Chapter 89

6.1K 278 4
                                    

***

Alva baru saja sampai Ke sekolah dan memakir mobilnya di tempat biasa, ia keluar dari mobilnya, sedikit heran melihat Caca sedang berlari ke arahnya.

"Al, pulang sekolah nanti lo ada acara nggak." ucapnya refleks membuat Alva mengeleng, karena ia memang tidak punya rencana selain pulang kerumah.

"Kenapa?" balasnya datar mengambil tasnya di kursi belakang mobilnya dan memakainya.

"Gue ada yang mau omongin ke lo, habis pulang sekolah nanti gue tunggu disini." jawabnya tersenyum.

Alva menutup pintu mobilnya menatap Caca dengan tanda tanya.

"Ok, sip, gue cabut dulu, mau ke pak Charles dulu soalnya." balas Alva mengangguk pergi dari hadapan Caca.

Caca menarik napas lalu menghembuskan nya perlahan, pergi berlalu ke arah kelasnya.

***
Gaby keluar dari dalam perpustakaan sekolah, ia baru Aja mengembalikan buku yang ia pinjam minggu lalu.

"Woy...."Alva menarik rambut Gaby refleks membuat cewek itu menoleh kesal ke arah Alva.

"Al, sakit tahu." balasnya jutek. Alva tersenyum mendekat, mengacak rambut Gaby tersenyum. Gaby kembali memasang muka jutek merapikan kembali rambutnya.

"mau, Coklat." tawar Alva mengeluarkan satu buah coklat dari dalam saku celananya sedikit tersenyum.

"Mau, tapi jangan acak rambut gue dong, nggak lihat lo ini udah rapi," balasnya kesal hendak meraih coklat di tangan Alva, tapi dengan cepat Alva mengangkat tinggi tinggi coklat itu sedikit tersenyum.

"Nggak mau ya udah" balas Gaby kesal beranjak pergi. Alva tersenyum mengejarnya.

''Ngambek nih.." ucap Alva meletakan coklat itu di atas kepala Gaby tersenyum.

"Ngeselin banget sih," sahut Gaby mengambil coklat itu masih kesal.

"maaf deh," balasnya kembali mengacak rambut Gaby membuat Gaby kembali menatap Alva kesal.

"Al, rambut gue." balas Gaby makin kesal. Alva tersenyum menjauhkan tangan nya dari rambut Gaby.

"Al, habis pulang sekolah lo kemana?" tanya Gaby serius. Alva menggaruk kepalanya. Ia sudah punya janji sama Caca.

"Hm, kenapa, gue ada janji sama Caca." jawabnya jujur Membuat Gaby refleks menoleh bingung.

"Oh, nggak ada sih, Cuma mau nanya aja."jawabnya beranjak pergi dari hadapan Alva. Ia rencananya ingin mengajak Alva ke Cafe kemaren. Alva menatap Gaby datar.

'" nggak nanya lo kita kemana?'' tanya Alva reflek membuat Gaby menggeleng.

'Kenapa harus, kan bukan urusan gue.'' balasnya beranjak pergi sedikit tersenyum meninggalkan Alva yang mendadak diam. Ia baru tahu cewek ini nggak cuma jutek tapi juga cuek. Padahal ia berharap kalau Gaby bertanya padanya.

"Hey, kok bengong, udah masuk, yuk pergi." Ajak Gaby mendorong Alva agar berjalan.
Alva menoleh ke belakang melihat Gaby berjalan di belakangnya sambil menunduk. ia sedang memikirkan apa yang sedang Alva dan Caca rencanakan.

Alva sudah tahu Gaby sedang memikirkan sesuatu jika berjalan menunduk seperti itu, ia tidak akan ingat kalau ia sedang berjalan. Alva menghentikan langkah nya, berdiri tepat di depan Gaby, sedikit tersenyum. Ia menunggu Gaby menabraknya.

Bruukk.
Benar saja. Alva tersenyum.

Gaby kaget, ia memegang keningnya yang terbentur di dada Alva, sambil mengigit bibir Nya kesal, ia menatap Alva yang sedari tadi tersenyum menantinya disana.

"Menghayal lagi?." ucapnya refleks membuat Gaby hendak mundur dari tempat berdiri nya, tapi dengan cepat Alva menarik tangan Gaby agar tak menjauh. Gaby kaget dan berusaha melepaskan pegangan Alva padanya.

"Enggak, Lo mau ngapain, lepasin." ucapnya datar.

''Jawab dulu, lo mikir apa, kalau nggak gue cium ni." ucapnya membuat Gaby melotot kesal.

"Omg, lo aneh amat, nggak ada..kenapa juga lo kepo amat sama yang gue pikirin, jauh nggak." balasnya jutek mendorong Alva dari nya. Alva tersenyum, ia makin suka melihat wajah jutek Gaby.

"Nggak bisa, jawab dulu, lo mikir Apa? Kalau nggak lo kasih tahu, kita Nggak usah masuk tetap kayak gini." Alva tetap memegang tangan Gaby dengan kedua tangan nya, menahan Gaby agar tidak jauh darinya. Gaby menatap Alva makin kesal.

Ia melirik kiri kanannya, sepi sudah tak ada orang kecuali ia dan Alva. Maklum saja kalau ujian seperti ini tidak ada yang Berani berkeliaran di luar kelas, mereka lebih baik belajar didalam kelas daripada main.

"Alva kurang ganteng, gue nggak mikir apa-apa, ini udah masuk, ngapain juga lo nahan gue disini, yuk pergi, jangan aneh-aneh deh lo." Balasnya berusaha membujuk Alva, ia tidak mungkin mengatakan Kalau ia penasaran kemana Alva dan Caca pergi.

"Bohong, jujur dong Gab, kalau nggak benarin gue cium ni." ucapnya tersenyum mendekatkan wajahnya ke wajah Gaby. Mendadak Gaby terdiam, ia menggeleng pelan. Ia benar tak mengerti isi kepala cowok didepan nya.

"Oh tuhan, jangan aneh-aneh deh, lo, menjauh, gue mau masuk, kita ujian. Ilang ingatan lo?" balasnya jutek.

"Apa salahnya lo ngasih tahu itu doang, berarti benaran gue cium ni." Alva makin mendekatkan wajahnya ke arah Gaby, Gaby makin melotot, wajah Alva tinggal beberapa centi lagi hingga menyentuh pipinya. Ia tidak punya pilihan lain kecuali memberitahu Alva.

"Okey, sialan, gue kasih tahu." jawabnya refleks membuat Alva memundurkan wajahnya sedikit dari wajah Gaby. Lalu tersenyum. Menatap wajah Gaby yang memang tampak kesal.

"Okey, Apa?" tanya Alva pelan, ia menatap Gaby dalam-dalam.

"lo sama Caca mau kemana?"ucapnya jujur membuat Alva tersenyum.

"Oh, mau jalan, itu doang, masak nggak mau kasih tahu sih Gab." jawabnya tersenyum.

"Aissst, ya udah jauh lo, gue mau masuk nih." balasnya kesal. Alva tersenyum masih di posisinya.

''Kenapa? lo cemburu?" jawabnya refleks membuat Gaby menggeleng cepat.

"Enggak, bodoh amat terserah lo mau kemana." balas nya.

"Oh iya, jujur aja kenapa?" Alva kembali mendekatkan wajahnya ke wajah Gaby. Mendadak Gaby tersenyum.

"Gue malah senang kalau lo jalan sama dia, dia kan suka banget sama lo, jadi pasti dia suka banget." jawabnya refleks membuat Alva mundur. Tangannya spontan melepaskan tangan Gaby. Matanya melotot ke arah Gaby tak percaya.

"Yuk kita udah telat 10 menit." Tambahnya sambil menunjuk ke jam yang melingkar ditangan nya. Lalu beranjak pergi meninggalkan Alva yang terdiam membeku, ucapan Gaby seolah merubahnya menjadi patung. Sulit ia artikan tapi cukup membuat hatinya sesak.

"Cemburu. Kenapa? Batin Gaby mendadak tegang, Gaby menarik napas perlahan dan menghembuskan nya berat, ia sendiri bingung kenapa ia jadi berubah aneh saat mendengar kata cemburu.

Gaby menggeleng cepat, ia tidak mau memikirkan perasaan anehnya. Ia mempercepat langkahnya menuju kelasnya.

***

Starlight (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang