28

1K 37 0
                                        

Mau tidak mau, akhirnya aku dan Iran kembali ikut latihan fisik untuk dapat mengikuti kegiatan Outdoor. Kalo nggak, aku dan Iran gugur sebagai calon anggota baru. Tapi aku jadi sedikit bersemangat, ada tambahan peserta lari. Siapa lagi kalau bukan Geo. Eh.... kenapa aku jadi semangat begini ya. Duh.....

"Va... tumben lo larinya cepetan dikit..." tegur Iran. Aku tersenyum.

"Masa gue larinya lambat mulu. Gak berkembang namanya tuh hehehe."

Iran hanya mencibir, lalu berusaha mengimbangi lariku. Sore ini yang lari hanya 11 orang, termasuk aku dan Iran. Yang memimpin lari adalah Kak Faril. Kalo begini sih enak suasananya, nggak ada Kak Andra, jadi nggak ada yang ngomel-ngomel. Ups, kenapa aku justru nggak mengharapkan kehadiran Kak Andra ya?

Tiba-tiba derap langkah kaki seseorang terdengar berlari dan sebentar lagi menghampiriku. Aku menoleh ke samping. Kak Andra! Dia berlari melewatiku setelah menoleh padaku sejenak, dan kemudian menyusul Kak Faril yang berlari di barisan depan.

"Sori telat...." aku mendengar Kak Andra ngomong sama Kak Faril.

"Yoman...." Kak Faril merespon sesaat, lalu fokus lari lagi bersama Kak Andra.

Aku menghela nafas. Kupikir Kak Andra benar-benar nggak datang latihan sore ini.

Latihan fisik kali ini nggak berlangsung seberat saat latihan fisik yang pertama. Kak Andra juga nggak banyak berkomentar. Oh jelas... yang biasanya dia komentari kan aku dan Iran, tapi kali ini kami lumayan bisa berlari walau nggak sampai di barisan paling depan. Setidaknya aku dan Iran nggak lari di barisan terakhir. Kak Faril mengabsen kami sebelum pulang.

Baru saja aku membereskan tas, seseorang berjalan menghampiriku, dan memanggilku.

"Riva..."

Aku menoleh. Kak Ian!
Tiba-tiba saja jantungku jadi berdetak cepat. Itu pertama kalinya Kak Ian menyebut namaku. Kulihat Kak Ian memakai baju kaos biasa, bukan baju basket. Sepertinya hari ini bukan jadwal latihan basketnya. Lalu ngapain dia ke sini?

"Ehmm.... Va, lo mau ngobrol dulu ama Kak Ian? Gue pulang duluan gak papa?" tanya Iran menyadarkan lamunanku.

Eh.... apa Iran bilang? Pulang duluan? Trus gue ditinggal ama Kak Ian?

"Hah? Jangan!" aku menarik lengan Iran, lalu tatapan tajamku mengarah pada Kak Ian.

"Ada perlu apa Kak?" tanyaku tanpa basa-basi. Orang yang udah berbuat jahat emang nggak usah dibasa-basiin kan?

"Mm... aku mau ngomong sesuatu sama kamu, Va.... tapi berdua," jawab Kak Ian.

Berdua, katanya?

"Emang kenapa kalo ada Iran? Gak boleh?" tanyaku lagi-lagi dengan tatapan tak bersahabat.

"Bukannya gak boleh, tapi......"

"Nah berarti Iran gak papa di sini," aku menyengir dan tersenyum menang.
Kak Ian menggaruk perlahan rambutnya, pertanda bingung.

"Va, jangan gitu dong. Lo ngomong aja sana sama Kak Ian. Gue gak bakal pulang kok, gue tungguin di depan kelas aja gimana?" Iran membujukku agar aku mau mendengar omongan Kak Ian.

Cinta Datang TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang