Chapter 20

7.3K 371 1
                                    

***
Selamat membaca
***

Chisa menatap Alva yang dari tadi diam, gadis itu ikutan diam duduk di bangku di samping Alva.

"Al? Kok diam aja, sih?" tanya Chisa bingung, mengoyang tubuh Alva, Alva menoleh, sedikit tersenyum, dan berdiri.

"Jangan ikutin gue,"

"Gue butuh sendiri." Ucapnya beranjak pergi dari hadapan Chisa, alis Chisa terangkat, ia berdiri dan mengejar Alva keluar dari kelas.

"Al? kenapa?" Chisa merasa tak terima, ia masih mengikuti Alva keluar dari kelas mereka.

"Karena ucapan Aurel kemaren lo, jadi gini?" ucap Chisa membuat Alva bingung. Kenapa banyak sekali orang yang tahu tentang dirinya. Alva menghela napasnya dan menatap Chisa datar.

"Iya, makanya lo," Alva menghentikan ucapannya, ia mengigit bibirnya kuat, ia semakin kesal melihat Chisa di depannya.

"Maka dari itu, jauh aja dari gue, semakin sering lo sama gue, semakin sulit gue buat lupa sama Gheisa, sejak lo datang kesini, gue makin nggak bisa ilangin dia dari ingatan gue, karena lo tahu sendiri jawabannya." Jelas Alva dengan nada kesal, beranjak pergi meninggalkan Chisa yang kini terdiam membeku. Ia menyulitkan Alva.

Ia kembali duduk di bangkunya, ucapan Alva masih mengiang di telinganya, merasa bodoh, ia baru menyadarinya. Alva menjauhinya, tak memberi kabar padanya, Alva lari dari rumah lama dan masuk sekolah baru, itu karena ia ingin hilang, dan jika masih melihat Chisa itu sama saja dia lagi memandang wajah Gheisa. Karena mereka kembar. Chisa terduduk lemas, betapa bodohnya ia untuk memutuskan masuk ke sekolah ini dan membuat ketenangan Alva terusik kembali. Chisa baru menyadarinya sekarang.
***

Gaby menatap Alva bingung, tak biasanya. Alva sekarang sedang duduk di depannya di dalam perpustakaan.

"Kenapa lo? Sakit?" tanya Gaby heran, ia sama sekali tak bersemangat.

"Sakit hati," jawabnya sedikit tersenyum, mengeluarkan coklat dari dalam saku celananya.

"Sorry, gue nggak bakalan ngasih lo, gue lagi streess, dan mau cabut." Ucapnya membuat Gaby tertawa. Mengangguk mantap. Itu memang ide kreatif dan berharap semoga saja segera berlaku.

"Bagus, cabut aja, entar tas lo gue bawain pulang." Balas Gaby menganggukkan kepalanya. Ia mendukung
Alva sepenuhnya.

"Enak di elo dong, ntar nilai gue rendah dan lo makin naik, tapi kalau kita berdua cabut nggak apa-apa," ucapnya tersenyum sambil mengedipkan matanya ke arah Gaby, alis Gaby terangkat, ia memajukan mulutnya manyun. Tidak mungkin ia ikut cabut sama cowok yang paling dibencinya itu. Alva membuka coklat itu dan mulai memakannya.

"Lo, mau ngajak gue cabut?"

"Wah, hebat." Gaby bertepuk tangan, dan Alva mengangguk mantap, jika Gaby mau tidak ada salahnya. Gaby tersenyum sinis, mana mungkin ia cabut dari sekolah, bisa saja nanti nilainya turun dan reputasinya jadi jelek, setelah itu dimarahin oma sampai di rumah. Itu tidak mungkin terjadi. Memikirkannya saja membuat gaby bergidik ngeri, bagaimana kalau benaran terjadi.

"Iya. Soalnya kalau gue cabut sendirian, nilai gue doang yang jelek, mending berdua, gue yakin, sejak jaman TK lo nggak pernah cabut, kan?" tebak Alva memasukan satu potongan coklat ke mulutnya.

Starlight (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang