Chapter 14

7.8K 398 5
                                    


***
Dijebak.
***


"Gab, kantin yuk." ajak Cilla menarik tangan Gaby yang baru saja memasukan bukunya ke dalam tasnya.

"Lo duluan ajah Cill, gue belum lapar." ucap Gaby tersenyum melepaskan tangan Cilla, Cilla sedikit manyun, mundur dari bangku Gaby. Gaby selalu begitu, menolaknya untuk bersama.

"Sejak di kelas ini, kita nggak pernah bareng lagi, lo nggak asyik Gab." ucap Cilla kesal beranjak pergi dari hadapan Gaby, Gaby menoleh serius, ia merasa bersalah, dan Cilla, dia benar.

"Lo sih, udah jelas dia nggak mau masih aja diajak, nggak capek apa ditolak mulu sama Gaby." ucap Aurel juga ikutan kesal pada Cilla, ia meraih dompetnya dalam saku tasnya, hendak beranjak pergi.

"Iya sih, kita duluan ya Gab, kalau lo berubah pikiran nanti ikut kita." Sahut Cilla lagi dan beranjak pergi, Aurel menoleh serius, ikut beranjak pergi.

Gaby mengangguk sedikit, ia menarik napas berat dan menghembuskan perlahan, dia juga merasa bersalah pada Cilla dan Aurel selalu menolak permintaan temannya itu, tapi mau bagaimana lagi ia harus ke perpustakaan sekolah dan harus mengorbankan jam istirahatnya untuk belajar tambahan. Ini semua gara-gara Alva.

***

Alva mengikuti Chisa keluar dari kantin sekolah mereka, Alva sesekali melihat Chisa serius. Sedikit tak percaya.

"Yakin? Lo cuma mau makan ini sampai jam 4 sore, kita pulang jam 4 lo Sa." tunjuk Alva pada dua bungkus roti isi dan satu minuman kaleng di tangan Chisa, cewek itu mengangguk cepat dan tersenyum.

"Iya Al. Gue mau ke perpus, jadi antar gue dulu, habis itu lo terserah mau kemana." Sahutnya mantap. Alva terpaksa mengangguk, menuruti keinginan Chisa kali ini. Berjalan kearah perpustakaan sekolah mereka. Beberapa kali Alva tersenyum pada siswa siswa yang menyapa dirinya. Hal itu tentu saja membuat Chisa heran.

"Gue nggak nyangka lo sepopuler ini di sekolah." ucap Chisa tak percaya dengan yang baru dilihatnya, dan di kantin tadi juga ketika mereka hendak berbelanja beberapa cewek berebutan untuk duduk bersama Alva di kantin, tapi dengan ramah cowok itu menolaknya, malah si Chisa yang ditatap dengan tatapan tak suka dari orang-orang itu.

"Ah, biasa aja, mereka aja yang berlebihan. Gue bukan artis." sahut Alva tersenyum mengaruk kepalanya yang tak gatal. Ia juga bingung entah sejak kapan ia jadi populer seperti ini padahal ia rasa tidak ada yang menarik di wajahnya, ganteng standar, dan mungkin karena pintarnya, tidak mungkin, sebelumnya juga ada kakak kelasnya yang jauh lebih keran dan pinter dari dirinya. Chisa tersenyum samar. "Alva, Lo ada aja. Tentu saja itu karena lo keren." Jelasnya kembali membuat Alva ikut tersenyum.

"Enggak usah dibahas." Tutupnya malu. Chisa tersenyum mengangguk.

"Oh yah, kalung tadi, dia pasti nyariin, kok belum lo kasih sih, mana tahu itu barang berharga dia." ucap Chisa serius. Menginggat kembali kalung milik Gaby tadi di perpustakaan.

"Oh, iya, gue lupa, habis ini." Jawab Alva menepuk jidatnya. Ia memang lupa.

"Dia pasti di perpustakaan, sekalian aja gue kembaliin ini." sahut Alva mempercepat langkahnya. Chisa mengangguk, mengikutinya.

***

Gaby meletakkan buku matematikanya di atas meja favoritnya di perpustakaan dan mulai mengerjakan beberapa soal yang belum di bahas di buku cetaknya. Ia akan selalu lebih awal mengerjakannya dan membuat ia lebih dulu untuk menjawabnya jika ditanya.

"Gue mau ngomong sama lo." ucap Baim spontan membuat Gaby menghentikan pekerjaannya, ia menoleh pada asal suara. Gaby menaikan alisnya bingung, melihat Baim, Nick, Rio dan Riko berdiri tepat di depannya dengan tatapan aneh. Ada apa dengan orang-orang ini.

"Apaan?" tanya Gaby penasaran.

"Lo bisa keluar. Kita nggak bisa bicara di sini dan menganggu yang lain." Ucap Nick dengan nada tinggi ke arah Gaby. Alis Gaby terangkat, penuh tanda tanya, ia rasa tidak ada masalah. Gaby mengangguk, sedikit tersenyum. Dia bukan orang yang mudah disuruh-suruh seenaknya.

"Kalau gitu nanti aja, gue sibuk." Jawab Gaby kembali ke bukunya, merasa tidak penting.

"Plis deh, jadi cewek jangan belagu banget. lo keluar sendiri apa kita paksa," ucap Riko dengan wajah kesal membuat Gaby menoleh menantap cowok itu melotot. Bingung sendiri. Ia benar-benar tidak paham situasi apa yang terjadi sekarang. Beberapa pengunjung perpustakaan ikut menatap Gaby aneh.

"Oke. Kita bisa bicarain di sini. kalau lo nggak mau keluar." Ucap Baim menatap Gaby dengan tatapan tak kalah marah. Gaby mengangguk mantap. Tidak ada salahnya.

"Jadi cewek jangan sok deh lo, sok belagu, sok hebat gini, dan muka sok polos lo itu gue mual banget liatnya." Jelas Baim dengan nada jutek. Sontak saja Gaby bingung dan berdiri dari tempat duduknya. Ia tidak mengerti apa maksud Baim padanya.

"Maksud lo apaan hina gue gitu?" Jawab Gaby dengan nada tinggi.

"Haa?" Baim tertawa, lalu kembali menatap Gaby melotot.

"Hebat banget yah. Jangan sok akting deh lo, kita tahu kok lo itu pintar, kelas excellent, anak orang kaya, oma lo sering bantu sekolah ini, tapi bisa nggak, jangan sok belagu, jangan sok jadi pahlawan dan nggak ikut campur masalah orang." Jelas Baim dengan nada tinggi membuat Gaby terdiam membeku, ia benar tidak mengerti. Apa yang dimaksud Baim dan temannya pada dirinya. Toh, selama ini dia tidak pernah berbuat salah pada siapapun. Bagaimana bisa cowok ini menyebutnya seperti ini, dan soal pahlawan seperti apa yang dimaksud Baim padanya.

"Maksud lo apaan, sih? Gue nggak ada ikut campur urusan orang." Jawab Gaby kesal merasa ia tidak pernah ikut campur urusan orang lain. Toh, selama ini urusan dia saja tidak pernah usai, bagaimana bisa dia dituduh dengan ikut campur urusan orang pula.

"Masih nggak mau ngaku, lo yang ngaduin kita ke Pak Charles kalau Alva keluar dari tim basket itu gara-gara kita." Jelas Nick membuat Gaby membulatkan matanya tak percaya, masalah Alva? Dia yang mengadukan hal ini? Dia memang tahu tapi ini bukan dia.

"Apa! Gue?" tunjuk Gaby pada dirinya sendiri, masih tak mengerti. Kenapa jadi dia yang disalahkan. Baim tersenyum sinis.

"Masih nggak mau ngaku lo, gara-gara mulut brengsek lo itu, kita di skor dan di keluarin dari tim basket, apa lo puas sekarang, ngancurin kita." Jelas Baim marah. Gaby menggeleng, bagaimana bisa ia jadi disalahkan dalam hal ini.

"Lo lucu deh. Bukan gue dan gue nggak tahu apa-apa soal ini." Jawab Gaby kesal kembali duduk, ia merasa tidak takut, toh bukan salah dia. Dan dia tidak pernah mengadukan hal itu pada Pak Charles atau siapapun itu.

"Lo nggak puas juga sama kayak Dia dengan prestasi yang lo dapet dan malah ngancurin orang lain." Baim menunjuk Alva yang dari tadi berdiri mendengar semua ucapan mereka. Gaby menoleh serius, kaget, melihat Alva yang menatapnya dengan tatapan datar penuh arti. Baim, Nick, Virgo dan Riko menatap Alva dengan tatapan sinis. Keluar dari perpustakaan.

Gaby masih belum percaya dengan apa yang di dengarnya, dan ia sekarang menoleh pada Alva yang berjalan mendekatinya, diikuti Chisa di belakang dengan raut muka kecewa.

"Gue kecewa sama lo Gab, percuma aja gue memohon sampai seratus kali sama lo, tapi ternyata gini hasilnya, gue tahu kok, lo benci banget sama gue, tapi nggak gini juga." Jelas Alva serius. Gaby menggeleng, ia kehabisan kata-kata dan tentu saja ia tak percaya, kenapa Alva bisa ikut percaya dengan ucapan Baim dan lainnya

"Tapi Al, lo percaya kalau gue yang ngaduin mereka?" Gaby menggeleng serius, berharap tidak. Alva tersenyum samar, menatap Gaby serius.

"Lo nggak bisa mikir? Yang ada disana cuma ada kita berdua, dan yang tahu cuma lo doang, gue benar-benar kecewa sama lo Gab." Jelas Alva lagi, dan berjalan meninggalkan Gaby yang masih diam membeku tak percaya. Alva benar, hanya dia yang tahu soal ini, lalu siapa lagi yang mengadu soal ini kalau bukan dia, tentu saja Alva percaya, tapi ini bukan dia, lalu siapa sebenarnya yang tahu dan memberitahu Pak Charles soal ini. Chisa hanya menatap dua orang itu dengan tatapan bingung. Tidak mengerti situasi apa yang sedang terjadi. Ini serius.

"Al, tunggu." Chisa menoleh sekilas ke Gaby yang masih diam membeku memikirkan semua kemungkinan itu, dan ikut berlari mengejar Alva keluar dari perpustakaan.

"Aissst, Sial. Kayaknya gue dijebak." kesal Gaby membereskan bukunya dan berlari ke ruangan Pak Charles. Memastikan kalau bukan dia pelakunya tapi Pak Charles malah sedang pergi keluar kota dan baru saja berangkat sejam yang lalu.

Starlight (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang