Chapter 66

5.9K 276 4
                                    

***

Gaby berdiri Didepan mading yang ditempel pengumuman tentang Ujian tengah semester yang akan di adakan dua minggu lagi. Ia benar tidak bisa konsentrasi belajar akhir-akhir ini, ditambah lagi dengan pengumuman ini.
kepalanya bertambah sakit. Gaby berdecak kesal memegang kepalanya yang terasa semakin berat.

Alva melihat Gaby dari jauh sedikit tersenyum, ia tahu pasti Gaby sedang pusing memikirkan hal itu. Alva mendekat dan berdiri disamping Gaby.

"Wah, jadi rival lagi dong, kita." ucap nya membuat Gaby menoleh baru menyadari keberadaan Alva disampingnya.

"hm...gue nyerah deh, lo ajah yang menang." sahut Gaby sedikit tersenyum. Alva menoleh, alisnya terangkat tak biasa cewek ini menyerah, bukannya selama ini dia tak pernah menyerah soal belajar.

"Yah. Kenapa lo? Ilang ingatan, nggak biasa kayak gini." tanya Alva serius.
Gaby menghembuskan nafas nya berat. Lalu kembali tersenyum.

"Otak gue eror,,,," jawabnya beranjak pergi dari hadapan Alva yang masih bingung. Alva ikut beranjak, mengikuti Gaby.

"Yah, nggak seru dong Gab, gue nggak punya rival berat lagi dong.'' kata Alva berusaha menyamai langkah kaki Gaby yang berjalan cepat ke arah kelasnya..

"Itu justru bagus lho, lo bisa santai." sahutnya datar. Alva tertawa, ia benar tak mengerti kenapa Gaby jadi berubah aneh.

"Aneh banget lo." sahut Alva lagi. Gaby menghentikan langkahnya menatap Alva, ia baru ingat, kalau ia harus menjauhi Alva Mulai dari sekarang, karena ia tidak mau terjadi ke salah pahaman antara ia, Caca dan siapapun lagi.

"Oh, iya Al...gue mau kita kayak dulu lagi, nggak usah sok akrab gini." ucapnya membuat Alva refleks menghentikan langkahnya, menatap Gaby dengan seribu tanda tanya.

''Maksud, lo?" Alva berkata terbata, ia berharap salah dengar.

"Gue, serius soal ini, Al. Biar nggak ada orang salah paham sama hubungan kita, jadi gue mohon, kita kayak dulu lagi, dan gue juga nggak nyaman sama pandangan aneh orang pas gue lagi sama lo." ucapnya membuat Alva terdiam, membeku, ucapan itu merubahnya menjadi patung, lidahnya kelu, ada sesuatu yang tidak ia tahu, ucapan itu cukup membuat jantungnya terasa di tusuk seribu pisau.

"Makasih untuk semua bantuan lo." tambah Gaby sedikit tersenyum, ia menepuk bahu Alva lembut. Ia berusaha untuk seperti biasa mungkin, entah kenapa ucapan itu cukup membuat ia merasa aneh. Gaby melangkah pergi meninggalkan Alva yang masih diam di tempatnya.

Gaby mempercepat langkahnya, ke arah kelasnya, ia tidak tahu kenapa ia merasa kesal sendiri. Gaby duduk di bangku nya dan merebahkan kepalanya di mejanya. dadanya terasa sesak, matanya terasa panas, ingin sekali ia berteriak sekuat tenaga saat ini, kenapa semua hal terasa sangat berat untuk ia jalani.

Tanpa ia sadari air mata menetes di pipinya, ia sendiri tidak mengerti kenapa ia menangis.

Gaby membenamkan lebih dalam wajahnya ke meja belajarnya.

''Gab...lo kenapa?" suara Cilla terdengar jelas di telinga Gaby. Gaby menggeleng masih di posisi yang sama.

"Serius, lo sakit yah?" Cilla mengelus kepala Gaby serius.

Gaby kembali mengeleng serius. detik berikut nya Gaby menoleh,
Gaby menoleh tersenyum ke arah Cilla.

"Gue, nggak apa-apa," ucapnya merapikan rambutnya. Kemudian mengambil ikat rambut didalam saku tas nya, mengikat rambutnya tinggi, lalu mengeluarkan buku dari dalam laci meja nya.

Cilla masih menatap Gaby aneh. Ia tidak yakin kalau cewek disampingnya sedang tidak apa-apa.

Sementara itu, Alva duduk diam di atap sekolah, ia masih mengingat jelas semua ucapan Gaby barusan. Ia tidak menyangka Gaby akan berkata seperti itu padanya. Menjauhi nya.

Ucapan Caca juga masih di ingatnya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Alva mengusap mukanya kesal.

***

Starlight (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang