ya Va, hidup itu pilihan. Lo inget kan kutipan Kak Tama yang pernah gue bilang? Kitalah yang memilih jalan, bukan jalan yang memilih kita untuk berjalan di atasnya. Jalan aja gak berhak nentuin pilihan kita, apalagi orang lain. Termasuk kakak lo itu,” ujar Iran melipat tangan, “Jadi lo gak perlu merasa bersalah. Jangankan gue Va sebagai sahabat lo, orang tua lo aja mendukung lo ikut olimpiade kan? Kenapa malah Kak Andra yang ngerasa keberatan? Emang dia siapa lo? Ya nggak?”

Aku lagi-lagi mengangkat bahu. “Iya sih. Cuman gue berharap jadi siapa-siapanya dia, hehehe...”

Iran menepuk dahinya spontan. “Capek dehhhh...”

***

Cinta Datang TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang