***
Caca masih diam didalam kamarnya, ia merasa sangat bodoh dan menyesal atas semua yang ia buat hingga membuat Gaby kecewa padanya. Tak cuma itu sejak tadi siang tadi mama dan oma juga tidak berbicara padanya. Hal itu menunjukan kalau mama dan oma memang juga kecewa padanya.
***
Sejak kejadian itu, ia dan Gaby jadi terlihat aneh, bahkan tidak saling sapa. Membuat oma dan mama tambah kecewa pada Caca. Orang yang seharusnya mengajak Gaby berbicara terlebih dahulu. Oma dan mama juga tak menyuruh Caca minta maaf, karena menurut oma membiarkan Caca berpikir dan ia harus minta maaf.Keduanya masih dalam aksi diam, tidak tahu siapa yang akan lebih dulu berbicara.
Di mobil juga, pergi dan pulang sekolah, masih sama, sampai Pak Rahmat pun merasa tidak enak dan kecewa melihat keduanya. Ia sangat berharap Caca dan Gaby seperti dulu lagi, selalu heboh, berbeda pendapat, dan akhirnya berantem, yang satu maksa, yang satu nggak mau di paksa. Pak Rahmat kangen dua orang yang seperti itu kembali didalam mobilnya. Ia sendiri benar-benar tidak nyaman akan aksi diam Caca dan Gaby, ia juga tidak mau menegur keduanya. Ia pikir sama seperti oma dan mama Caca, keduanya pasti bisa menyelesaikan masalah itu.Mobil yang dulu selalu heboh, kini hanya suara musik pop yang di putar dengan suara kecil oleh pak Rahmat, sampai di sekolah juga masih sama, mereka pamit pada pak Rahmat dan pergi pergi begitu saja.
Juga tidak ada lagi Caca marah-marah karena Gaby nggak kunjung keluar dari kelasnya. Membuat ia lama menunggu. Tidak ada lagi Gaby kesal karena di suruh mampir ke toko roti sebelum berangkat sekolah. Membuat ia terlambat. Nggak ada lagi Caca marah karena kulit coklat Gaby berserakan di dalam mobil dan bilang Gaby jorok. Semua sirna sejak kejadian ulang tahun Caca satu minggu lalu, hingga berakhirnya dengan kejujuran Gaby membuat aksi diam makin berlanjut.
Gaby sendiri juga sebenarnya tidak nyaman dengan ke adaan dia dan Caca seperti ini, dia ingin kembali seperti dulu, tapi ia takut kalau Caca masih marah dan kesal karena kejujuran nya kemaren.
Begitu juga Caca, ia sendiri memang sudah berniat untuk minta maaf, hanya saja ia tidak tahu memulainya dari mana. Ia masih mengumpulkan beberapa kata yang bisa ia ucapkan dan tidak mengecewakan Gaby lagi dan ia bahkan sudah membeli satu kotak coklat kesukaan Gaby. Ia juga sedang mencari waktu yang tepat untuk berbicara dengan Gaby. Tapi ia sendiri tidak tahu itu, kapan?"
***
Aurel masuk, berjalan ke arah bangku Cilla dan Gaby.
"Cilla, pinjam buku catatan IPA lo dong." ucapnya ke arah Cilla. Cilla menoleh sedikit tersenyum.
"Sorry, Rel, buku gue nggak lengkap. gue cuma tandain di buku paket doang." ucapnya serius.
"Pinjam Gaby deh." tambah Cilla, ia melirik Gaby yang fokus ke soal IPA di buku paketnys. Aurel cuma diam, lalu tersenyum, beranjak pergi. Ia tidak tahu ao harus minjem ke Gaby atau tidak.
" Rel, bentar, ini gue pinjamin" sahut Gaby membuat Aurel menghentikan langkahnya. Gaby menyodorkan buku catatan Ipa nya, sedikit tersenyum.
"Hm, serius lo Gab." tanya Aurel tak percaya. Gaby mengangguk tersenyum.
"Pinjam aja, ntar kalau siap kembaliin yah." ucapnya datar. Aurel mendekat mengambil buku itu.
'Makasih, Gab, Gue bawa dulu." katanya tersenyum. Gaby mengangguk ikut senyum, lalu kembali duduk ke bangku nya. Cilla melihat Gaby ikut tersenyum.
"Gab, sebenarnya Aurel mau minta maaf sama lo, cuma dia nggak berani." ucap Cilla Membuat Gaby menoleh. Bingung
"Trus, emang dia pikir gue makan orang." sahut Gaby tertawa. Cilla memukul kepala Gaby tersenyum.
"Iya, muka jutek lo tu, yang bikin orang nggak berani dekat," balas nya lantang.
Gaby menoleh kesal, merebut buku itu dari tangan Cilla.
"Sakit tahu, bilangin gue tu, nggak makan orang, lagian gue udah maafin dia kok." jelas Gaby tersenyum meletakan kembali buku itu ke mejanya dan kembali fokus ke bukunya. Cilla tersenyum. Menarik bahu Gaby, kemudian menggoyang tubuh Gaby.
"Gue tahu, walaupun lo jutek dan rada aneh, gue tahu lo itu sebenarnya baik banget, makanya gue suka banget sama lo." jelas Cilla tersenyum. Gaby menoleh ikut tersenyum.
"Bentar,,,, lo masih normal kan Cilla? Nggak suka dalam hal lain kan?". Ucap Gaby tertawa. Cilla menoleh ikut tertawa.
"Gila....gue masih normal kali, gue suka karena lo itu pintar, baik, cantik, dan..." Cilla memutar otaknya, memikirkan apa lagi yang ada di diri Gaby.
"Dan lo itu Antik.." sahut Andy dari belakang membuat Gaby dan Cilla refleks menoleh. lalu tertawa.
"Gue antik, maksud lo.." Gaby berdiri melihat Andy dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Muka lo antik dan cukup cantik, benar nggak Al." ucapnya melempar ucapannya ke arah Alva yang baru masuk kedalam kelas bersama Chisa. Alis Alva terangkat tak mengerti. Menatap Gaby, Andy dan Cilla bergantian. Beranjak ke bangku nya.
Gaby mengigit bibirnya, ia menatap Andy kesal. Kenapa harus Alva. Batinnya.
"Lah, Alva... kok lo bingung, gue tanya Gaby cukup cantik, kan...?" jelasnya melirik Gaby sambil tertawa yang siap memukulnya dengan buku paket bahasa Inggris milik Cilla di tangannya.
Alva menoleh lagi, lalu mengangguk datar. Membuat Andy tersenyum. Gaby tersenyum sinis, ia tahu Alva pasti sedang ingin mengerjai nya lagi.
"Nah, tu gue benar, kok lo marah sih?" ucapnya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Terserah lo, deh. Lo pikir gue barang jaman dulu, antik." sahut nya kesal kembali duduk. ia tidak mau memperpanjang masalah jika tidak penting.
Andy tersenyum mencolek bahu Gaby, membuat Gaby kembali menoleh kesal.
"Apa...?" ucapnya jutek.
"Wah, galak amat, percuma cantik, lo berantem sama si Alva, atau udah putus." ucapnya membuat Gaby melotot kesal.
"Gila...gue nggak pacaran sama dia." sahutnya cepat kembali mengayunkan Bukunya. Andy tersenyum mengangguk.
"Wah, berarti gue benar, Al kok lo putus sih sama Gaby?" ucapnya membuat semua isi kelas menoleh ke arah Alva Dan Gaby bergantian. Gaby melotot kesal. Ia memang kadang suka heran sama mulut Andy yang selalu bikin ia dan Cilla kesal. Mulut cowok ini Nggak jauh beda sama mulut cewek. Lebih tepatnya cukup ember. Untung saja kalau Bryan Dan Randy tidak ada didalam. Kalau tidak posisi Gaby bakal terus terpojok.
Alva cuma diam, lalu tersenyum.
"Dia mutusin gue.." sahut Alva membuat Gaby menoleh kaget. Ia sudah bisa menebak akan ada jawaban Alva yang bikin Gaby naik darah. Kesal dan kalau bisa ia akan menendang Alva jauh-jauh.
"Wah, Gaby, lo jahat banget, kok diputusin sih." sahut Randy masuk. Gaby menepuk jidat nya. Ia harus diam. Karena pembuat onar kedua sudah masuk.
Alva tertawa ikut mengangguk. Gaby menoleh menatap Alva kesal, membuat Alva tersenyum.
"Lo. Gila, kapan kita pacaran?" ucapnya jutek ke arah Alva.
"Hm...gue lupa, sejak setahun yang lalu." sahutnya masih tersenyum.
"Omg, lo mau gue pukul juga." Gaby makin kesal menatap Alva. Alva mengeleng tersenyum.
"kalau lo mau..nggak masalah" sahutnya tersenyum. Gaby Menggeleng kesal, ia memilih duduk kembali dibangku nya dengan wajah masih kesal. Daripada terus meladeni ketiga orang itu.
Konsentrasi Gaby hilang seketika. Ia sudah tidak bisa melanjutkan Soalnya. Ia meraih ponsel dan headset dari dalam laci meja nya.
"Yah, Gaby...kok gitu sih, jahat banget." tambah Randy lagi. Gaby memasang headset ditelinga nya. Dan membiarkan Randy dan Andy berkoar tak jelas tentang dirinya. Sedangkan Alva masih tersenyum. Ia tidak sadar kalau Chissa sedang melihatnya dengan tatapan aneh di sampingnya sejak tadi masuk. Ia sudah bisa tebak kalau Alva menyukai cewek yang sekarang sedang fokus ke ponselnya. Ia tampak serius dengan benda itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight (Completed)
Teen Fiction"Tahap Revisi" ☺ Ada baiknya follow dulu baru baca. "Gaby, gadis yang menganggap nilai adalah segalanya bagi nya, dan berharap masuk ke kelas terbaik ketika SMA, tapi semua berubah setelah dia masuk ke kelas itu dan ia jadi membenci cowok yang jadi...