Selama dua minggu belakangan ini Kak Ian terlihat sibuk berlatih basket bersama timnya. Aku tidak ingin mengganggunya, maka aku hanya menghabiskan waktu di rumah sepulang sekolah. Kadang aku main ke tempat Tante Meva untuk belajar merajut. Lumayan sudah ada beberapa perkembangan, begitu kata Tante Meva setelah melihat hasil rajutanku. Tapi untuk sementara aku belum bisa menyelesaikan dompet rajutanku, karena menjelang ujian semester aku harus fokus belajar.
Ini adalah ujian semester pertama kalinya di SMA, dan sebisa mungkin aku harus meraih nilai bagus. Aku sudah berjanji pada Mama dan Papa bahwa hubunganku dengan Kak Ian tidak akan mempengaruhi nilai-nilaiku. Yah, semoga saja. Aku kan juga bukan orang pintar banget, biasa-biasa saja.
Aku saling berkirim pesan dengan Iran, Lita, dan Icha di grup WA khusus kami berempat untuk membahas kisi-kisi materi ujian, dan tau-tau ada sebuah pesan chat yang masuk.
<Kak Ian> kangeeeeen 😥
Tanpa sadar aku langsung menyunggingkan senyum. Sama, aku juga. Kadang kami hanya berpapasan di sekolah, dan tidak mengobrol lama seperti biasa.
<aku> miss you too Kak 🙂
<Kak Ian> aku main ke rumah ya Sayang
<aku> kapan?
<Kak Ian> sekarang 😂
Aku cepat-cepat melihat jam di layar ponsel. Sudah jam 9 dan Kak Ian bilang mau main ke sini? Ya ampun, apa kata Mama dan Papa.
<aku> besok aja gimana? Udah malam Kak
<Kak Ian> becanda 😄
<Kak Ian> besok pagi aku jemput ya, biar gak telat ujian<aku> okeee
<Kak Ian> oke Sayang, btw udah belajar blum? Besok ujian apa?
<aku> ini lg belajar bareng Iran dkk di grup 😄
<aku> ujian Bahasa Indonesia<Kak Ian> besok kalo gak bisa jawab, sebut aja namaku 3 kali..
<aku> biar apa coba?
<Kak Ian> biar kamu senyum walaupun lagi menghadapi soal yang susah.. alias biar gak pusing
<aku> wkwkwkk kayaknya bisa dicoba
<Kak Ian> harus dicoba 😄
<Kak Ian> yaudah lanjut gih Sayang belajarnya. Aku mau belajar juga..<aku> oke Kak... selamat belajar mari belajar
<Kak Ian> oke Sayang.. i love you Rivaku :*
Aku mesem-mesem sejenak sebelum membalas ungkapan cinta Kak Ian. Sebenarnya aku masih salting tapi untung saja ini lewat chat, bukan secara langsung. Aku akhirnya kembali belajar. Tapi belum setengah jam aku belajar lagi, aku kembali membuka riwayat obrolanku dengan Kak Ian di WA dan tanpa sadar aku senyum-senyum lagi. Belum juga ujian sudah kayak orang gila, duh, aku segera menyimpan ponsel dan lanjut membaca buku.
*Pagi-pagi, Kak Ian sudah datang sesuai janjinya. Ia menyapa Mama dan Papa terlebih dahulu sebelum menyapaku dengan senyum manisnya. Benar-benar penyegaran mata yang baik sebelum menghadapi soal-soal ujian. Mama langsung menyambut ‘cowok ganteng’ dengan senyum sumringah, apalagi setelah tahu status kami yang naik level dari sekedar teman menjadi pacar.
“Sarapan dulu yuk sebelum berangkat,” ajak Mama menggandeng lengan Kak Ian, menggiringnya menuju ruang makan.
Aku mengikut. Semoga Kak Ian sudah terbiasa dengan sikap Mama yang menurutku selalu lebay setiap Kak Ian main ke rumah.
“Iya Tante, makasih,” Kak Ian mengangguk sopan.
Aku mengambil piring untuk Kak Ian, dan diterimanya dengan sigap.
“Pokoknya sarapannya harus dihabisin, trus jangan lupa doa sebelum berangkat, biar ujiannya sukses!” ujar Mama lagi penuh semangat.
“Aamiin....”
“Va, ambilin nasinya dong buat Cowok Ganteng,” perintah Mama padaku.
Baiklah, lagi-lagi aku tak dianggap. Aku patuh saja, daripada buang-buang waktu. Lagipula kami mau ujian, tidak boleh terlambat. Setelah sarapan, aku dan Kak Ian langsung pamit pada Mama dan Papa.
“Jangan lupa rileks, baca doa, jangan panik....” pesan Papa mengusap kepalaku perlahan sambil tersenyum, kemudian berganti menepuk bahu Kak Ian.
“Ian.... titip Riva ya.”
“Siap, Om,” jawab Kak Ian mengangguk sambil tersenyum, “Mohon doanya Om.”
“Sip. Om yakin kalian kalo selama ini belajar pasti bisa jawab soal dengan baik. Kuncinya tiga. Belajar, berdoa, dan ber......?” Papa malah memberi tebak-tebakan, ya ampun.
“Ber..... apa Pa?” tanyaku bingung sambil berpandangan dengan Kak Ian.
Sempat-sempatnya Papa memberi pertanyaan yang harus dijawab, padahal kami sudah mau berangkat.
“Bersemangat!” seru Papa menyengir lebar sambil mengepalkan tangan.
“Papa.. Papa... malah bercanda. Riva sama Cowok Ganteng mau berangkat tuh,” Mama mengingatkan. “Yaudah Va, berangkat sana. Hati-hati ya Cowok Ganteng, utamakan keselamatan di jalan!”
“Iya Tante. Kita pamit dulu,” Kak Ian menyalami Mama dan Papa, begitu juga aku.
Setelah itu kami segera berangkat tanpa basa-basi lagi. Di sepanjang jalan aku dan Kak Ian mengobrol santai agar tidak tegang menjelang ujian. Tidak butuh waktu lama untuk kami sampai di parkiran sekolah. Masih cukup pagi tapi sudah banyak murid yang berdatangan. Biasa.... mau mencari posisi strategis saat ujian nanti. Aku berdiri di samping motor Kak Ian, menunggunya menyimpan helm dan mengunci motor.
“Buah durian buah duku....” ujar Kak Ian tiba-tiba menatapku.
Aku dengan heran balas menatapnya.
“Selamat ujian, Sayangku....” Kak Ian tersenyum lebar sambil mengelus puncak kepalaku.
Duh, ia malah berpantun. Benar-benar deh. Sepertinya wajahku refleks memerah. Aku cepat-cepat mengajaknya menuju koridor sebelum ada yang meledekku, walaupun sebenarnya aku sudah tidak terlalu peduli. Icha dan Iran berkali-kali menyuruhku agar sebodoh amat dengan kata orang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Datang Terlambat
Teen FictionAku ingin menunjukkan padamu, bahwa dalam setiap kisah cinta, tak selalu berakhir seperti yang diharapkan. Karena aku, satu di antara yang tak beruntung itu. #1 in ekskul (16/06/2019) #6 in watty2019 (22/07/2019) #21 in fiction (25/07/2019)