***
Selamat membaca
***
Alva melirik jam yang melingkar di tangannya. Menunjukan pukul sembilan pagi, ia sudah merasa bosan dengan game di ponselnya. Ia bingung sendiri, apa yang harus ia lakukan di hari minggu seperti ini. Yang biasanya setiap minggu ia gunakan untuk latihan basket disekolah.
“Lapangan basket sekolah, nggak mungkin gue latihan sendiri disana, gue yakin Baim cs juga disana sekarang, jadi gue kemana?” Alva mulai frustasi, ia duduk di tepi tempat tidurnya, ia benar-benar tidak tahu kemana ia harus pergi sekarang.
“Gue mesti ngajak Chisa main. Enggak deh, doi bakal ingatkan gue ke Gheisa, mending nggak usah.” Alva menggeleng kesal. Ia mulai berpikir lagi, siapa orang yang cocok untuk di ajak main kali ini.
“Rayn, dia juga lagi latihan basket, Caca, dia pasti juga disana. Raya, pasti juga disana, jadi siapa yang bisa gue bawa.” Alva menggaruk kepalanya, ia benar-benar butuh teman sekarang. Alva tersenyum, dia tahu sekarang.
“Gaby? Dia kan ada hutang ke gue, dia juga belum kasih tahu gue apa cara ampuh biar bisa move on, curang banget tu cewek.” ucap Alva kesal meraih ponselnya di tempat tidur dan mencari nama Gaby di kontak ponselnya.
Suara tut tut terdengar cukup lama, tak ada jawaban, Alva kembali mencoba menghubungi nya, tapi tetap sama. Ia kembali untuk ketiga kalinya.
“Ini cewek kemana?” gumam Alva kesal, ia masih menempelkan benda itu di telinganya dan detik berikutnya terdengar suara serak Gaby yang baru bangun tidur.
“Hallo! siapa?” tanya Gaby serak membuat Alva kesal karena Gaby tidak menyimpan nomor nya.
“Omg, Lo baru bangun dan lo nggak simpan nomor gue, gila, segitu amat lo bencinya ke gue.” ucap Alva kesal.
“Oh, Lo. Al, iya gue nggak simpan nomor lo, kan nggak penting.” jawab Gaby masih terdengar serak tapi terasa menusuk ditelinga Alva.
“Omegat, terserah lo deh, janji lo mana? hutang lo bayar?” ucap Alva terdengar ketus.
“Besok gue bayar disekolah, gue nggak bakalan kabur juga, lo nelpon cuma nanyain itu, lo tahu nggak, lo ganggu tidur nyenyak gue.” balas Gaby tak kalah jutek.
“Ya ampuun, cewek macam apa lo jam segini masih tidur, gue mau, lo bayar sekarang, gue mau nagih janji lo ke gue, jangan bilang, lo lupa saat duit gue udah kandas sama lo, yah.” ucap Alva panjang membuat Gaby kaget. Ia lupa soal itu. Gaby menggaruk kepalanya yang tidak gatal mendadak rasa kantuknya seketika hilang.
“Okey, besok gue kasih tahu, sekarang nggak bisa, gue mau tidur dulu, udah yah Al, lo ganggu gue banget.” balas Gaby kesal.
“Eitss, nggak bisa, gue mau sekarang, gue udah dijalan mau kerumah lo, 15 menit lagi, nggak macet gue sampai.” ucap Alva tersenyum. ia ternyata pintar juga berbohong padahal iya masih di kamarnya.
“Gilaaa, gue nggak mau, gue masih mau tidur.” teriak Gaby kesal.
“Oh terserah lo, yang penting gue udah otw kesana sekarang, bye Gaby ngeselin, see u dirumah loh yah.” balas Alva tersenyum menutup teleponnya tanpa aba-aba, dengan muka panik Gaby beranjak dari tempat tidurnya, ia menyambar handuk nya dengan muka kesal dan tak terima.
“Cowok ngeselin, brengsek, kurang ajar banget, kenapa juga gue mau terjebak gini sama dia.” gerutu Gaby kesal dan buru-buru mandi.
“Gaby begok.” Gerutu nya kesal, ia mengumpat dirinya sendiri. Demi tidak mau galau seharian kemaren dia mau saja berbohong kalau ia bilang punya ide bisa bikin Alva move on, padahal ia tak punya ide sama sekali, mana bisa ia memberitahu Alva soal obat patah hati, yang dia sendiri masih belum bisa move on dari Gino. Dan ia masih merasa menyesal mutusin Gino yang udah baik banget sama dia. Tapi malah ia putusin gitu aja, padahal ia tahu waktu itu Gino serius nanyain ke dia kalau dia tidak selingkuh sama Gio.
“Mampus gue, gue bilang apa ke cowok itu, gue nggak tahu lagi, kok jadi ribet gini.” batin Gaby kesal. Ia masih menggerutu, ponsel Gaby bergetar, Ia kaget dan langsung mengambilnya. Gaby meletakkan benda itu di telinganya.
“Hallo, Gaby, gue udah di depan pintu gerbang lo, ni. Lo udah siapkan? apa gue harus nyapa oma lo dulu?” ucap Alva membuat Gaby langsung menggeleng tidak.
“Tidak usah, mau mati lo jika kesini?” Gaby bangkit dari sisi tempat tidurnya, ia menyambar tas selempang kecilnya di atas meja belajarnya dan berlari keluar kamarnya.
“Okey, gue tunggu diluar aja gitu, jangan lupa izin.” ucap Alva tertawa. Ia tahu ia makin membuat cewek itu kesal dengan ucapannya yang blak-blakan.
Gaby mengaruk kepalanya, ia menoleh ke arah pak Rahmat yang kebetulan masuk ke rumah.“Pak, oma mana?” tanya Gaby bingung.
“Oh, udah pergi sejak tadi pagi sama mama Caca, nak Gaby mau di antar? ucapnya ke arah Gaby, Gaby mengeleng cepat.
“Nggak pak, saya sama teman, nanti kalau oma tanya bilang Gaby lagi cari buku, yah pak.” jelas Gaby tersenyum, pak Rahmat mengangguk paham.
“Hati-hati, jangan pulang telat, kalau temannya tinggalin, telpon bapak yah.” balas Pak Rahmat serius. Gaby mengangguk, dan pamit pergi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight (Completed)
Teen Fiction"Tahap Revisi" ☺ Ada baiknya follow dulu baru baca. "Gaby, gadis yang menganggap nilai adalah segalanya bagi nya, dan berharap masuk ke kelas terbaik ketika SMA, tapi semua berubah setelah dia masuk ke kelas itu dan ia jadi membenci cowok yang jadi...