Chapter 3

12.6K 496 17
                                    

***


Alva melangkah masuk ke rumahnya, seperti biasa, masih sama. Sepi seperti tak berpenghuni. Matanya tertuju pada dua buah koper yang tergeletak di pintu masuk rumahnya, seorang wanita paruh bayah muncul dengan senyum mengembang di bibirnya menyambut kedatangan Alva.

"Al, Bunda mau ketempat kakak mu, sama ayah. Ayah ada bisnis juga disana, dua minggu aja, kamu dirumah, uang saku kamu udah di transfer ayah." jelas wanita itu dengan nada lembut mendekati Alva yang masih sedikit bingung.

"Dan satu lagi,"

"Jangan telat pulang, jangan kelayapan dan jangan boros, ingat itu." tambah Bundanya memeluk singkat tubuh Alva yang masih diam dan refleks mengangguk.

"Lah, aku di tinggalin mulu." Alva angkat bicara dengan nada kesal. ini bukan pertama kalinya lagi ia ditinggalkan dalam waktu lama.

"Iya kamu kan sekolah, kalau libur emang Bunda tinggalin, enggak kan?

"Mas, ayo cepat, Nanti ketinggalan." teriaknya ke arah kamarnya yang berada dilantai atas. Alva ikut menoleh manyun.

"Oh yah, sop ayam kesukaan kamu di dapur, minta ambilin sama Bik Inah, tadi Bunda masakin enak-enak." tambah Bundanya tersenyum. Alva mengangguk paham menoleh ke arah tangga. Seorang lelaki berumur 40 tahun itu turun, matanya tertuju pada Alva, ia mendekat, lalu menepuk pundak Alva pelan.

"Ayah pergi, hati-hati di rumah, jangan kelayapan, kalau ketahuan Ayah nggak bakalan kasih ampun." ucapnya dengan nada mengancam lalu tersenyum samar.

"Oke, trus Ayah sama Bunda nyuruh Alva ngapain, tidur dan makan doang, udah ditinggal mulu, nggak boleh kemanapun, juga." protes Alva manyun menatap dua orang itu bergantian. Ayah dan Bundanya saling pandang, lalu tersenyum.

"Iya, boleh, tapi jangan pulang malam-malam, kamu kan harus sekolah sayang." sahut Bundanya tersenyum mengelus kepala Alva lembut. Ia juga tidak ingin anaknya kesepian. Tapi bagaimana lagi ia harus bekerja.

"Ayo Bun, ingat pesan ayah." ulang Ayahnya yang kini menarik kedua koper itu berjalan keluar.

"Byeee, anak ganteng Bunda, kalau mau sesuatu telpon Bunda aja." kata Bundanya

"Bik! Titip Alva sama rumah yah." teriaknya pada Bik Inah pengurus rumah mereka yang sudah 10 tahun bersama mereka. Lalu melengang keluar menarik tangan Alva agar mengantarnya ke depan pintu.

"Iya... hati-hati!" Bik Ina keluar dengan langkah cepat sedikit tersenyum mengikuti Alva dan Bundanya keluar Rumah.

***

Setelah Ayah dan Bundanya pergi Alva masuk ke dalam kamarnya, meletakan tasnya di atas meja belajarnya. Kembali sepi seperti hari-hari biasa, bisa dibilang rumah ini hanya untuk Alva dan Bik Inah saja. Kenapa tidak, Bunda dan Ayahnya boleh dihitung hanya beberapa hari saja tinggal dan mesti pergi lagi karena urusan pekerjaan mereka yang super padat, hal itu membuat Alva jadi orang paling haus kasih sayang orang tuanya.

Ayah Alva adalah seorang CEO di sebuah perusahaan dan Bundanya salah satu bendaharanya. Hal itu membuat keduanya tidak ada waktu untuk anak-anak mereka, Tari kakak Alva sendiri dikirim kuliah ke Sydney. Itulah yang membuat Alva tambah kesepian, biasanya dia ditemani Tari dan Bik Inah, sekarang cuma Bik Inah saja, oleh karena itu Alva lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah, kalau tidak di lapangan basket sekolah, yah, di kafe tempat ia dan beberapa temannya berkumpul.

***

Gaby membuka matanya perlahan, merasa terganggu dengan teriakan dan gedoran pintu kamarnya oleh Caca. "Apaan sih, lagi enak-enak tidur juga." gerutunya kesal.

Starlight (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang