***
Suasana lapangan basket tampak heboh.
Alva melirik kiri kanannya bingung, ia tidak melihat Gaby sejak ia datang ke sekolah tadi.Selain itu ia juga tak melihat Caca untuk tempat bertanya. Padahal pertandingan akan segera di mulai, tapi sosok yang di tunggu nya tak kunjung ia lihat.
"Al, kok bengong, udah mau dimulai nih " ucap Pak Charles menepuk pundak Alva yang langsung menoleh tersadar dari ingatannya. Dengan langkah cepat ia berlari ke tengah lapangan menuju teman-temannya. Matanya masih mengelilingi setiap penonton yang datang disana.
Tapi sosok itu tetap tak ia temukan. Alva meraih ponsel di saku celana nya, ia mengeser layar kunci ponselnya dan mulai mengetik sebuah pesan.
Alva : Hey, Dimana?" pesan itu terkirim dalam hitungan detik. Alva mengigit bibir nya tak sabaran menanti jawaban pesan itu, tak cukup 3 detik ponsel Alva bergetar. Dengan cepat Alva membuka pesan itu.
Gaby : Di perpus, semangat yah, semoga nggak menang.
Alva membaca pesan itu jadi sedikit kesal.Alva : cepat kesini, aku tungguin nih, janjinya." Alva menekan tombol kirim, dan detik berikutnya pesannya kembali di balas.
Gaby : udah otw nih. Fighting yah. 😝
Alva tersenyum membaca pesan itu, tapi senyum itu pudar saat ponselnya sudah berpindah tangan sama pak Charles yang langsung menatap nya marah, lalu menyuruh Alva pemanasan terlebih dahulu. Ponselnya pun sudah di telan oleh saku celana olahraga milik pak Charles.
"Heh, Sorry pak." balasnya tersenyum mulai melompat lompat dan bergabung bersama Rayn dan Baim di tengah lapangan dengan raut muka kecewa karena pesan nggak sempat ia balas.
Pertandingan di mulai, Alva kembali melirik ke arah penonton yang mulai teriak namanya disisi lapangan. Tapi sosok itu juga tidak ada.
Alva mulai frustasi ia jadi tak bersemangat, tapi mengingat janjinya dengan Gaby, jika menang akan di terima. Jika tidak ia bakal di tolak ia kembali semangat. Pertandingan dimulai. Semua penonton bertariak histeris saat Alva mencetak gol pertamanya sambil tersenyum.
Gaby melirik Silang infus yang terpasang sempurna di tangannya frustasi. Bagaimana bisa ia mendadak demam tinggi hendak berangkat sekolah tadi pagi, alhasil dia terjebak di kamarnya nggak di bolehin pergi sekolah padahal ia sudah janji untuk melihat pertandingan basket yang sudah ia tunggu sejak beberapa minggu lalu.
Kesehatannya Kembali menurun sejak kemaren siang, akibat stres ujian di tambah lagi masalah papanya. ia ingat terakhir kali makan di cafe bersama teman-teman nya kemaren. Dan itupun ia cuma makan burger doang.
"Gab, makan dulu." Mama Caca masuk ke kamar Gaby membawa nasi putih, bersama sop ayam dan duduk di depan Gaby.
"Aku bisa sendiri ma." sahutnya saat Mama Caca hendak menyuapi Gaby. Gaby mengambil sendok dari tangan Mama Caca tersenyum dan mulai makan.
Mama Caca tersenyum menempelkan punggung tangannya di kening Gaby.
'Bagus lah, udah nggak panas lagi, mama telpon papa yah." tawar nya langsung membuat Gaby menggeleng cepat.
''Nggak usah Ma, aku kan udah baikan, bikin papa khawatir aja." balasnya tersenyum.
Mama mengangguk ikut tersenyum.
"Habisin yah...nanti mama kasih coklat.'' ucapnya mengelus rambut Gaby lembut.
Mata Gaby membulat saat mendengar kata coklat, lalu mengangguk cepat.
''Oke, janji yah Ma." balasnya tersenyum.
Mama Caca beranjak dari tempat tidur Gaby ikut tersenyum tapi senyum itu pudar saat ia kaluar dari kamar Gaby melihat oma sedang duduk terdiam di ruang keluarga bersama seorang dokter.
"Belum parah, kita masih bisa mencegahnya, usahakan Gaby nggak tahu soal ini. Biar dia tidak khawatir soal kesehatan dia. Dan agar dia tidak kembali stres" ucap Dokter itu menyodorkan beberapa resep obat yang harus Gaby konsumsi ke tangan mama Caca.
''Usahakan semoga diagnosa kali ini salah dok, dia masih terlalu kecil untuk mengidap penyakit sebesar ini." lirih mama Caca Dengan raut muka sedih, tangis oma pecah disamping nya. Dokter itu mengangguk pelan.
"Kami akan kembali mengeceknya. Berdoa semoga tidak seperti yang kita bicarakan." balasnya menepuk pundak Oma lalu berdiri.
Mama ikut berdiri mengantar dokter itu keluar dari rumah dengan langkah gontai, sedangkan oma masih menangis terisak di tempat duduknya. Berharap ia salah dengar, atau dia baru saja mimpi dan segera sadar.
***
Pertandingan baru saja usai dan di menangkan tim basket Alva. Alva tersenyum menyeka keringat di dahinya, matanya kembali berputar mencari sosok itu. Tapi tetap tak ia temukan."Al. Selamat yah." Caca dan Raya datang dari sisi lapangan tersenyum.
"Makasih, si coklat mana, gue nggak lihat." tanyanya cepat.
"Oh, Gaby sakit, dia pingsan tadi pagi di kamarnya." ucap Caca refleks membuat Alva melotot kesal.
"Kenapa nggak bilang dari tadi sih..." balasnya kesal beranjak pergi tanpa memperdulikan beberapa adik kelas yang datang memberi selamat padanya.
"Yah, kan lo nggak nanya, Al, mau kemana. Gaby dirumah." teriak Caca kd arah Alva yang sudah ngacir mengambil baju seragam sekolah nya dan berlari ke arah ruang ganti dengan raut muka kesal plus khawatir.
***
Alva sudah berdiri didepan pintu rumah Gaby saat pak Rahmat membukakan pintu pagar menyuruh Alva langsung masuk. Di depan pintu ia bertemu Mama Caca yang langsung mengantar Alva ke kamar Gaby."Hey, pembohong." Ucap Alva saat melihat Gaby yang sudah tersenyum saat melihat Alva masuk ke kamarnya.
"Sorry, gue nggak tahu bakal gini." balasnya manyun. Alva terdiam. Ia melihat silang infus di tangan Gaby.
"cuma demam kok," jawabnya sebelum Alva bertanya padanya.
" terus, ngapain bohong lagi di perpus segala." balasnya marah, sambil merasakan kening Gaby dengan tangganya dan merasa tidak panas, ia mengacak rambut Gaby tersenyum lega. Tapi masih bingung melihat silang infus itu, cuma demam biasa ia rasa tak perlu di infus segala. Tapi ia segera menepis pikiran Anehnya.
"Itu, biar lo nggak nanya lagi. Gimana." tanya Gaby Penasaran.
"Nggak menang." jawabnya kesal. Lalu tersenyum
"Menang dong, janji nggak di ingkari kan?" tambah Alva serius. Gaby diam beberapa detik, detik berikut nya ia tersenyum mengangguk.
"Thanks Gab." ucap Alva refleks memeluk Gaby erat membuat Gaby membulatkan matanya kaget. Tapi detik berikutnya ia kembali tersenyum ikut memeluk Alva.
"Sorry, aku nggak bawa apa-apa selain cinta kesini." ucapnya refleks membuat Gaby tertawa dan melepaskan pelukan Alva padanya.
"Lebay,.. Lo. " balasnya tersenyum menutup mulutnya agar tidak tertawa karena Alva menatapnya serius. Tapi detik berikutnya.
Alva ikut tersenyum kembali mengacak rambut Gaby.
"Lo, lo, kamu dong Gab." balasnya .
"Cepat sembuh yah, besok aku ajak ke tempat paling kamu suka." balasnya serius. Gaby kembali mengangguk.
"Oke, coklat juga yah." jawabnya. Alva mengangguk tersenyum mengelus pipi Gaby lembut. Gaby cuma diam memegang tangan Alva lalu tersenyum.
"Pasti." balasnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight (Completed)
Teen Fiction"Tahap Revisi" ☺ Ada baiknya follow dulu baru baca. "Gaby, gadis yang menganggap nilai adalah segalanya bagi nya, dan berharap masuk ke kelas terbaik ketika SMA, tapi semua berubah setelah dia masuk ke kelas itu dan ia jadi membenci cowok yang jadi...