Chapter 87

6.3K 301 27
                                    


***

Ujian semester di mulai hari ini. Semua siswa sibuk belajar sebelum ujian di mulai, berbeda dengan Alva, cowok itu malah sibuk main game potong buah di ponselnya.
Setelah merasa puas, ia memasukan ponselnya kedalam saku celananya, melihat teman satu kelasnya yang sibuk dengan buku masing-masing, termasuk Chisa yang duduk di sampingnya.

Kini pandangannya beralih ke Gaby yang berada di bangku nya menatap lurus dengan tatapan kosong. Ia sama sekali tidak konsentrasi untuk ujian hari ini. Semua isi otaknya benar-benar tertuju pada papanya. Ia menggeleng kesal, lalu kembali fokus ke buku di depannya. Ia harus fokus hari ini, ia tidak boleh memikirkan hal itu sekarang.

Alva meraih ponselnya, dan mengetik sebuah pesan. Untuk Gaby.

Gaby meraih ponselnya yang bergetar di saku rok nya. Melihat satu pesan dari nomor Alva. Gaby membuka pesan itu bingung.

Alva : bersaing yuk, kalau nilai lo jelek, harus traktir gue selama satu bulan di Cafe, tapi kalau nilai kita sama, gue beliin lo coklat selama sebulan. Gimana?"

Gaby mengaruk kepalanya menoleh melihat ke arah Alva yang juga menoleh ke arah nya.
Ia sendiri tidak yakin. Kalau nilainya bakal bagus lagi dengan ke adaan seperti ini.

Gaby mulai mengetik pesan balasan untuk Alva.

Gaby: Kalau nilai gue rendah beberapa angka dari lo, gimana?"

Alva membaca pesan itu dengan wajah kesal, ia sudah bisa menebak kalau Gaby mau menyerah.

Alva : Berarti lo udah nyerah sekarang, nggak asyik lo, kalau nilai lo jelek gue bongkar rahasia lo, ke Caca, mampus." balasnya tersenyum. Merasa puas dengan ide jeleknya.

Gaby : sialan lo, iyaaa, gue mau, gue sumpahin mobil lo bocor pas pulang nanti." balasnya menekan tombol kirim sambil menatap cowok itu dengan tatapan kesal. Alva menjulurkan lidahnya, lalu tersenyum puas ke arah Gaby.

Alva : Gaby jutek, doa lo nggak bakal mempan, gue nggak bawa mobil, haha kwkwk" balasnya terkekeh. Gaby membaca pesan itu makin kesal. Dan mengabaikan pesan Alva.

Alva menoleh ke arah cewek itu sekarang fokus ke bukunya. Chisa yang melihat keduanya ikut tersenyum. Ia tahu Alva seperti apa jika bahagia.

"Wah, ada yang lagi pedekate nih." bisiknya ke arah Alva yang langsung menoleh menatap cewek itu bingung.

"siapa? " tanya Alva dengan muka polos ke arah Chisa. tak mengerti.

Chisa menggeleng tersenyum.

"Nggak, tu si Andy sama Cilla." tunjuk nya ke arah Cilla.

"Gue serius Chisa, lo ngomongin siapa? Gue?" tunjuk Alva kesal. Chisa diam beberapa detik, lalu tersenyum.

"Iyaaa, elo, Pedekate sama Gaby." ucapnya refleks membuat Alva terdiam. Ia menatap cewek itu datar. Sedikit merasa tidak enak hati, ia sendiri tidak tahu kenapa ia merasa aneh sendiri.

"Kenapa? Nggak usah natap gue gitu, gue senang kalau lo bahagia kayak gitu." jelasnya tersenyum kembali fokus ke bukunya.

"Habis ini kita perlu bicara." sahut Alva menoleh ke bu Selvi masuk membawa tumpukan lembaran soal dan jawaban di tangannya.

Chisa menoleh menatap Alva bingung.

***

ujian hari pertama berakhir, semua siswa sudah pulang. Hanya tinggal Alva dan Chisa yang masih berada di dalam kelas.

"Kenapa, Al?" tanya Chisa serius ke arah Alva disamping nya. Alva menoleh bingung. Ia lupa mau ngomong apa sama Chisa.

"Soal Gaby, hm, lo nggak usah merasa nggak enak hati sama gue, gue bahagia kalau lo juga bahagia, gue tahu kalau lo suka sama dia, dan gue bersyukur sekarang lo bisa move on dari saudara Gue." ucapnya lirih membuat Alva cukup terdiam. Ia menatap cewek itu datar, rasanya aneh sekali  berbicara soal ini di depan Chisa.

"Lo aja yang begok, dari awal gue masuk gue udah bisa lihat kalo lo emang suka sama dia." lirihnya Lagi. Alva mengigit bibirnya. ia benar tidak tahu harus berkata apa lagi pada cewek itu. Kalau kenyataannya dia memang menyukai Gaby. Alva diam, ia menunduk, detik berikutnya ia mendongak kan kepalanya.

"maafin gue.'' ucap Alva lirih, ia menatap cewek itu datar.
Chisa tersenyum simple, lalu menggeleng.
"Nggak ada yang perlu di maafin, karena itu memang pilihan lo, gyang enang banget Al, Lo udah kayak gini lagi," ucapnya dengan suara datar, lalu berdiri dari tempat duduknya.

"Lo, udah ngomong sama dia, kalo lo suka?" tanya Chisa serius. Alva menggelengkan kepalanya lambat. Ikut berdiri.

"Yah, kok nggak lo bilang sih Al.'' Chisa tampak kecewa menatap cowok itu.

"Gue belum siap, dan ada beberapa kemungkinan yang udah bisa gue tebak kalau dia bakal nolak gue, karena dia juga sama kayak gue, kita sama sama gagal move on." jelasnya membuat alis Chisa terangkat, bingung.

"Begok banget sih, yang penting lu coba dulu." ucapnya kesal. Alva menggeleng lagi.

"Dan Gaby lagi punya banyak masalah, gue nggak mau nambah beban pikiran dia. Cukup bicara sama dia aja gue udah senang banget kok, nggak perlu jadian." ucap Alva membuat Chisa terdiam. Wajahnya berubah drastis, satu kata yang cukup membuat jantung nya terasa lemah, untuk pertama kalinya ia mendengar Alva berbicara seserius itu tentang perasaannya.
Ia sebenarnya juga tidak mau ada orang lain yang menggantikan adiknya di hati Alva, tapi disisi lain ia juga tidak mau melihat sahabat nya menderita seperti itu. Semua juga sangat sulit untuknya.

"jujur, gue merasa nggak enak banget ngomongin Gaby sama lo, itu memang karena Gheisa, yuk, balik." ucapnya menarik Chisa yang masih diam memikirkan ucapan Alva barusan. Yang perlu ia lakukan sekarang adalah memang harus ikhlas kalau hati Alva memang sudah berpindah ke orang lain. Dan cewek itu cukup membuat ia iri.

"Jujur Al, gue juga iri sama Gaby.'' ucapnya refleks membuat Alva menoleh bingung.

"Kenapa?" tanya Alva serius.

"Banyak hal, pertama cantik, dia rajin, pinter dan dia punya sahabat yg baik juga dan walaupun gue nggak dekat ke dia, gue yakin dia cukup baik buat lo." balasnya membuat Alva terdiam sejenak,  mencerna setiap ucapan Chisa.

"Dan sebanyak itu cewek yang ngincar lo disekolah, lo malah sukanya sama cewek yang selalu jauhin lo dan benci sama lo, dan cewek itu juga bikin gue iri dan...jujur gue juga suka sama lo sejak dari SMP." ucapnya membuat Alva melotot kaget ke arah Chisa.

"Tapi karena lo memilih adek gue, jadi gue mau bilang apa, jujur juga waktu adek gue kritis gue mikir bisa gantiin posisi dia di hati lo, tapi kenyataannya gue salah dan gue bodoh, sampai kita ketemu lagi lo masih belum move on dari dia, dan disaat itu gue sadar, kalau adik gue memang berarti banget buat lo, dan soal sekarang, ini memang masalah waktu, gue juga bahagia lo udah move on dan gue juga sedih karena orang yang bikin lo move on itu bukan gue. " jelasnya ke Alva yang masih diam. Ia menatap cowok itu sedikit tersenyum.

"udah jadi sahabat lo aja gue udah senang banget kok. Thank's yah, gue duluan. bye, see u besok." tambah nya beranjak pergi dari harapan Alva yang masih mematung. Ia sendiri heran kenapa banyak sekali cewek yang suka padanya. Bahkan orang-orang itu tak bisa ia tebak dan tak ingin ia sakiti tapi tak sengaja malah ia sakiti. Alva mengigit bibir nya. Ia merasa kesal sendiri. Apa pesona nya sungguh luar biasa. Ia sendiri tidak tahu dan makin kesal setiap mengingat dan mendengar ada saja orang yang suka padanya, padahal ia sendiri tidak punya rasa apa-apa sama orang itu.

***

Starlight (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang