20

1.1K 37 0
                                    

"Iran..."

Uh, lagi-lagi deh sapaan manis Kak Ian cuma buat Iran. Iran juga, kok dia mau-mau aja ngebales sapaan Kak Ian sih? Ih...

"Va, kenapa lo?" Iran menyikutku pelan saat aku mulai komat-kamit nggak jelas begitu Kak Ian berlalu.

"Nggak kenapa-napa," aku cepat mengelak.

"Cemburu ya, karena gue doang yang disapa? Hahaha!"

"Ih males banget cemburu! Emang dia siapa gue?"

"Hati-hati loh Va, benci bisa jadi.......???"

"Nggak.. nggak!" aku menggeleng cepat, sementara Iran tambah ngakak.

Aku memutar bola mata melihat ekspresinya yang puas banget meledekku.

"Va, udah banyak banget yang kayak gitu, lagi."

"Tapi gue gak mau. Gue gak mau sama cowok kasar, main kekerasan!"

"Siapa tau dulu dia gak sengaja?" Iran menyampaikan pendapatnya.

"Kalo gak sengaja, gak mungkin sampe sekarang dia gak minta maaf kan? Jelas banget dia itu cowok yang...... jahat!" aku menekan kata 'jahat'.

Iran menggeleng-geleng. "Padahal nih Va, Kak Ian itu baik loh. Ramah banget lagi."

"Iya itu kan ke lo! Sama gue, dia justru sebaliknya. Hitung deh Ran, udah berapa kali kita berpapasan ama dia tapi yang disapa siapa? Cuman lo kan?" aku melipat tangan.

Kak Ian berhasil bikin moodku jelek hari ini. Mm... ditambah lagi PMS sih.

"Hufft..." Iran menghela nafas kemudian melanjutkan, "Oke, oke, oke, kalo gitu gue bakal minta Kak Ian biar besok-besok dia juga nyapa lo setiap kita ketemu. Gimana? Lo pengen disapa juga kan?"

"Hah? Nggak, makasih! Gue mending disapa ama Kak Andra aja."

"Kak Andra yang kata-katanya pedes kayak cabe rawit itu?"

"Biarin, yang penting bukan Kak Ian."

"Hahahaahahaa..." Iran kembali ngakak.

Huh, lebih baik aku berjalan mendahului Iran. Biar dia selesai ngakak dulu baru jalan.

"Eh, eh, Va, tungguuuuu...!!"

***

Cinta Datang TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang