Tidak pernah kubayangkan sebelumnya kalau aku akan berteman dengan Kak Ian, dan akhirnya nonton bareng. Berdua. Aku berusaha tidak deg-degan saat duduk di sampingnya. Kulirik arah Kak Ian. Ia tampak santai sambil menyeruput minumannya.
“Kenapa, Va?”
Ups, aku ketahuan melirik Kak Ian. Akhirnya aku menoleh padanya dan menggeleng dengan senyum tipis.
“Gak papa.”
Kemudian aku kembali fokus pada layar bioskop. Untung saja kami mengambil film genre komedi, akhirnya terbawa suasana dan tertawa sepanjang film. Gila, lucu banget. Keteganganku jadi cair semua. Fiuhhh......
Setelah nonton, Kak Ian mengajakku ke toko kue. Rupanya ia sudah memesan sebuah kue tart. Aku hanya mengamati ia membayar kue dan mengajakku pergi lagi.
“Kok Kak Ian gak beli di mall aja tadi kuenya? Di Bre*dt*lk kan juga ada,” sahutku.
“Iya sih Va, tapi toko tadi udah jadi langgananku. Sejak kelas 3 SMP sampe sekarang aku sering beli di situ buat mamaku. Enak loh. Nanti kamu coba ya,” kata Kak Ian tersenyum.
“Jadi hari ini ultah mama Kak Ian?” tebakku.
Kak Ian mengangguk. “Sekarang kita bakal ke rumah mama,” sahutnya tersenyum pelan.
Aku memandangnya sejenak.
“Ke rumah mama Kak Ian? Maksudnya ke rumah Kak Ian?” tanyaku memastikan.
Kak Ian tersenyum lalu menggeleng. “Mama udah nggak tinggal di rumah,” katanya pelan, “sejak pisah dengan papa.”
Aku tidak tahu harus berekspresi apa, hanya menatap simpati. Aku tidak tahu persis rasanya bagaimana jika orang tua berpisah, dan semoga aku tidak pernah mengalaminya. Kak Ian kembali tersenyum.
“Udah yuk, kamu mau kan, Va, temenin aku ke rumah mama?”
Aku mengangguk pada Kak Ian.
Tidak butuh waktu lama untuk kami sampai di sebuah rumah sederhana bercat kuning pucat dan dikelilingi beraneka pot bunga. Aku langsung suka suasana di rumah ini. Walau sangat terasa sepinya. Kak Ian mengajakku mengikutinya melangkah menuju halaman rumah, dan kami sampai di teras rumah. Kak Ian mengetuk sejenak pintu itu.“Ma.... assalamu alaikum....!”
Seraut wajah muncul setelah pintu terbuka, dan menjawab, “Waalaikum salam...”
“Happy birthday Ma!” sahut Kak Ian tersenyum lebar seraya menyodorkan sebuah kue tart.
Mama Kak Ian, yang kutahu bernama Tante Meva, tersenyum haru menerima kue itu dan langsung memeluk Kak Ian. Aku tersenyum melihat mereka, dan ikut berucap, “Selamat ulang tahun, Tante!”
Tante Meva yang mendengar suaraku lantas melepas pelukannya pada Kak Ian dan menatapku, “Terima kasih, Cantik. Riva ya?”
Aku hanya terkejut mendengar Tante Meva yang sudah tahu namaku lebih dulu.
“Tante tau namaku?” tanyaku.
“Bukan hanya tau nama kamu, tapi Tante juga tau bagaimana dulu Ian bikin kamu marah sampai akhirnya bisa berteman seperti sekarang, hehehe....”
“Ma....” sela Kak Ian malu.
Aku mengangkat alis sejenak, masih merasa heran. Aduh, jangan-jangan Kak Ian menceritakan tentang diriku kepada mamanya, termasuk saat aku marah dan hampir menolak permintaan maaf Kak Ian. Aku jadi malu sendiri. Tapi Tante Meva malah memelukku hangat. Beliau tersenyum.
“Masuk yuk.... kita rayakan di dalam,” ujar Tante Meva.
Aku dan Kak Ian mengangguk, lalu mengikuti Tante Meva ke dalam rumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Datang Terlambat
Teen FictionAku ingin menunjukkan padamu, bahwa dalam setiap kisah cinta, tak selalu berakhir seperti yang diharapkan. Karena aku, satu di antara yang tak beruntung itu. #1 in ekskul (16/06/2019) #6 in watty2019 (22/07/2019) #21 in fiction (25/07/2019)