Chapter 78

5.9K 282 15
                                    


***

Gaby menoleh ke arah jam tangannya dengan wajah lesuh, pukul 23:10. Gaby mengambil coklat terakhir di dalam tasnya, ia sudah memakan lebih dari 1o bungkus coklat yang ia beli tadi. Buku-buku berserakan di atas meja, bersama kulit coklat, ia bingung kemana ia harus pergi sekarang. Ia sama sekali tidak ingin pulang.

Gaby merebahkan kepalanya diatas buku paket matematika nya, matanya menatap ke arah pintu. Memikirkan kemana ia harus pergi, pergi jauh... Hanya itu yang ia pikirkan sekarang.

Gaby memejamkan matanya perlahan. Ia berharap segera bertemu ibunya.

Ceklek, pintu terbuka, Samar Gaby membuka kembali matanya. Ia melihat Alva berdiri mematung disana.

Alva menarik napas lega, ia masuk, melihat buku-buku Gaby berserakan bersama bungkus coklat di atas meja. Ia mendekat.

Gaby mengangkat kepalanya bingung.

"Kok, lo disini,?" tanya Gaby polos. Akva tersenyum dan duduk bersimpuh di samping Gaby.

"Radar Neptunus..." sahutnya tertawa. Alis Gaby terangkat, ia mengingat salah satu novel yang pernah ia baca. Detik berikutnya ia tersenyum merasa konyol atas jawaban itu.

"cuma kita berdua yang tahu tempat ini.." tambah Alva tersenyum. Gaby diam, ia baru sadar kenapa ia bisa berada disini sekarang. ia tidak punya tempat lain selain di sini.

"Siapa yang nelpon lo, buat nyari gue.?" tanya Gaby serius

"Caca... Dia nelpon gue 10 menit yang lalu, saat semua orang dirumah lo, udah frustasi nyariin dimana lo." ucapnya serius.

"oh,..." jawabnya singkat menatap lurus kedepan.

"Lo nggak apa?" tanya Alva menoleh. Menatap Gaby yang masih memakai seragam sekolah utuh, hanya saja ia sudah melepas sepatu nya.

''Gue baik kok,..." sahut Gaby datar. Sedikit tersenyum.
Alva mengangguk lega, ia melihat ada banyak bungkusan coklat berserakan di atas meja.

"lo, udah makan?" tanya Alva lagi. Gaby cuma diam, tak menjawab, ia memang belum makan sejak tadi siang selain coklat.

''Yah, Gab, ntar lo sakit, kita mau ujian. Yuk pergi.." Alva mengumpulkan buku-bukunya dan memasukan kedalam tas Gaby.

"Yuk, lu butuh makan, gue nggak maksa lo buat pulang kok. " ucapnya membuat Gaby menoleh bingung.

"gue bisa antar, kemana lo mau pergi, asal nggak disini. Tempat ini bagusnya siang aja. Kalau udah malam, ceritanya beda lagi." ucap Alva kini beralih ke sampah coklat Gaby dan memasukan kedalam tong sampah yang berada di dekat Pintu. Setelah itu kembali duduk disamping Gaby. Yang masih diam.

"Tapi, gue minta satu hal, kabari papa lo, dia khawatir Gab, dia juga cuma punya lo, dan lo cuma perlu bicara sama dia, bukan kabur kayak gini. Katakan semua yang lo simpen, katakan gimana pendapat lo." ucapnya serius.

Gaby berusaha mencerna semua ucapan Alva, dan Alva benar. Ia memang harus berbicara kalau ia tidak setuju dengan rencana papa nya. tapi ia tidak mau menyakiti papanya, membuat ia kecewa.

''Ini udah malam banget, yuuk, lo mau kemana, gue kabari Caca yah, biar mereka tahu lo dimana, kasian oma lo, dia pasti khawatir banget." bujuk Alva lagi. Ia dari tadi juga sedang memikirkan hal itu. Sedetik kemudian Gaby meraih sepatunya dan memasang nya.

"Ayolah....." ucapnya berdiri mengambil tasnya dan memangku nya.

Alva menoleh bingung, ikut berdiri.cc

"Kemana... ?" Tanya Alva serius.

"Pulang." jawabnya singkat beranjak ke arah pintu. Alva mengangguk tersenyum. Alva mendekat, berjalan disamping Gaby, ia membuka jaket yang di pake nya dan meletakan di kedua bahu Gaby, Gaby menoleh bingung, matanya membulat. Tak mengerti.

Alva tersenyum, mengacak rambut Gaby.

"Pake ini, diluar dingin, gue juga nggak mau lo sakit " ia menarik paksa tas Gaby dan memasangnya. setelah itu memasang jaketnya pada Gaby, Gaby cuma diam tak berkedip menatap wajah Alva dengan seribu tanda tanya.

"Udah, yuk.." Ajak Alva lagi. Gaby mengangguk tapi tak berjalan. Ia sendiri heran, ternyata ada orang sebaik ini padanya sekarang, bahkan orang itu orang yang selama ini dibenci nya. Gaby teringat semua ucapan Caca, Caca benar Alva jauh lebih baik dari yang ia dengar dan ia pikirkan selama ini, bahkan cowok ini rela menjemput nya selarut ini kesini.

Alva membuka pintu dan menyuruh Gaby keluar. Gaby masih Diam menatap lurus Alva yang berdiri di depan nya. Tak berkedip, ia merasa ada sesuatu yang aneh yang tak ia mengerti.

"Gab..." Ucap Alva serius, ia takut Gaby berubah pikiran. Ingatan Gaby buyar, tanpa ia sadar, ia melangkah pelan ke arah Alva. Mendekat dan tak diduga, ia memeluk cowok itu erat, Gaby tersenyum, ia merasa tidak cukup untuk mengucapkan kata terimakasih saja saat ini, ia melingkari tangannya di pinggang Alva. Ia meletakan kepala nya di dada Alva.

Alva membelalakkan matanya tak percaya, dengan apa yang baru terjadi, detak jantung nya berpacu kencang. Tanpa ia sadar tangannya ikut membalas pelukan itu. Seulas senyum terukir jelas di bibir Alva. Ia sendiri tidak sadar kenapa ia tersenyum.

"Makasih, udah peduli ke gue." ucap Gaby lirih. Alva cuma Diam, ritme jantung nya masih tidak sama. Ia tidak ingin hal ini berakhir cepat.

Satu hal membuat Gaby bertanya kenapa disini' nyaman". Ada sesuatu yang aneh yang tidak bisa ia jelaskan. satu hal yang tak bisa Gaby pahami, ia selalu merasa aneh jika bersama Cowok ini. Mata Gaby mengerjap dua kali. Ia mengigit bibirnya, berusaha tidak berpikir kalau ia sudah jatuh cinta pada cowok ini, satu hal yang ia takutkan. Dengan cepat ia berpikir untuk segera menjauh sebelum ia makin merasa aneh di dekat cowok ini.

Senyum Alva mendadak sirna saat pelukan itu berangsur meregang. Gaby mundur satu langkah, sedikit tersenyum. Merasa bodoh dengan Apa yang ia lakukan barusan.

Saat bersamaan ponsel Alva berbunyi, dengan cepat Alva meraih saku celana yang di pakai nya, nama Caca terpampang jelas di layar ponsel Alva. Gaby bernapas lega, ia tidak perlu merasa canggung lagi, ponsel Alva sudah sangat menyelamatkan nya dari rasa aneh yang cukup membuat ia terlihat aneh, ia akan sangat berterimakasih pada orang yang menelponnya itu.

"Caca, gimana?" tanya Alva serius ke arah Gaby.

"Oh, nggak usah, kan gue udah mau pulang." jawabnya datar beranjak ke arah pintu. Sedikit tersenyum dan Gaby berjanji akan membelikan Caca kue nanti. Karena sudah jadi penyelamatnya. Tak terduga

Alva mengangguk paham, memasukan kembali ponsel itu kedalam saku nya dan mengikuti Gaby keluar.

***

Starlight (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang