Tumben jam terakhir pelajaran begini guru belum masuk. Jadinya suasana kelas lumayan berisik, memanfaatkan waktu kosong untuk ngobrol sana sini, berselfie ria, bahkan ada yang sedang rekaman vlog. Aku sendiri mengobrol dengan Iran dan membahas apa saja.
“Eh Ran, nanti lo langsung pulang, gak?” tanyaku.
Iran mengangguk. “Iya, pulang kok. Kenapa?”
“Yaaah... berarti gue nanti pulang sendirian dong. Kan gue ada rapat buat bahas jadwal bimbel olimpiade lagi,” keluhku menopang sebelah dagu, sambil melayangkan pandangan ke arah Lita yang asik senyum-senyum sendiri di bangkunya sambil mengutak-atik ponselnya.
“Eh Lit, lo masih waras kan?”
“Enak aja, ya iya dong...” Lita membela diri.
“Trus kenapa senyum-senyum mulu dari tadi? Hayoo chatingan sama siapa lo?”
“Belum tau yaa kalian... Lita kan lagi pedekate sama anak kelas sebelah, wkwk...” celetuk Icha. Dia sendiri sedang asik berfoto selfie.
Aku dan Iran spontan tertarik dengan kabar baru tersebut.
“Kelas berapa, Lit? Siapa namanya?” tanya Iran.
“Hehehe.. kelas berapa ya? Kelas C kalo gak salah,” jawab Lita tersipu. Tatapannya bergantian antara memandang kami dan layar ponselnya.
“Trus namanya siapa?” tanyaku.
“Itu loh Va, yang anak baru, kayaknya belum lama deh dia sekolah di sini. Orang Bali ya kan, Lit?” tanya Icha memastikan.
“Geo?” tanyaku dan Iran bersamaan, heboh. Lalu kami saling pandang, dan kemudian tertawa.
“Kenapa lo berdua ketawa?” tanya Lita sedikit merengut sambil mengerutkan dahi.
Aku spontan berhenti. Padahal kami tertawa karena aku dan Iran sama hebohnya, bukan karena Geo.
“Eh serius lo sama Geo pedekate? Sejak kapan?” tanyaku lagi.
“Baru juga beberapa hari yang lalu. Pas gue latihan Paskib trus Geo juga lagi latihan di PMR. Gue ama dia sempat tatap-tatapan gitu, hehe....”
Oke, dari mata turun ke hati. Aku tersenyum saja meski tidak menyangka salah satu dari teman sekelasku akan pedekate dengan Geo, si jago menggambar. Sekilas kuperhatikan Lita. Ia memang salah satu cewek cantik di kelas, tapi penampilannya simpel, nggak neko-neko. Lita juga salah satu dari teman-teman sekelas yang sudah mengenal makeup tapi dandanannya nggak menor, terlihat natural. Satu lagi, Lita cantik tapi nggak lebay, nggak seperti cewek-cewek cantik yang sadar akan kecantikannya kemudian dimanfaatkan untuk menggaet cowok. Secara fisik, Lita memang termasuk te-o-pe lah di mata cowok-cowok. Rambut hitam lurus terurai panjang, tingginya cocok untuk jadi anak Paskib, bodinya padat berisi tapi nggak gemuk, pokoknya ideal deh. Apalagi kalo disandingkan dengan Geo, kurasa mereka memang cocok.
*
“Va, are you okay?” tanya Iran begitu hanya kami yang tersisa di dalam kelas.
Semua teman sudah bergegas dan keluar begitu bel pulang berbunyi. Benar-benar tidak ada guru masuk di jam terakhir. Aku mengerutkan dahi sejenak meskipun tanganku masih membereskan tas.
“Emang kenapa, Ran?” aku balik bertanya.
“Yaaah, kan Geo lagi pedekate ama Lita. Gimana kalo mereka jadian?”
“Haha, ya bagus dong, Ran. Lagian mereka berdua kayaknya cocok, kok,” jawabku mengangguk-angguk.
Iran mengangkat bahu. “Padahal gue pikir lo yang pedekate ama Geo,” ujarnya menghela nafas, “Tapi kalian berdua sobat gue sih, jadi gue bingung dukung siapa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Datang Terlambat
Teen FictionAku ingin menunjukkan padamu, bahwa dalam setiap kisah cinta, tak selalu berakhir seperti yang diharapkan. Karena aku, satu di antara yang tak beruntung itu. #1 in ekskul (16/06/2019) #6 in watty2019 (22/07/2019) #21 in fiction (25/07/2019)