Pagi ini aku melangkah ringan memasuki gerbang sekolah. Rasanya lega juga sehabis ikut olimpiade kemarin. Walaupun belum tahu hasilnya lolos atau tidak, tapi mengingat tidak harus berkutat dengan bimbel komputer rasanya plong, kepala nggak ada beban karena nggak harus memikirkan soal-soal penuh logika itu.
Saat berbelok ke koridor, kulihat lapangan sedang ramai dengan murid-murid cowok asik bermain basket. Sepertinya anak-anak ekskul basket nih. Kucoba mengamati wajah mereka satu persatu, mencari sosok Kak Ian, tapi tidak kutemukan. Tiba-tiba saja kudengar mereka spontan menoleh ke arahku sambil berteriak, tepat saat sebuah benda mengenai kepalaku.
Aku membuka mata dan tau-tau sudah berada di sebuah ruangan kecil dengan posisi terbaring. Aku menoleh ke sudut ruangan dan mendapati seorang cowok dengan posisi membelakangiku tengah duduk menunduk sambil menulis sesuatu. Kucoba duduk untuk melihat lebih jelas tapi kepalaku rasanya sangat pusing.
“Aduh!” keluhku memegang kepala. Kok pusing gini ya?
Cowok itu lantas berbalik dan menoleh. “Udah bangun?” tanyanya, lebih tepat menegur.
Aku mengerutkan dahi sejenak, rasanya seperti tidak nyata. Kak Andra berjalan menghampiriku sambil membawa segelas air minum.
“Minum dulu,” Kak Andra menyodorkan gelas itu ke hadapanku. “Bisa pegang gelasnya atau mau dibantu?”
“Bisa kok, Kak,” jawabku pelan. Lagipula hanya kepalaku yang pusing, sedangkan anggota tubuh yang lainnya baik-baik saja. “Btw aku kenapa......”
Belum habis pertanyaanku, Kak Andra memotong, “Nama kamu Riva, kelas X B. Tadi kamu kena bola gara-gara terpesona liatin anak-anak basket lagi main.”
Jadi aku pingsan sejak tadi? Ya ampun malu-maluin banget. Tapi Kak Andra sok tau banget, aku bukannya terpesona liat anak-anak basket, tapi lagi mencari Kak Ian. Eh tapi kenapa aku harus mencari Kak Ian ya?
“Ini obat sakit kepala,” Kak Andra memecah lamunanku.
Ia menyodorkan sebutir obat tablet yang masih berbungkus. Kubaca namanya. Paracetamol.
“Tapi aku gak demam, Kak,” ujarku setelah meraba dahiku.
“Paracetamol ini bukan cuma untuk demam, tapi juga bisa untuk sakit kepala. Kalo kepala kamu masih sakit, minum aja.”
“Aku juga belum makan, Kak. Gak bisa minum obat dulu,” kataku lagi.
“Setau yang aku pelajari, Paracetamol itu salah satu obat yang bisa diminum sebelum makan atau sesudah makan. Kamu pernah dengar iklan Bodrex kan? Aman diminum sebelum makan. Bodrex kan salah satu kandungannya itu Paracetamol, jadi kamu bisa minum biarpun belum makan. Asalkan abis minum obat nanti kamu harus makan, kalo nggak, lambung kamu bisa jadi sasaran.”
Kutatap Kak Andra sejenak sebelum akhirnya kutelan obat itu. Jujur saja dalam hati diam-diam kekagumanku tumbuh lagi. Kak Andra jelas-jelas pintar tapi kenapa dia nggak ikut olimpiade sih? Pengetahuannya lumayan tuh. Aku saja baru tahu.
Kak Andra melirik jam tangannya sekilas. “Tunggu aja, bentar lagi Diana datang bawain kamu makanan. Dia lagi ke kantin.”
“Siapa Diana, Kak?”
“Teman PMR. Kamu gak kenal karena kamu gak jadi masuk PMR.”
Makjleb! Harus banget ya Kak Andra bilang begitu? Aku sedang tidak berminat berdebat, apalagi kepalaku pusing, jadi aku tidak menggubrisnya.
“Sekarang jam berapa, Kak?”
“Jam 9.”
“Hah? Serius? Ini kan jam pelajaran. Berarti aku dari tadi gak masuk kelas dong?” seruku panik. Ingin bangkit dari kasur tapi kepalaku rese banget sumpah. Obatnya belum berefek.
“Kamu udah diizinin gak masuk kelas. Tenang aja.” Kak Andra menjawab santai.
Aku memijit-mijit kepalaku, siapa tau bisa mengurangi rasa pusing.
“Trus Kak Andra sendiri?”
“Aku lagi piket pagi ini bareng Diana.”
Kebetulan banget ya? Aku pingsan saat jadwal piket Kak Andra. Tidak lama kemudian seorang cewek yang kata Kak Andra tadi bernama Kak Diana memasuki ruang UKS sambil membawa dua kotak makanan. Aku tertegun melihat Kak Diana. Dia kan cewek yang beberapa kali kulihat mojok di kantin bersama Kak Andra? Aku menatap keduanya bergantian. Tiba-tiba saja aku mendadak lemas. Rasanya pengen langsung berada di kelas.
“Hey, udah bangun?” sapanya tersenyum. Disodorkannya sekotak nasi itu di sampingku.
“Udah minum obat?”
Aku mengangguk pelan. Demi apa coba, aku harus berinteraksi dengan mereka berdua dalam ruangan kecil ini. Rasanya nyesek, help!
“Eh Dra, nih buat lo. Sori ya gue curi start makan gorengan di kantin.”
“Oke.”
“Gimana kepalanya? Masih sakit?” tanya Kak Diana beralih memandangku.
Aku sedikit terkejut saat tatapannya lekat padaku. Kak Diana cantik, menurutku. Dia terus memandangku, menunggu jawabanku. Hah, sial banget deh aku hari ini. Kenapa harus pingsan segala sih? Tapi aku juga merasa kepalaku mulai enteng. Rasa sakit dan pusing sudah lumayan berkurang. Aku lantas menggeleng.
“Udah lumayan, Kak,” jawabku pelan. Semoga suaraku terdengar normal.
“Syukur deh. Ayok makan dulu nasinya, tadi kan udah minum obat.”
“Ngg.. aku kayaknya udah bisa masuk kelas, Kak.”
Aku mencoba menolak secara halus. Makan di depan kalian? Yakali aku bisa menelan dengan gampang. Rasanya malah nggak nafsu makan.
“Dra, lo temenin makan tuh si Riva. Eh gue minta tolong dong, gue pengen ke toilet nih. Biasaaa, nelfon ayang bebeb. Bentaaaar aja. Gak papa ya lo jaga dulu, Dra? Oke?”
Kak Diana menepuk sekilas bahu Kak Andra, kemudian bergegas keluar dari ruang UKS, meninggalkanku berdua bersama Kak Andra. Lagi. Argh, canggung lagi kan? Eh, tapi tadi Kak Diana bilang apa? Nelfon ayang bebeb? Bukannya dia pacarnya Kak Andra?
“Aku makannya nanti aja, Kak,” ujarku mencoba mencari cara untuk segera pergi dari situ, “Kayaknya aku udah bisa masuk kelas.”
“Nggak, kamu harus makan dulu. Kamu kan udah minum obat tadi. ”
“Tapi aku pengen masuk kelas, Kak.”
“Bisa sih, tapi kamu bakal masuk sini lagi nanti dengan alasan sakit maag.”
Uh, apa-apaan? Sumpah doanya jelek banget. Aku harus beralasan apa lagi dong?
Akhirnya Kak Andra berkata, “Aku yang tanggung jawab atas kamu. Udah, ayo makan. Aku temenin.”
Va, plis, jangan mulai baper! Ingat, kalian dulu pernah berdebat. Ingat, dia orangnya rese. Ingat, dia udah punya pacar, tapi kenapa tadi Kak Diana bilang mau nelfon ayang bebebnya? Trus Kak Andra ini siapanya? ARGHHH!
“Iya, iya, aku makan,” sahutku menyerah.
“Oke.”
Bodoamat deh, lagian kapan lagi dapat makanan gratis begini? Yah walaupun harus dibayar dengan rasa sakit di kepala gara-gara bola. Huh, siapa sih yang tadi melempar bola ke arahku? Kurang asem banget.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Datang Terlambat
Novela JuvenilAku ingin menunjukkan padamu, bahwa dalam setiap kisah cinta, tak selalu berakhir seperti yang diharapkan. Karena aku, satu di antara yang tak beruntung itu. #1 in ekskul (16/06/2019) #6 in watty2019 (22/07/2019) #21 in fiction (25/07/2019)