***
Caca menatap Gaby dengan tatapan tak percaya. Ia masih tak percaya dengan cerita Gaby, yang mengatakan kalau ia baru saja dari rumah Alva, dan menceritakan semuanya dari awal ia masuk dan bertemu Alva disana, tanpa koma, tanpa jeda.
"Omegat...serius, jadi rumahnya, cantik nggak?" tanya Caca makin penasaran.
"Cantik banget, ibunya, ayahnya juga ramah banget, ibunya baik dan cantik. " ucap Gaby tersenyum. Caca masih tak percaya, ia benar-benar iri, andai saja ia yang tadi kesana, kenal ibunya Alva, pasti habis ini dia nggak bakalan tidur lagi.
"Yah, gue iri sama lo untuk pertama kalinya" ucap Caca tersenyum duduk diatas tempat tidur Gaby. Alis Gaby terangkat. Ia sedikit heran mendengar kata iri yang dilontarkan Caca padanya.
"Iri...soal apanya?" tanya Gaby ikut duduk disamping Caca, ia baru saja mengganti baju dengan baju kaos putih dan celana pendek, siap tidur.
"soal, kenal ibunya, dan kerumahnya," jawab Caca kembali tersenyum.
"Ooh, biasa aja, nanti kan lo bisa minta bawa ke Alva. kan kalian cukup dekat" ucap Gaby serius.
"Dekat sih, tapi Tetap aja nggak ada yang bisa dekatin hati Alva. Sama dia mah dekat aja, tapi sama hati dia jauh banget, gue heran kenapa Alva segitu cinta matinya dia sama Cewek itu, gue benar iri sama itu cewek" ucap Caca serius, ia melihat Gaby terdiam, tak berkomentar, ia jadi ingat ucapan Alva tadi di kamar nya. Dia lupa Gheissa sejak sama dia. Tapi dengan cepat Gaby membuang ingatan itu, ia tidak mau mengingat hal yang belum pasti.
"Kenapa? Lo iri juga? Udah ngerasain baik nya Alva.'' ucap Caca menyadari Gaby, Gaby menggeleng cepat.
"Udah, nggak usah bahas Alva lagi, gue mau tidur" Ucap Gaby mengusir Caca dari kamarnya.
"Aissst, orang baru mau curhat juga, udah disuruh pergi" kesal Caca beranjak dari tempat tidur Gaby dengan muka kesal."Kalau mau curhat soal Alva, lo salah orang, ngapain juga lo suka sama adek kelas sendiri, dasar aneh" kata Gaby mengambil boneka kesayangan nya dan mulai mengambil posisi tidur.
"Itu karena Alva beda, dia lebih dewasa dari umurnya, lo belum ngerti juga dia kayak apa" balasnya kesal pergi dari kamar Gaby.
Gaby menggeleng bingung, ia tak mengerti kenapa banyak sekali orang yang suka sama cowok yang satu itu. Oke karena dia baik, ganteng, Gaby mengakuinya.
***
Sepulang sekolah siang itu, Gaby mendekati Caca yang sedang menunggunya di depan mobil, dan siap pulang."Kok, lama banget sih, ayo pulang?" ucap Caca Kesal melihat Gaby dan hendak masuk ke dalam mobil.
"Lo, pulang duluan yah, gue ada janji Sama Alva,"ucapnya serius. caca menoleh bingung.
"Sama Alva...? Ngapain?" Tanya Caca penasaran. Gaby mengaruk kepalanya ia terpaksa berbohong, ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada cewek itu.
"Ketoko buku, jadi nanti gue minta antar ke dia juga." Bohong Gaby. Caca tampak mengerti dan mengangguk.
"Nanti kalau, nggak ada yang antar, telpon bapak ya." ucap Pak Rahmat dari dalam mobil. Gaby mengangguk serius.
"Iya, jangan pulang lama-lama" sahut Caca juga. Gaby kembali mengangguk dan pamit pergi.
Berjalan ke arah parkiran sekolah tempat mobil Alva terpakir. Tadi Alva minta pada Gaby untuk menunggunya di dekat mobilnya, ia mau ketemu sama pak Charles dulu. Ada urusan mendadak.
Gaby berdiri di tembok pembatas antara kelas 10 sama parkiran, hanya tinggal beberapa kendaraan roda 4 disana, sekolah juga sudah tampak sepi.
"Hey...!
" yuk...cabut" ucap Alva spontan membuat Gaby kaget, Alva tersenyum, menarik tangan Gaby ke arah mobilnya.
"Lo, mau bikin gue jantungan?" protes Gaby kesal."Sorry, lo kaget, melamun?" sahut Alva membuka pintu mobilnya dan menyuruh Gaby masuk.
Gaby masuk sedikit kesal."Nggak, gue cuma mikir apa yg mesti gue kasih sama tu cewek ember" jawabnya bingung. Alva tersenyum, ikut masuk ke dalam mobilnya.
"Pikirin dulu, gue coba bantu juga, tapi nggak jamin sih, bakal dapat kado yang bagus." balas Alva datar. Gaby mengangguk paham, ia juga tak mungkin mengharapkan bantuan Alva mulu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight (Completed)
Teen Fiction"Tahap Revisi" ☺ Ada baiknya follow dulu baru baca. "Gaby, gadis yang menganggap nilai adalah segalanya bagi nya, dan berharap masuk ke kelas terbaik ketika SMA, tapi semua berubah setelah dia masuk ke kelas itu dan ia jadi membenci cowok yang jadi...