Sabtu sore, ada 12 orang yang ikut latihan fisik, termasuk aku dan Iran. Untung nggak telat. Kami memakai pakaian olahraga, sepatu kets, dan mitela, itu loh kain putih berbentuk segitiga yang diikatkan di leher. Agak aneh sih tapi saat kulihat Kak Andra memakainya, kok jadi keliatan keren ya hahaha. Kami berkumpul di halaman sekolah.
"Segini aja yang mau latihan?" tanya Kak Andra.
Aku dan teman-teman lainnya saling berpandangan.
"Udah jam setengah 4," Kak Andra melihat arlojinya, "Kalian simpan tas di dalam markas biar aman. Jangan lelet! Kita ke lapangan sekarang."
Kami dengan segera menyimpan tas masing-masing. Ada beberapa senior cowok dan cewek yang berjaga di dalam markas, nggak ikut latihan fisik. Kak Andra kemudian menyuruh kami berbaris, dan berjalan cepat ke lapangan di samping sekolah.
Kak Andra bertepuk tangan, menyuruh kami mempercepat langkah menujunya. Ya ampun, langkahnya cepat banget sih. Aku berpasangan dengan Iran."Buat lingkaran, kita pemanasan.." Kak Andra memberi perintah.
Setelah pemanasan selama 5 menit, kami disuruh berlari mengelilingi lapangan. Kak Andra memimpin barisan.
"Lari.... lari...!" teriaknya, berlari semakin cepat. Aduh, Kak Andra semakin jauh. Aku berlari sambil menoleh ke arah Iran.
"Ayo smangat Iran!!! Hehe..." seruku.
Iran tersenyum, lalu menyusulku. Awalnya kami berlari di barisan depan, lama-lama mulai tersusul oleh yang lainnya.
"Aduh gue udah gak kuat, perut gue sakit!" keluh Iran memegang perutnya. Ia berhenti berlari, dan mulai berjalan.
"Ayo Iran, lo smangat dong!" aku berlari-lari kecil di sampingnya.
"Yang di belakang, cepat lari!" teriak Kak Andra dari jauh.
Waduh, rupanya kami berada di barisan terakhir. Iran mau menyerah rupanya.
Kak Andra berbalik ke belakang dan berlari menghampiri kami."Ayo ayo lari! Jangan lelet kalian!"
Kemudian ia kembali berlari ke barisan terdepan. Aduh, gila kalo begini. Aku juga ngos-ngosan.
"Riva, Iran, smangat!" seru Rina dari depan. Aku mencoba tersenyum. Iran memegang perutnya.
"Ran, lo pegang tangan gue," aku mengulurkan tangan, dan kugamit lengannya, lalu berlari pelan. Kak Andra bertepuk tangan lagi.
"Ya elah, bawel juga tuh orang ya," gerutuku.
Iran terkekeh pelan. "Tapi lo suka kan?"
"Mungkin ini cinta kali ya, harus dikejar. Tapi smakin dikejar smakin jauh haha.."
"Gaje lo," Iran pura-pura mencibir.
Kami berlari dan akhirnya bisa menyusul teman-teman yang sengaja disuruh berhenti oleh Kak Andra untuk menunggu kami berdua.
"Ngomong bisa menghabiskan nafas lebih banyak," ujar Kak Andra.
Ups... aku jadi malu menatapnya, meskipun Kak Andra tidak menatapku saat mengatakan itu.
"Kalian lari, jangan berhenti!"
Lagi-lagi Kak Andra kembali berlari. Iran yang baru saja mengembuskan nafas berkali-kali dengan ngos-ngosan terpaksa "kuseret" lagi untuk berlari bersamaku.
"Va... Va.. stop dulu, gue gak kuat!" Iran mencoba melepaskan tangannya dari tanganku, lalu berhenti berlari. Aku ikut berhenti, sambil sesekali menoleh pada Kak Andra yang memandang kami dari jauh.
"Lari kecil-kecil aja Ran ya.." sahutku memegang tangannya. Iran berusaha berlari bersamaku.
Nggak lama kemudian barisan kembali berhenti. Kak Andra menyuruhku dan Iran berbaris di barisan paling depan.
"Kak, saya...." Iran meringis.
"Gak kuat? Mau nyerah?"
Iran diam, tapi masih meringis. "Kak, perut saya sakit..."
"Makanya jangan ngobrol di belakang. Lari ya lari."
Iran diam lagi.
"Kak bisa istirahat sebentar ga?" aku mencoba meminta toleransi.
"Kalo kalian mau pulang lebih lama," sahut Kak Andra.
Ih, jawaban apaan sih itu? Itu sama aja dengan nggak boleh istirahat. Aku baru sadar kalo Kak Andra rese. Nyebelin tepatnya. Nggak liat apa, kami ini cewek, jadi ya wajar dong kalo nggak sama kuatnya dengan dia.
"Kalian ambil posisi! Kita push up sekarang.."
Kami disuruh menelungkup, dengan posisi tangan siap untuk melakukan push up. Aku memandang Iran.
"Lo bisa gak, Ran?"
"Gue coba."
Iran ikut mengambil posisi. Ia tersenyum padaku. Aku tersenyum lega. Syukur deh kalo Iran nggak papa kalo disuruh push up.
Kak Andra mulai menghitung, "1.. 2.... 3..."
Lalu, "Sit up... posisi!"Ugh.. rasanya badanku jadi berat. Aku dan teman-teman melakukan gerakan sit up. Iran nampaknya mau muntah. Ia berseru memanggilku. Baru saja aku ingin menghampirinya, tiba-tiba Iran muntah.
"Ya ampun Iran!!" seruku menghampirinya segera. Teman-teman lain ikut menghampiri Iran.
"Ran.. lo gak papa?" Rina memijat tengkuk Iran.
Iran menggeleng, tapi dia mual lagi. Kulirik Kak Andra. Ia diam saja melihat Iran yang muntah.
"Kak...." aku membuka suara, mau memprotes.
"Kamu makan sebelum lari?" tanyanya pada Iran, tidak menghiraukanku. Iran mengangguk pelan.
"Pantas," sahut Kak Andra singkat. "Selain pemanasan, hal yang penting untuk kalian lakukan adalah gak makan sebelum lari. Itu yang bikin kalian bisa muntah. Kalo kalian mau makan, minimal sejam lah sebelum lari."
Aku terdiam mendengarkan penjelasan singkat dari Kak Andra. Iran mengangguk.
"Maaf Kak."
"Iran istirahat 5 menit. Yang lain kembali sit up."
Kami, kecuali Iran, kembali melakukan sit up. Iran mengamati kami sambil berusaha menetralkan isi lambungnya. Setelah sit up, Kak Andra menyuruh kami berbaris kembali, lalu mulai berlari. Aku memegang tangan Iran dan berlari pelan di sampingnya, sedangkan Iran berusaha berjalan cepat.
Nggak terasa, kami kembali ke tempat semula. Kak Andra mengarahkan kami untuk masuk ke sekolah. Kami berkumpul di halaman sekolah. Kami duduk di tanah.
"Kakinya diluruskan. Jangan dilipat!" tegur Kak Andra. Kami menurut saja.
"Tunggu sebentar!" Kak Andra berjalan menuju markas, sementara kami beristirahat sejenak.
"Ran.. lo gimana?"
"Lemas Va. Gue pengen beli minum entar.." sahutnya.Aku mengangguk. "Gue juga."
Kak Andra kembali dengan selembar kertas, lalu menyuruh kami duduk melingkar tapi dengan posisi kaki tetap diluruskan.
"Kalian istirahat sambil saya absen," ujar Kak Andra, yang lalu mulai mengabsen satu persatu.
Setelah itu, Kak Andra berkata, "Lari itu bukan sekedar lari. Kenapa kalian cepat ngos-ngosan, kehabisan nafas, dan lain sebagainya, karena kalian berlari ya asal berlari. Lari itu ga perlu cepat, asal konstan tapi tetap berlari. Karena misalnya sebelumnya kalian berlari cepat, trus tiba-tiba kalian berhenti berlari, itu semua ngefeknya ke jantung kalian. Bisa aja jantung kalian yang tadinya cepat banget memompa darah tapi tiba-tiba berhenti gara-gara kalian juga berhenti berlari. Itu bisa fatal. Dan ini juga yang selalu dilakukan, ngomong saat lari. Oksigen keluar lebih cepat dan lebih banyak. Kalian lari ya lari aja, diam aja. Yang penting juga jangan makan sebelum lari. Akibatnya ya yang tadi dialami Iran."
Aku tertegun. Nggak nyangka, peraturan lari ala Kak Andra sedemikian detailnya. Aku nggak pernah tau ini sebelumnya. Oh iya, Kak Andra kan anak ipa, pasti dia jago biologi deh.
Aku melirik Iran. Iran tersenyum. Wajahnya sudah tidak terlalu pucat. Fiuh, syukur deh. Semoga Iran nggak nyerah. Kulirik Kak Andra diam-diam. Aku juga nggak bakal menyerah. Aku harus lulus masuk PMR!
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Datang Terlambat
Novela JuvenilAku ingin menunjukkan padamu, bahwa dalam setiap kisah cinta, tak selalu berakhir seperti yang diharapkan. Karena aku, satu di antara yang tak beruntung itu. #1 in ekskul (16/06/2019) #6 in watty2019 (22/07/2019) #21 in fiction (25/07/2019)