Bel istirahat berbunyi nyaring, dan menjadi musik yang merdu di telinga murid-murid yang udah nggak sabaran sedari tadi menanti waktu istirahat tiba. Salah satunya Iran. Ia buru-buru membereskan alat tulisnya ke dalam tas, kemudian menarik tanganku.
"Ayo, Va!" serunya sambil berdiri. Sementara aku masih duduk dan belum selesai beres-beres.
"Eh eh tunggu napa sih, gue blom kelar nih..." gerutuku sambil memasukkan tempat pensil ke dalam tas.
"Hehehe... makanya cepetan dong. Gue gak sabar nih ketemu Kak Imran dalam rapat," Iran cengengesan.
Aku mencibir. "Kak Imran terus lo pikir. Gak lapar?"
"Oh iya ya, gimana nih Va, rapatnya lama gak ya? Apa kita bakal sempet jajan sebelum bel masuk?"
"Hanya Tuhan yang tau, Ran! Hahahaha....." aku menutup resleting tas dan merapikan sedikit rambutku sebelum berdiri.
"Ih, jawaban klasik! Eh udah siap? Yuk!" Iran menggandeng tanganku.
Ada beberapa murid dari kelasku yang ikut rapat, tapi yang memilih mapel komputer hanya aku dan Sandy. Rata-rata memilih Biologi, kemudian Matematika dan Kimia. Fisika nasibnya sama aja dengan Komputer, nggak banyak peminatnya. Tapi mendingan Fisika sih, ada 3 orang.
"Eh San, lo belajar gak, tadi malam?" tanyaku pada Sandy saat ia berjalan beriringan denganku dan Iran.
"Belajar apaan, Va? Orang kita mau dikasih pengarahan dulu..." jawab Sandy.
"Oh gitu ya...." aku manggut-manggut.
Lab fisika pada jam istirahat kali ini tumben rame banget. Aku dan Iran memilih duduk di barisan kedua. Barisan pertama ada senior-senior kelas dua.
Kira-kira Kak Andra ikutan olimpiade juga nggak ya? Dia memilih mapel apa?
Pikiranku dipenuhi tanda tanya. Tapi kenapa aku masih mikirin Kak Andra, dia kan sudah punya pacar. Uh.
Dalam waktu 10 menit, semua calon peserta olimpiade sudah datang. Aku menoleh. Ada Geo di antaranya. Dan............. Kak Ian! Kak Ian sempat melempar senyum padaku saat ia akan duduk di barisan depan. Sementara Geo memilih duduk paling belakang.
Sudah kuedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan lab, tapi nggak ada Kak Andra sama sekali. Jangan-jangan dia nggak ikut. Yah, padahal menurutku dia cowok yang pintar. Saat latihan fisik buktinya.
Kak Tama menyuruh peserta dengan mapel yang sama untuk duduk semeja. Aku akhirnya duduk di barisan paling belakang, bareng calon peserta olimpiade komputer. Jumlah totalnya hanya 6 orang. Termasuk Geo. Ya ampun, aku dan Geo bakalan sama-sama ikut olimpiade komputer.
Aku melirik Iran yang duduk tenang di antara anak-anak kimia. Dih, kalem banget dia. Ada Kak Imran sih di sana.
Rapat berlangsung nggak terlalu lama, sekitar 20 menit. Selesai tepat saat bel masuk berbunyi. Aku sudah mendapatkan jadwal bimbingan komputer. Dua kali seminggu. Koordinatornya Pak Ihsan, dan senior yang bakalan membimbing kalau Pak Ihsan berhalangan hadir adalah Kak Aris.
"Va, coba Kak Ian ngambil komputer juga ya," bisik Iran saat kami beriringan keluar dari lab menuju kelas.
"Emang kenapa?" tanyaku heran.
"Biar kalian bisa bimbel bareng, hihihi....."
Aku meninju perlahan lengan Iran. Mulai lagi deh. Selalu menggodaku tentang Kak Ian.
"Ah udah deh, kita mampir bentar di kantin ya. Gue gak tahan nih laper banget. Minimal makan roti aja gak papa."
"Iya Va, gue juga laper banget...." keluh Iran memegang perutnya.
Akhirnya aku dan Iran buru-buru ke kantin dan membeli roti. Mataku tertuju pada Kak Andra yang lagi mojok di belakang membelakangi arah kami. Dia lagi merokok sendirian.
Tanganku menyikut Iran perlahan, memberinya isyarat untuk menoleh ke arah Kak Andra. Iran mencibir sejenak."Mojok terus kerjaannya," bisik Iran.
"Padahal udah bel ya Ran, kok Kak Andra masih di sini? Ngerokok lagi..." gumamku.
"Bolos kali?" Iran mengangkat bahu dengan cuek. "Ah udah deh Va, buru makan rotinya, trus kita balik ke kelas."
Aku mengangguk perlahan, kemudian segera duduk dan melahap roti. Tapi mataku sesekali mencuri pandang ke arah Kak Andra. Dia masih dengan aktivitas yang sama. Merokok tanpa menoleh.
"Mata lo tuh...." tegur Iran.
"Ih, bawel. Cuman sebentar aja kok," aku mengabaikan teguran Iran.
"Gue curiga, kayaknya dia make deh. Mencurigakan banget, Va!"
"Ih... make apanya sih? Jelas-jelas dia cuman merokok, kok."
"Va, lo gak tau ya, biasa banget kali ada narkoba yang dipake dalam bentuk rokok. Kayak ganja gitu... jadi orang yang ngerokok gitu gak bakalan takut ketauan karena orang-orang mikirnya itu cuman rokok biasa."
Aku diam. Masa sih Kak Andra pemakai narkoba?
"Eh Ran, tapi kan Kak Andra anak PMR. Gak mungkin lah...." bisikku yakin.
Rotiku sudah habis, dan aku meneguk sebotol minuman jeruk dingin. Iran mengangkat bahu lagi-lagi.
"Lo cuman mesti tau Va, tiap orang itu punya sisi baik dan sisi buruk. Mungkin sisi baiknya karena yaaah, dia anak PMR, atau dia anak Ipa, pinter... Tapi siapa yang tau kan, kalo sisi buruknya itu.......... ya gitu deh!"
"Lagian dia masih di sini padahal udah bel masuk, liat tuh ngerokok juga santai banget. Ih, gue ilfeel!" Iran mencibir.
Aku menghela nafas. Walapun aku masih patah hati karena status Kak Andra yang nggak jomblo lagi, tapi aku nggak sembarangan mencapnya sebagai pemakai narkoba. Hm, mungkin saja Iran hanya kesal, karena memang dia sering berdebat dengan Kak Andra.
"Eh udah yuk, balik Va....." Iran menarik tanganku.
Aku mengikuti langkahnya setelah ke sekian kalinya menatap kembali ke arah Kak Andra.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Datang Terlambat
Fiksi RemajaAku ingin menunjukkan padamu, bahwa dalam setiap kisah cinta, tak selalu berakhir seperti yang diharapkan. Karena aku, satu di antara yang tak beruntung itu. #1 in ekskul (16/06/2019) #6 in watty2019 (22/07/2019) #21 in fiction (25/07/2019)