Chapter 109

5.7K 232 0
                                    


***

Alva menatap ayahnya yang sedang berdiri di depannya menatap ia dengan tatapan marah.

Bundanya juga sedang berdiri disana. Ia tampak khawatir melihat keduanya.

''Kamu menolaknya, ayah nggak habis pikir, kenapa?" tanyanya serius. Alva masih diam menunduk, ia benar-benar tidak tahu mau berkata apa sekarang. Jujur, Alva belum siap sepenuhnya.
Alva menggigit bibir nya.

"Jawab ayah, kamu mau jadi apa?" tanya ayah nya marah.

''Yah, jangan emosi gitu." tegur bundanya. Alva mengangkat kepala nya mencoba menatap ayahnya serius.

"Setahun aja. Habis itu aku kuliah yah." jawabnya membuat ayahnya menggeleng heran.

"Kamu mau ngapain selama setahun itu, mau jadi gembel?" jawab ayahnya masih marah.

''Aku mau belajar musik, aku mau jadi musisi, aku mau fokus kesana, setelah itu aku bakal kuliah." jawabnya membuat Ayahnya melotot kaget, termasuk bundanya.

"Apa, musisi?" jawabnya tak percaya. Alva mengangguk mantap.

"Iya, aku cuma butuh setahun untuk itu, aku udah belajar seperti kemauan ayah selama ini, selalu juara umum, aku pertahanin itu, tapi aku mohon kali ini ikuti permintaan aku, kali ini aja, aku bosen belajar, aku mau mencoba hal baru." ucapnya serius, Ayah dan bundanya menatap Alva tak berkedip.

''Aku cuma minta setahun, yah, habis itu terserah ayah aku mau kuliah dimana. Tapi ini terserah ayah, aku nggak maksa." tambahnya lagi. Ia menyadarkan tubuh nya di sandaran sofa.

ayahnya masih diam, melihat Alva, ia sendiri tidak tahu menuruti atau menolak keinginnan Alva.

"Jujur yah, selama ini aku nggak pernah minta apa-apa sama ayah bunda, bahkan aku nggak punya keberanian untuk mengatakan pada ayah bunda buat tetap disini sama aku, disaat aku butuh kalian berdua disini, tapi kalian sibuk, aku tahu itu. tapi ya udah lah, aku nggak maksa ayah kok, aku bakal usahain biar masuk universitas andalan ayah." Alva berdiri dari tempat duduknya, mengambil tasnya dan beranjak pergi dengan perasaan kecewa.

Ia melangkah masuk kedalam kamarnya, meletakan tasnya di lantai. dan terduduk disana. Alva memegang kepalanya yang terasa berat. Menekan ujung matanya biar tidak menangis.
Sekuat apa ia mencoba tapi tetap saja air mata itu membasahi pipinya.

Alva menggigit bibirnya kesal. Alva meraih saku celana nya, mengambil ponselnya, menekan tombol 3 di sana. nama Gaby keluar disana, Alva menempelkan benda itu di telinga nya.

Suara tututu terdengar cukup lama dan akhirnya di jawab.

"Hallo, Al." suara Gaby terdengar jelas disana. membuat Alva sedikit tersenyum. Ia menyeka air matanya. Masih tak bersuara.

''Al, Hallo, apa?" Terdengar lagi suara Gaby bertanya.

Alva menarik napasnya berat.

"Hay, nggak ada, kangen aja dengar suara kamu." jawabnya tersenyum berdiri dari tempat duduknya.

"Aissst, kirain ngapain," jawab Gaby jutek. Alva refleks tersenyum.

"Kamu ngapain?" tanya Alva lagi.

"Oh, lagi beresin buku, Al serius nih lagi nggak apa. suara kamu beda, kayak habis nangis "jujurnya membua Alva tertawa.

"Enggak, kenapa juga nangis sih Gab." jawabnya bohong.

"Serius nih, kok aku mikirnya nggak gitu yah, kamu habis dimarahin yah." tanya Gaby lagi

"Enggak, apa sih Gab." jawab Alva lagi

"Ya udah aku mau mandi dulu, nanti aku telpon balik, selamat liburan yah." ucap Alva serius.

"Sip kamu juga." jawab Gaby serius.

"Oke..aku tutup." ucap Alva lagi.

"Al, tunggu..." Alva meletakan kembali benda itu ke telinganya.

"Yah, apaan." tanya Alva serius.

"Ajarin gue piano sama basket lo mau." ucapnya refleks membuat Alva mengangguk. Ia tersenyum.

"Sip besok pagi kita latihan basket dulu, malam kita latihan Paino, gimana. " jawab Alva serius. Gaby mengangguk tersenyum.

"Thank's Al, see you ya." jawabnya.

"Sip, bye coklat." jawab Alva ikut senyum. alva meletakan ponselnya di atas tempat tidurnya dan beranjak ke kamar mandi.
***
Gaby sedang membaca buku di halaman belakang rumahnya.

"Gab, ada yang mau ketemu lo." suara Caca membuyarkan konsentrasi Gaby, ia melirik ke arah Caca dari arah pintu.

''Siapa?" tanya Gaby datar, melihat Chisa masuk.

"Teman sekelas lo, gue mau main sama Helen, kalau mau pergi tutup pintu yah. Bye." ucap Caca beranjak pergi meninggalkan Chisa dan Gaby yang mendadak saling diam.

'Hey, duduk yok. Lo mau minum apa?" tanya Gaby serius menyuruh Chisa untuk duduk disampingnya.

'Oh, nggak usah Gab, gue nggak haus.' jawabnya serius. Gaby mengangguk serius.

''Rumah lo gede juga, tapi kok sepi?" tanya Chisa bingung.

''Oh, pada pergi semua."jawab Gaby singkat.

''Oh, nggak liburan lo." tanya Chisa lagi. Gaby kembali menggeleng.

"Enggak, papa masih sibuk." jawabnya sedikit tersenyum.

'Oh gitu, sorry yah gue gangguin lo. Soalnya ini penting banget.' ucap Chisa membuat Alis Gaby terangkat bingung.

"Soal, Apa yah?" tanya Gaby terbata. Chisa menarik napasnya perlahan.

"Soal Alva, dia udah ngasih tahu lo, belom?" tanya Chisa serius.

''Ngasih tahu soal Apa? Dia nggak ngasih tahu gue masalah penting.' jawab Gaby serius.

'Ini soal beasiswa Alva, gue minta maaf sebelumnya, bukan mau rusak hubungan lo berdua, tapi gue cuma kasian ke Alva nya, diamarahin ayahnya." jawabnya lagi. Alis Gaby terangkat tak mengerti.

'Soal beasiswa maksudnya? gue nggak ngerti " jawab Gaby makin bingung.

''Gini, Alva nolak beasiswa yang di ajukan sekolah buat dia, dia bilang dia nggak butuh itu, gue nggak tahu dia mau ngapain pas lulus, dia nggak ngasih tahu gue sebelum ngasih tahu lo, katanya." jujur Chisa lagi. Mata Gaby membulat tak percaya.

"Gue cuma heran aja, dia nolak beasiswa itu ada hubungannya sama lo atau nggak, karena gue tahu Alva itu cita-cita dia dari dulu itu jadi Professor, jadi nggak mungkin dia nolak tanpa alasan yang jelas sampai dimarahin ayahnya."jelasnya membuat Gaby terdiam,

"Gue nggak tahu pasti, gue cuma berharap lo bisa bujuk dia buat ambil itu, walaupun sebenarnya lo juga butuh itu." jawabnya lagi. Gaby mengangguk sedikit tersenyum.

"Thank's infonya, gue nggak tahu apa-apa soal ini." jawab Gaby serius.

"Dan satu lagi Gaby..." Gaby menatap Chisa bingung.

"Dia...sayang banget ke lo, jadi gue mohon jangan tinggalin dia, lo tahu kalau dia udah sayang sama orang itu, dia bakal dengarin ucapan orang itu, jadi gue yakin dia bakal dengarin omongan lu kalau dia benar sayang sama Lo Gab." jelasnya serius. Gaby diam kembali mengangguk.

"Sorry, gue nggak maksud ngerusak hubungan lo berdua, cuma aja gue nggak suka kalau pintarnya Alva sia-sia. Gue yakin lo juga gitu." tambahnya berdiri.

"Gue cuma mau ngomong itu, gue pamit dulu. malam Gaby." ucapnya beranjak pergi. Gaby berdiri ikut mengantar Chisa ke arah pintu pagar. Cewek itu menghilang. Gaby masuk dengan langkah gontai menuju kamarnya. Perasaan kacau dan merasa bodoh, ia baru sadar kalau Alva waktu itu baru saja di pukul ayah nya dan soal dia nelpon tadi sore, itu juga ada hubungannya sama hal ini.

***

Starlight (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang