***
Bel pulang baru saja berbunyi. Gaby memasukan buku-bukunya kedalam kelas dan beranjak dari bangkunya, menuju pintu kelas, saat bersamaan Caca masuk, sedikit tersenyum ke arah Gaby, ia mau mengajak Gaby pulang bareng. Ia tidak mau diam-diam lagi seperti kemaren.
Gaby ikut tersenyum melihat Caca masuk.
"Gab, lo pulang bareng gue kan? Jangan kek kemaren dong, oma khawatir tahu." ucap Caca manyun ke arah Gaby yang sedang berjalan ke arahnya. Gaby mengangguk tersenyum.
"Yuk, gue pulang dan nggak kemana-mana kok. Kemaren itu gue cuma belajar di cafe. Pengen suasana baru aja." sahutnya melangkah keluar kelas. Di ikuti Caca dari sampingnya.
"Yah, tetap aja Gaby... Oma Sama mama khawatir," sahutnya masih kesal.
"Iya, maaf deh." balas Gaby senyum. Caca mengangguk ikut senyum.
"mampir beli coklat dulu yuk, gue traktir deh." ucapnya merangkul Gaby.
"Serius nih." sahut Gaby cepat. Caca mengangguk tersenyum.
"Maafin gue yah, gue nggak bisa jadi kakak yg baik buat lo, dan gue bodoh banget Gab, gue juga nggak larang lo buat dekat sama Alva kok, cuma gue takut, lo jatuh cinta sama kayak gue ke dia, dan disaat itu...dia malah belum bisa move on dari Gheisa." ucapnya serius. Gaby mengangguk tersenyum.
"Gue tahu kok, gue juga tahu siapa gue. dan gue juga minta maaf, lebih lagi, nggak jadi adik yang baik buat lo, suka nyusahin juga." sahut Gaby manyun. Caca ikut mengangguk tersenyum.
"Apaan sih lo, kapan juga lo bikin gue susah, yang ada gue yang selalu maksa lo buat ikutin kemauan gue." balas Caca serius.
"iyaa, sih, tapi kalau lo nggak maksa gue, gue nggak bakal punya teman," sahut Gaby tertawa.
"Yah juga sih.... kan lo emang nggak bisa punya teman sendiri." jawabnya ikut tertawa.
"Oh yah, gimana kalau kita jalan-jalan habis ujian, kita bujuk oma" usul Caca membuat Gaby mengangguk cepat.
''Boleh, tapi lo yang bujuk yah." usul Gaby juga, Caca mengangguk setuju. Ia bernapas lega.
"Okey, boleh." sahutnya tersenyum merangkul tubuh Gaby masuk kedalam mobil. Pak Rahmat melihat keduanya tersenyum. Merasa lega. Karena keduanya sudah baikan.
"Gitu dong, ini barunya anak bapak." kata pak Rahmat membuat Gaby dan Caca saling pandang, lalu detik berikutnya mereka tertawa bersamaan. Mereka baru sadar ucapan pak Rahmat.
"gue baru sadar, kita memang anak pak Rahmat." ucap Caca membuat Gaby mengangguk sambil tersenyum.
"Iya, lo benar, kita emang anak pak Rahmat, asli." sahutnya.
***
Alva keluar dari mobilnya, ia heran, ia melihat mobil bunda nya terparkir di rumah nya. Tidak seperti biasanya, saat seperti ini bundanya dirumah.
Alva membuka pintu, dan masuk, baru beberapa langkah, bau aroma masakan bundanya tercium jelas disana. Alva mengambil langkah seribu, sambil tersenyum. ia sudah lama tidak mencium bau masakan itu.
"Oh, anak ganteng bunda udah pulang...'' ucap Bundanya tersenyum menyapa Alva masuk ke dapur, Alva tersenyum melangkah masuk, ia bingung, bundanya tidak sendirian disana, bukan Bik Inah juga.
"Al.... Kenalin ini tante Rahma. Dan Tante Rahma ini Alva. dia sama Gaby satu kelas lho tan." Alis Alva terangkat, ia sudah bisa menebak, kalau wanita paruh baya yang di kenalkan bunda padanya, adalah calon ibu baru Gaby. Wanita itu berdiri, menatap Alva tersenyum. Sedikit ragu Alva mendekat.
"Oh, Haloo tan.." sapa Alva menyalami nya.
"Ganteng banget... Kamu satu kelas sama Gaby.." tanya nya.
"Oh, iya, tan.." sahut Alva datar. ia mengambil posisi duduk di sebelah wanita itu. Alva menatap bundanya dengan seribu tanda tanya.
"Hm, ada baiknya kalau kita undang Gaby kesini.." ucap bunda Alva tersenyum. Alva menggaruk kepalanya.
"Alva, tante Rahma ini, calon ibu baru Gaby." tambah bunda nya.
"Tapi sayang, tante belum kenalan sama dia, tante boleh minta tolong Alva. Nggak." ucapnya membuat Alva menoleh bingung.
"Hm, soal Apa tan..." sahutnya datar, lalu beralih pandang ke arah bundanya yang mengangguk tersenyum. Ia sendiri tidak mengerti kenapa bundanya dari tadi senyum mulu.
"Hmmm.... Bawa Gaby ketemu sama tante, sebelum Tante pulang." ucapnya lirih. Alva menelan ludahnya susah payah, ia sendiri tidak tahu harus jawab apa, permintaan yang cukup sulit, ia saja baru berbaikan dengan Gaby hari ini, dan ia tidak mungkin membuat Gaby kembali menjauhinya.
"Engghh...gimana yah tan," jawab Alba ragu, mengaruk kepalanya lagi, lalu menatap bundanya yang sejak tadi mengangguk.
Alva membelalakkan matanya ke arah bundanya, ia butuh penjelasan saat ini."Alva pasti mau kok tan, iya kan sayang..." ucapnya ke arah Alva yang kembali melotot ke bundanya.
"Ehhh...sebenarnya gini tan, aku bisa kasih tahu Gaby, cuma nggak jamin kalau Gaby nya mau, tan, soalnya aku sama Gaby nggak begitu dekat." Alasan Alva. Tante Rahma mengangguk tersenyum.
"Nggak apa, yg penting kamu mau dulu, bantu tante, cukup beritahu Gaby, mau nggak mau itu biasa." jawabnya membuat Alva diam. Ia Melihat orang disampingnya tidak begitu buruk, ia juga sama seperti
Seperti bundanya, berbicara lembut dan raut wajah penuh wibawa, itu hanya dari pandangan Alva saja, ia tidak tahu yang sebenarnya.***
Alva diam duduk di tepi tempat tidurnya, ia masih memikirkan cara untuk membawa Gaby pergi. Dilema. Mau di ajak, ia takut Gaby bakal marah dan nggak di ajak tante Rahma mau berangkat ke Singapura besok senin.'Al, bunda masuk." suara ketukan, hampir serentak dengan suara bundanya di balik pintu.
"Masuk aja, bun." sahutnya cepat. Bunda nya masuk, mendekat dan duduk disamping Alva.
"Bun, kayaknya aku nggak bisa deh." ucapnya dengan nada cepat. Bunda nya menoleh bingung.
"Kenapa? Nggak Kasian lo, tante Rahma udah cape kesini, mau ketemu Gaby, malah nggak bisa." sahut bundanya kesal.
"Iya, bun, tapi kalau Gaby nya marah ke aku gimana." balas Alva manyun.
"Oh, jadi takut Gaby nya marah, kalau marah, biar bunda yang bujuk Gaby. "Sahut bunda tersenyum.
"Eh, nggak bun, maksudnya gini..."Alva mencari cara agar bundanya tidak salah tangkap maksud nya dia.
"Bunda tahu maksudnya..." sela bundanya cepat, Alva menggaruk kepalanya bingung. Mau tidak mau ia harus menuruti semua itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight (Completed)
Teen Fiction"Tahap Revisi" ☺ Ada baiknya follow dulu baru baca. "Gaby, gadis yang menganggap nilai adalah segalanya bagi nya, dan berharap masuk ke kelas terbaik ketika SMA, tapi semua berubah setelah dia masuk ke kelas itu dan ia jadi membenci cowok yang jadi...