“Va, siap gak lo buat olimpiade lusa? Gue deg-degan nih!” ujar Iran pagi-pagi, di sela-sela waktu menunggu jam pelajaran pertama dimulai.
Aku mengangkat bahu sambil menyisiri rambutku dengan jari tangan.
“Gak tau nih, Ran. Gue malah gak konsen belajar,” sahutku lesu.
Iran menoleh ke arahku dan mengamati wajahku. Sepertinya dia baru ngeh dengan wajahku yang tidak seperti biasanya.
“Eh, kenapa lo Va? Ada masalah?” tanyanya khawatir.
Aku menggeleng. Kegalauan ini juga tidak jelas apa penyebabnya. Disuruh menjauh dari Kak Aris? Ngeliat Kak Andra mojok lagi sama ceweknya? Tau ah, mungkin semuanya bercampur aduk di dalam kepala.
“Oh ya gue baru inget, kemarin kan lo sama Lita dan Geo abis ngobrol serius bertiga. Kalian ngomongin apaan sih, Va?” tanya Iran penasaran.
Aku menggeleng sejenak.
“Nggak penting, sih.”
“Nggak penting tapi diomonginnya kayak gimana gitu. Lo pikir gue gak merhatiin kalian waktu ngobrol, hah? Kenapa sih? Cerita dong, Va!” pintanya makin penasaran. Ckck, nih anak malah maksa.
“Tentang Kak Aris doang,” jawabku malas.
“Ya kenapa dengan Kak Aris?” penasaran Iran makin menjadi-jadi.
Aku hanya mengangkat bahu.
“Yaaaa intinya disuruh jangan dekat-dekat ama Kak Aris, bahaya, soalnya dia kan preman, pernah berantem juga sama anak-anak STM.”
“Tuh kan?” seru Iran, membuatku langsung menoleh menatapnya.
“Sori Va, tapi saran gue ada benarnya kan?” ujar Iran lagi, “Va, gue sobat lo, dan gue gak mungkin menjerumuskan lo. Inget kan saran gue tempo hari, yang nyuruh lo waspada temenan ama Kak Aris?”
Aku mengangguk malas.
“Gue bukan menggurui lo Va, tapi sebagai sobat lo, gue pengen lo hati-hati aja. Sama yang stylenya normal aja belum tentu bener, apalagi kalo udah jelas slengean kayak dia kan? Lo jangan tersinggung ya, Va.”
Aku lagi-lagi mengangguk. Terserah deh, aku sedang malas membahasnya. Jangan sampai kami perang dingin lagi seperti kemarin.
“Eh Va, gue baru inget. Nih ada oleh-oleh buat lo,” Iran mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, dan menyerahkannya kepadaku.
“Apaan nih?” tanyaku tertarik. “Dari siapa?”
“Dari nyokap gue. Abis ke Jepang. Udah buruan disimpen, jatahnya cuman buat lo. Anak-anak yang lain gue kasih cemilan aja nanti.”
“Iiiih baek banget sih!” aku melayangkan ciuman kilat dari jauh sebelum memasukkan oleh-oleh itu ke dalam ransel, sementara Iran hanya bergidik jijik.
“Mending gue dicium Kak Imran,” bisiknya.
Aku menoyor kepalanya.
“Maunyaaaaa...”
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Datang Terlambat
Teen FictionAku ingin menunjukkan padamu, bahwa dalam setiap kisah cinta, tak selalu berakhir seperti yang diharapkan. Karena aku, satu di antara yang tak beruntung itu. #1 in ekskul (16/06/2019) #6 in watty2019 (22/07/2019) #21 in fiction (25/07/2019)