65

338 10 0
                                        

Aku mencoba mengerjakan soal-soal tambahan tapi meski sudah sejam berhadapan dengan soal, aku malah belum berhasil fokus. Pikiranku masih melayang pada kejadian saat bimbel tadi sore. Geo benar-benar deh bikin aku pusing sekaligus tidak enak hati juga kepada Kak Aris. Tapi bagaimana ya? Mengingat wajah Kak Aris yang cukup lebam membuatku sedikit ngeri juga, dan berpikir lagi jika ingin dekat dengannya.

Aku tidak membenci Kak Aris, tapi aku juga tidak ingin terlibat jika di lain hari ia kembali berantem dengan anak-anak sekolah lain. Aku ini anak baik, pecinta damai, meski Papaku sendiri mantan preman, tapi aku tidak setuju dengan tawuran atau perkelahian antar remaja.

Beep.. beep..

Sebuah pesan masuk ke ponselku. Aku membacanya sejenak.

<Kak Ian> malam Va, lagi ngapain?

<aku> lagi nyoba ngerjain soal-soal Kak

Beberapa detik setelah pesanku dibaca oleh Kak Ian, ia malah menelefonku. Segera kuangkat.

“Masih belajar, Va?” tanyanya setelah mengucap salam terlebih dahulu.

Aku mengiyakan.

“Udah.. istirahat aja, udah malam, Va. Lagian besok waktu tenang, biar otak fresh sebelum olimpiade lagi,” kata Kak Ian menasehati.

Aku ingin membantah, tapi setelah kulirik jam dan soal-soal di hadapanku yang ternyata sama sekali tidak kujawab sejak tadi, akhirnya aku menuruti pesan Kak Ian. Lagipula aku sedang tidak fokus.

“Kak Ian sendiri gak belajar?” tanyaku balik.

“Gak lagi, kan udah tadi waktu bimbel. Sekarang lagi nyantai, Va.”

“Oh...”

“Va, besok mau temenin aku gak?” tanya Kak Ian.

“Ke mana, Kak?” tanyaku.

“Besok aku bilang ya. Inget, jangan lupa bawa jaket. Oke, Va?”

“Tapi gak sampe malam kan, Kak? Lusa kan kita olimpiade. Jangan sampe malah telat bangun.”

Kak Ian hanya tertawa kecil mendengar ucapanku.

“Tenang aja, Va, gak sampe malam kok. Jadi gimana? Mau nemenin aku?” tanya Kak Ian lagi, memastikan.

“Boleh deh,” aku mengangguk setuju.

“Oke, Va, sampai jumpa besok ya.”

Setelah menutup telefon, aku hanya bisa mengira-ngira besok Kak Ian akan pergi ke mana. Tapi terserahlah, biar aku tahunya besok saja. Kalaupun akan berkunjung ke rumah Tante Meva, aku merasa senang. Rasanya nyaman berada di rumah mungil itu. Suasananya tenang.

Aku menyimpan ponsel kembali dan setelah melihat kembali lembaran soal-soal, aku memilih menutupnya dan menyimpannya begitu saja di atas meja. Sekarang saatnya tidur.

***

Cinta Datang TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang