15

1.2K 43 3
                                    

Aku berjalan menuju ruang kelas, saat kulihat Kak Ian berjalan dari arah berlawanan menuju arahku. Waduh, sebentar lagi kami berpapasan. Aku pura-pura mencari sesuatu di dalam tas sambil terus berjalan, agar tidak bertatapan dengannya.

BRUK.. argh!

Tempat pensilku tiba-tiba terjatuh. Sial. Aku cepat-cepat memungutnya lalu berdiri kembali. Lantas kulihat Kak Ian melihat ke arahku sambil menahan senyum. Huh, ketawa sana! Puas dia pastinya.

Aku mempercepat langkah menuju kelas. Hari ini menyebalkan. Kemarin liat Kak Andra lagi pacaran di kantin, sekarang bertemu dengan kak Ian. Aku melempar tas di atas meja, dan menurunkan bangku yang ada di atas meja dalam posisi terbalik.

"Masih marah?" tegur Iran.

"Kakak lo tuh, nyebelin!" aku duduk di samping Iran sambil memperbaiki letak tasku.

"Kak Imran? Kenapa?" Iran memasang tampang heran. Ya elah.

"Kak Ian maksud gue!" aku menyebutnya to the point.

"Sejak kapan dia jadi kakak gue?"

"Kan dia cuman baik sama lo, gak sama gue," sindirku jengkel.

Iran tertawa. "Lo iri? Kalian baikan sana!"

"Enak aja, bukan gue yang salah. Lagian lo seolah-olah gue sama Kak Ian kayak pasangan yang lagi berantem. Hiiii...."

"Hahahaha.. hati-hati lo! Benci jadi..."

"Gak! Gak! Gak bakal!" aku segera memotong ucapannya. "Dia itu selalu masang tampang ngeledek. Tadi aja dia mau ngetawain gue waktu tempat pensil gue jatuh. Jelas banget kalo dia itu jahat!"

"Heh? Kok jahat? Lo ada-ada aja." Iran menggeleng-geleng.

Aku menatap Iran dengan jengkel. Bukannya membela gue. Ih.

"Eh, jadi kan bentar kita latihan fisik bareng?" tanya Iran berhenti tertawa.

Aku diam sejenak. "Ran, gue kok...."

"Jangan bilang lo gak mau! Cuman gara-gara si Andra itu?"

"Kak Andra!" ralatku cepat.

"Iya deh, iya," sahut Iran nggak kalah cepat. "Kita harus profesional. Jangan cuman karena Kak Andra yang lo suka ternyata udah ada pacarnya, lo jadi mau mundur dari PMR ini, gara-gara Kak Andra ada di PMR. Lo gak boleh menghindar gitu. Hadapi, Va!"

"Susah Ran, entar gue jadi sakit hati terus kalo liat dia."

"Apa bedanya dengan di sekolah? Tanpa masuk PMR juga lo setiap hari liat dia kan di sekolah? Kalo gitu sekalian aja lo pindah sekolah biar gak liat-liat Kak Andra lagi!"

Aduh, Iran malah menambah sakit kepala kalo kayak gini. Bawelnya keluar deh. Ngg.. tapi nasihatnya sebenarnya ada benarnya juga sih.

"Pokoknya kita bentar ikut. Oke?" Iran ingin menepuk tanganku. Aku merengut sambil membalas tepukan tangannya.

***

Cinta Datang TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang