Cute Moment (9) - THE END

4.5K 470 84
                                    

Mia tersenyum tipis meski keadannya yang masih terbilang lemah. Dan itu semua karena anak pertamanya, Gio, yang bahkan bergeming sedikit pun. Yang ia lakukan hanya tidur dalam damai.

Bayi yang selama 9 bulan ia perjuangkan dengan susah payah. Bayi yang lahir ketika usianya bahkan masih terbilang muda.

Sebuah rangkulan hangat Mia rasakan, Kyungsoo pelakunya. Lelaki itu mengikuti arah pandang Mia yang melayangkan tatapannya pada Gio di kasur khusus bayi tak jauh dari posisi mereka. Diam-diam ia juga tak menyangka, bahwa kini statusnya menjadi seorang ayah. Walaupun masih harus belajar banyak.

"Gio akan tumbuh menjadi jagoan kita, kan?" tanya Mia sambil menyandarkan kepalanya pada Kyungsoo. Lelaki itu mengangguk sambil mengusap-usap Mia, memberikan kenyamanan pada istrinya. "Kita masih harus belajar banyak."

"Hmm, aku tahu," jawab Kyungsoo. Keduanya sama-sama terdiam, larut dalam pikiran masing-masing dengan Gio sebagai objeknya. Sampai akhirnya Mia menghela napas, ingin mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya.

"Apa Gio lahir karena cinta?" tanya Mia memainkan ujung rambutnya yang sudah memanjang. "Kau tahu sendiri, pernikahan kita terjadi bukan karena cinta, benar-benar cinta."

"Ya, Gio lahir karena cinta," jawab Kyungsoo pelan. "Dan kau harus yakin akan hal itu."

Mia dan Kyungsoo menerawang. Sama-sama separuh mengingat bagaimana dulu mereka bisa bersama dan menciptakan seorang Do Gio.

"Aku hanya kadang teringat masa lalu ketika melihat Gio. Apakah kita sudah benar-benar pantas menjadi orang tua?" tanya Mia kembali membuka suara. "Hubungan kita dulu saja sangat rumit."

"Pada awalnya," ucap Kyungsoo seakan memotong apa yang sedang Mia katakan. "Pada awalnya memang iya hubungan kita tak jelas. Aku tahu itu, karena aku penyebabnya."

Mia mendongak menatap Kyungsoo lalu menggeleng.

"Hey, jangan bicara begitu."

Kyungsoo tersenyum. Di saat yang bersamaan, ia bahagia karena mempunyai istri yang sangat didambakan para suami, juga anak pertamanya yang baru saja lahir.

"Boleh aku bertanya kenapa kau memilih untuk menikahiku?" tanya Mia menatap lekat mata bulat Kyungsoo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Boleh aku bertanya kenapa kau memilih untuk menikahiku?" tanya Mia menatap lekat mata bulat Kyungsoo. Ia memang sudah bertanya berulang kali, tak terhitung jumlahnya. Tapi setiap ia bertanya, jawaban yang ia dapat seakan tak memuaskan hatinya.

"Jujur saja," Kyungsoo terdiam sebentar, menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan. Seakan pertanyaan itu sangat berat untuk dijawabnya. "Aku dulu tak sempat berpikir jernih. Hanya karena soal hati, semua bisa kacau. Mungkin aku terlalu serius menjalani hubungan dengan wanita itu. Wanita yang menyakiti dan menempatkanku selalu di zona serba salah. Pada zamannya," jelas Kyungsoo sambil mengusap pipi Mia lembut dan penuh kasih sayang. Sedikit kurang enak karena membahas wanita lain di depan wanitanya sendiri.

"Aku lelaki normal. Ketika membutuhkan seseorang, dan kau datang, maka aku menyambutnya. Kau datang dan menjadi wadah rasa kecewaku. Seakan waktu itu, kau adalah orang yang paling mengerti pada masalahku. Dan hanya kau satu-satunya orang yang tahu masalahku," sambungnya lagi sambil mengingat.

"Lalu?"

"Aku tak yakin bagaimana. Sebenarnya, masa itu sama ketika aku harus berpisah dengan cinta pertamaku. Aku tak ingin mengingatnya dan sebisa mungkin untuk tidak mengingatnya. Yang harus aku ingat adalah, pada masa itu, kau melimpahkan rasa nyaman padaku. Perlahan menarikku dari jurang kekecewaan, dan ... entahlah. Aku hanya sudah jatuh pada hatimu," jelasnya seakan menutup pembicaraan.

"Lanjutkan~" rengek Mia.

"Yang jelas, aku hanya ingin minta maaf karena sempat tak mencintaimu."

Mia terdiam. Wanita itu tahu maksud Kyungsoo adalah poin yang mana. Itu adalah masa di mana mereka sudah menjadi lebih dekat, sudah timbul benih cinta, bahkan sudah dalam satu atap. Namun rasa tetaplah rasa. Yang pada awalnya memberi rasa nyaman, memang sangat susah untuk dilepaskan begitu saja.

Begitupun dengan Kyungsoo.

Tak apa, itu dulu.

Walaupun memang kadang Mia enggan membahasnya. Membuka lembaran yang harusnya ia robek saja dari ingatannya.

"Lalu, kau juga tak mau menceritakan kenapa menerima lamaranku begitu saja?" tanya Kyungsoo dan Mia tersenyum kecut. "Ayo jelaskan!"

"Aku bukan fansmu, aku bahkan tak terlalu peduli pada dunia hiburan di Korea ini," jelas Mia membuka suara dan memulai cerita dari sudut pandangnya. "Tapi, satu hal yang harus kau ingat Kyungsoo. Aku juga wanita normal. Aku juga pernah patah hati. Ketika kau menumpahkan semua keluh kesahmu, aku tak terlalu menyadarinya bahwa kita semakin dekat."

"Lalu?"

"Saat kita bertatapan, saat kita saling bersentuhan, saat kita juga tanpa sadar saling melemparkan perhatian. Aku tak yakin, aku hanya berpikir mungkin aku terlalu terbawa perasaan. Aku ... begitu saja suka padamu," jelas Mia sambil tersenyum.

Perlahan tangannya menggenggam tangan Kyungsoo yang masih mengusap pipinya.

"Ini tentang rindu, yang datang dan berlalu bersama waktu. Entah bagaimana caranya ia datang. Jelasnya, saat aku tak bertemu denganmu, ia selalu menghantuiku. Rindu itu memaksa untuk menatap matamu, yang jelas-jelas bukan milikku."

Kyungsoo terenyah sejenak, sedikit tak percaya bahwa Mia bisa sepuitis itu. Walau memang benar itu yang mereka rasakan.

"Apa menurutmu, pernikahan kita bisa dikatakan MBA?" tanya Mia pelan.

"Married by Accident?" tanya Kyungsoo memastikan, dan Mia mengangguk membenarkan. Lelaki itu terdiam sebentar, lalu menggeleng sebagai jawaban.

"Lalu Misunderstanding?" tanya Mia kembali mengundang jawaban yang sama, sebuah gelengan.

"Cinta," jawab Kyungsoo singkat, padat, jelas, dan bermakna. "Cinta ..."

"Hmph," Mia menutup mulutnya. "Aku tidak meledekmu, sungguh. Aku hanya kadang suka geli, itu terasa menyengat," jelas Mia membuat Kyungsoo bingung dengan pilihan katanya.

"Itu bagaikan aliran listrik. Kata itu simple, tapi merambat masuk ke dalam sini."

Mia menunjuk hatinya. Perasaannya.

"Cinta?" tanya Mia dan Kyungsoo mengangguk.

"Hmm?"

"Aku cinta padamu?" tanya Mia sambil menyunggingkan senyumannya. "Kalau aku sih iya ..."

"Aku juga," jawab Kyungsoo mencuri cium dari Mia. Pada keningnya. "Aku mengatakan ini sekali, dan jangan suruh aku mengulanginya lagi suatu saat nanti."

Mia memperbaiki posisinya, bersiap. Seakan apa yang akan Kyungsoo katakan adalah suatu hal yang sangat penting.

"Kita menikah karena cinta. Bukan karena insiden atau sebuah salah paham. Memang benar itu yang mengenalkan kita berdua, tapi bukan itu intinya," jelas Kyungsoo disertai anggukan pelan dari Mia. "Kita menikah karena cinta. This is our destiny."

Mia menghembuskan napasnya pelan yang tanpa sadar tercekat.

"Cause love ..."

Dengan tatapan penuh kelembutan, Kyungsoo mengakhiri gombalannya -menurut Mia-. Wanita itu bisa saja menangis, melihat matanya sudah berkaca-kaca sekarang. Tapi, senyuman di wajahnya terlalu mendominasi, dan di suasana kali ini, Mia sebisa mungkin tak ingin menangis.

Kini, hangus sudah rasa penasaran yang selalu meletup-letup itu. Meluap juga rasa kepuasan atas jawaban Kyungsoo. Kegelisah dan keresahannya pun terbayar sudah.

Kenyataan atau faktanya, mereka menikah bukan karena insiden ataupun soal salah paham.

Tapi cinta ...

Dan Gio adalah buktinya.








Tamat.

MBA or Misunderstanding???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang