60

402 11 0
                                    

“Pulang, Va?” tanya Geo langsung menghampiri bangkuku begitu bimbel selesai.

Aku mengangguk seraya meraih ransel tanpa minat.

“Mau bareng?” tanya Geo lagi, menawarkan. Aku menggeleng perlahan.

“Gue naik angkot aja, Geo. Makasih.”

Jangan lupa, Va, Geo ini gebetan temanmu. Kalo bertiga bareng Lita sih nggak masalah, tapi aku juga belum tentu mau sih meski bertiga. Tau ah, gelap! Aku sedang tidak mood berbicara dengan siapa-siapa. Aku pamit pada Geo dan melangkah keluar kelas. Geo ikut berjalan di sampingku.

“Kamu gak marah kan Va?” tanya Geo menatapku. “Soal tadi yang aku omongin sama Lita,” lanjutnya.

Aku menggeleng. Sama sekali tidak.

“Santai aja Geo, aku gak mikirin itu kok,” jawabku.

Yang kupikir adalah: Kak Andra kapan jomblonya sih? Tapi kalaupun dia jomblo, so what? Memangnya dia suka sama gue? Huft!

“Yaudah aku ke parkiran ya, kamu hati-hati!” seru Geo tersenyum lalu melambaikan tangan saat berbelok ke arah parkiran.

Aku hanya mengangguk.
Tiba-tiba ponselku berbunyi sejenak. Sebuah sms.

<Kak Aris> pulang bareng mau?

Aku segera mendongak kembali dan melihat sekeliling. Kak Aris sedang berdiri bersandar di salah satu tembok koridor sambil menyulut rokok. Ia melambai sambil tersenyum manis. Tak lama ia berjalan menghampiriku, tepat saat Geo membunyikan klakson motornya begitu akan melintasiku. Matanya melirik Kak Aris yang sudah berdiri di sampingku.

“Ri,” panggil Kak Aris.

Aku menoleh sejenak. Gimana nih? Ikut Kak Aris gak ya?

“Kok bengong? Come on!” ajaknya.

“Maaf Kak, aku mau mampir dulu, jadi Kak Aris duluan aja,” tolakku halus.

“Oh yaudah biar sekalian aku temenin,” katanya lagi.

“Mmm... kapan-kapan aja deh Kak, hehe, ini juga urusan cewek soalnya,” jawabku memaksakan tawa.

Nggak enak sih menolak, apalagi Kak Aris baik padaku selama ini, tapi gimana ya? Aku juga sedang badmood. Gara-gara Kak Andra. Si rese!

“Yakin?”

Aku mengangguk lesu. Maaf ya Kak Aris, tapi sepertinya Lita dan Geo benar. Kak Aris habis berantem. Buktinya di sekitar pipinya tampak sedikit lebam, setelah kuperhatikan. Aku saja yang nggak ngeh kemarin saat melihat Kak Aris.

“Yaudah hati-hati ya Ri, kalo ada apa-apa kabarin aja,” Kak Aris akhirnya pamit. Sebelumnya, ia mengelus puncak kepalaku perlahan.

***

Cinta Datang TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang