***
"Oh, yah! Lo suka bintang." tanya Alva membuat Gaby yang tadi fokus ke es krim nya langsung menoleh bingung.
"Kok, lo tahu?" tanya Gaby meletakkan sendok es krim nya menatap Alva yang kini diam melihat ekspresi wajah Gaby berubah drastis.
"Gue, lihat dikamar lo kemaren, dan kalung lo juga liontinnya bintang." ucapnya datar, tidak tahu kenapa Alva sangat ingin tahu dengan hal itu.
"Oh.., mama gue dulunya suka ngajakin gue setiap malam lihatin bintang gitu, mama tu senang banget sama bintang, jadi dia merancang kamar gue dengan bintang gitu. Gue cuma bawa yang ada di rumah lama ke rumah oma dan nggak pernah tambahin lagi." jawab Gaby datar, ia kembali memakan es krimnya. Alva menggaruk kepalanya kesal. Ia baru sadar kalau ia sudah mengingatkan Gaby sama mamanya.
"Sorry, gue nggak bermaksud buat ingatin lo ke mama lo!" ucap Alva dengan raut muka bersalah. Gaby menggeleng tersenyum.
"Nggak apa-apa, biasa aja." jawab Gaby tersenyum.
"Gue sih nggak begitu suka sama bintang, tapi gue tarok disana biar ingat mama selalu, sejak mama meninggal gue benci banget sama bintang, tapi gue coba buat nggak membencinya." jelas Gaby lagi. Alva diam ia menatap Gaby datar."Pasti lo, sedih banget yah, kehilangan mama lo waktu itu." tanya Alva serius, Gaby menoleh dan mengangguk.
"Banget..."
"Makanya gue mau cabut dari pada nyesek disekolah sendirian sampai malam, makasih yah?" ucap Gaby sedikit tersenyum. Alva mengangguk ikut tersenyum."Waktu itu gue sedih banget, nggak bisa gue jelasin dengan kata-kata, gue nggak nyangka mama bakal ninggalin gue secepat itu, awalnya gue kira dia cuma minum vitamin selama 2 tahun terakhir." Gaby menarik napas berat, dan menghembuskan perlahan, menatap lurus kedepannya. Ia sedikit menunduk, Alva menatap cewek itu datar, menunggu kelanjutan ceritanya.
"Karena gue begok nggak tahu apa-apa, tapi ternyata jantung mama udah parah banget, dia pura-pura tegar didepan gue, dia tahu gue bakal nangis juga kalau dia nangis dan begok nya gue, gue maksa dia untuk buat kue ulang tahun buat gue disaat dia lagi sakit parah seperti itu, karena gue nggak tahu dia sakit." Gaby menyeka air mata yang hendak turun di pipi nya cepat.
"Dan sampai sekarang gue masih nyesal sama kejadian itu." ucapnya lirih. Alva meraih tisu di depannya dan menyodorkan nya ke arah Gaby, Gaby mengambilnya sedikit tersenyum.
"Sorry, gue malah bikin lo nangis." ucap Alva lagi-lagi merasa bersalah.
"Nggak apa juga, gue nggak pernah cerita sebelumnya sama siapapun, karena lo nemuin kalung gue, jadi gue ceritain aja, itu kalung mama bukan kalung gue, dia kasih terakhir kali pas gue ultah itu, dia bilang kalung itu mahal dan cuma ada satu di Indonesia, dia suruh gue simpan itu dan suruh gue jual cuma pas kesulitan, waktu itu gue tertawa dan gue bilang mama bohong, dia bilang serius waktu itu, tapi gue malah tertawa. dia nggak ngasih apa-apa selain kalung itu ke gue terakhir kalinya. Dan malam itu gue nggak tahu lagi, gue udah temuin mama jatuh di kamarnya, dia belum meninggal waktu itu, dia masih bisa ngomong ke gue, masih bisa tersenyum dan 2 jam kemudian gue di suruh keluar, mama harus dapat donor jantung secepatnya tapi papa belum nemuin, dokter bilang kalau mama nggak boleh capek, dan gue waktu itu dokter sibuk banget dan papa cuma natap gue diam dan kabarin mama udah nggak ada. Gue nggak nyangka aja, kenapa bisa secepat itu padahal dia bilang ingin lihat gue juara umum setiap semesternya dan dia mau gue kuliah di Oxford dan jadi dokter." jelas Gaby lagi, ia kembali tersenyum melihat ke arah Alva yang sedari tadi diam, ia kehabisan kata-kata.
"Waktu itu gue sedih banget, gue udah kayak mayat hidup. Sebutir nasi nggak bisa masuk dalam tubuh gue. Gue di infus selama 2 bulan dirumah oma, gue nggak ngomong apa-apa cuma diam dan gue nggak bisa nangis lagi, gue nggak ke sekolah lagi, tapi papa selalu datang ke sekolah gue buat kasih tahu gue bakal ke sekolah. Dan lucu nya pihak sekolah nggak keberatan gue libur, soalnya gue murid terpandai disana, jadi kepsek bilang gue nggak belajar nilai gue juga bakal bagus aja. Setelah di bujuk oma dan papa, mereka juga nyuruh caca buat tinggal bareng gue, biar gue nggak kesepian. Jadi sampai sekarang Caca pisah sama mama nya itu juga karena gue, padahal dia suka ngaduin gue ke oma dia nggak ke bantu sama sekali. Soalnya gue suka pecahin alat-alat oma dirumah dan mulut ember nya itu harus gue bayar mahal." ucap Gaby tertawa. Gaby tersenyum mengingat semua kekacaun yang dibuat Caca padanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight (Completed)
Teen Fiction"Tahap Revisi" ☺ Ada baiknya follow dulu baru baca. "Gaby, gadis yang menganggap nilai adalah segalanya bagi nya, dan berharap masuk ke kelas terbaik ketika SMA, tapi semua berubah setelah dia masuk ke kelas itu dan ia jadi membenci cowok yang jadi...