Chapter 88

6.5K 290 11
                                    


***

Alva diam di meja makan sejak pulang sekolah tadi, ia bahkan tidak menyentuh sedikitpun makanan di depannya membuat bik Inah merasa aneh.

"Nak Alva ada masalah apa, atau masakan bibik udah nggak enak lagi?" tanyanya refleks membuat Alva menggeleng cepat.

"Enak bik, nanti dimakan kok." jawabnya kembali diam. Ia masih memikirkan beberapa ucapan Chisa padanya.

"Bik..." ucapnya membuat Bik Inah yang sedang merapikan meja makan jadi menoleh bingung.

"Yah, ada apa?" tanyanya pelan.

"Kalau bibik masih muda dan cantik, gimana menurut pendapat bibik,  Alva ini?" ucapnya membuat bik Inah sedikit bingung karena pertanyaannya.

"Maksudnya gini bik, kalau bibik masih muda, Alva itu cukup ganteng atau gimana?" tanya nya lagi. Memperjelas ucapan nya.

"Oh... ganteng banget malah, kalau bibik masih muda pasti bibik naksir berat sama nak Alva, orang ganteng gini, pintar lagi." jelasnya membuat Alva
Menoleh.

"Nah, itu dia bik, apa pesona Alva itu memang luar biasa sampai semua cewek pada suka, dan cukup membuat aku terganggu, gimana jadinya kalau aku tiba-tiba jelek dan nggak pintar lagi. Kira-kira masih ada yang suka?" tanya Alva lagi.

Bik Inah diam, lalu detik berikutnya ia mengangguk.

"Masih, karena Nak Alva juga baik dan perhatian banget, kenapa? banyak cewek Yang suka yah" ucapnya serius.

Alva mengangguk pasrah.

"Banget bik, berarti kebaikan sama perhatian aku jadi di salah artikan sama orang yah bik." balasnya membuat bik Inah mengangguk cepat.

"Omg, gue baru sadar bik, berarti gue nggak perlu baik-baik ke orang lagi yah," sahutnya membuat bik Inah menggeleng cepat.

"Nggak boleh gitu juga, baik yah tetap baik, mau orang suka atau tidak itu urusan belakangan aja yang penting berusaha agar orang itu tidak salah paham akan kebaikan nak Alva." jelasnya lagi.

"Itu dia bik masalah nya. Orang itu salah paham dalam kebaikan Alva, mereka mikir kalau Alva juga suka sama mereka padahal kenyataan nya tidak, baik cuma baik doang nggak lebih dan hati juga ngga bisa di paksain kan bik, hati iu memilih bukan di pilih bik." jelasnya. Bik Inah terdiam, detik berikutnya ia tersenyum.

"Yah seperti itu, berarti nak Alva cukup baik ala kadarnya aja, jangan beri harapan sama orang yang memang nggak nak Alva suka, kecuali cewek itu memang nak Alva suka atau sedang di incar, boleh perhatiannya di  banyakin." jelasnya sedikit tertawa.

"itu baru benar bik..makasih bik," jawabnya mulai makan. Bik Inah melihat Alva tersenyum.

"Kenapa? Ada yang lagi nak Alva suka, trus ada yang ngaku kalau dia sebenarnya dia juga suka nak Alva." bik Inah mencoba mengkorek isi hati Alva. Ia ingin tahu.

"Ada bik, yang suka Alva banyak banget malah. tapi Kalau yang Alva suka ada sih, cuma dia kayaknya mau bakal nolak kalau aku kasih tahu bik, masih mikir bik, mau dibilangin kapan ke dia. Atau nggak dibilangin sama sekali." sahutnya tersenyum.

"Dibilangin sih, masa nggak, trus mau di diamin sampai kapan? Lebaran macan?. Secepatnya yah Al, bibik doain biar diterima, semangat." ucap bik Inah membuat Alva mengangguk semangat.

"Makasih bik, boleh tambah nasi nya bik, laper banget soalnya." balas Alva dengan mulut sesak nasi ke arah bik Inah, bik Inah mengangguk tersenyum.

"Kirain tadi nggak lapar, soalnya makanan bibik cuma di pelototin doang dari tadi." sahut bik Inah tersenyum.

''Yah, bibik udah tua masih pake acara ngambek, nanti keriput nya tambah bik." sahut Alva tersenyum.

"Nggak apa, kan udah tua juga."
Bik Inah tersenyum menyodorkan piring nasi berisi nasi ke arah Alva.

***
Gaby meletakkan bukunya di atas tempat tidur, lalu beranjak ke arah meja belajar nya, ia melihat ke arah dua kado di depannya datar. Ia sendiri ragu mau buka atau tidak. Gaby meraih kado dari ibunya, lalu membawanya duduk di tepi tempat tidurnya. Memperhatikan kado itu tersenyum. Ia tidak tahu apa isinya, tapi cukup membuat ia tersenyum. Ia memeluk benda itu.

"Ma, kangen, kok mama titip nya sama tante itu sih, nggak ke papa aja." ucapnya lirih memeluk benda itu.

Dari arah pintu kamarnya, terdengar suara langkah kaki, dengan cepat Gaby berdiri dan mengambil dua kado itu dan meletakan nya di bawah tempat tidurnya. lalu Kembali ke tempat duduknya semula.

"Gab, ini oma, boleh masuk." terdengar suara oma dari arah pintu. Gaby berdiri kembali dan membuka pintu kamarnya.

"Yah, oma." jawabnya simple sedikit tersenyum. Oma ikut tersenyum dan melangkah masuk ke kamar Gaby.

"Gimana ujiannya.." tanya Oma lirih duduk di kursi belajar Gaby, sedangkan Gaby duduk kembali di tepi tempat tidurnya.

"Hm...baik Oma," jawabnya singkat, ia tidak tahu kenapa Oma nya datang ke kamarnya, tak biasa, biasanya Gaby yang sering mengunjungi kamar oma jika oma nya ada perlu.

"Bagus lah, oma mau tanya, soal papa kamu?" ucapnya serius menatap Gaby.

"Gaby serius udah ikhlas kalau papa nikah lagi." Gaby refleks mengangguk sedikit tersenyum.

"Kenapa Oma, aku ikhlas kok, udah waktunya juga papa nikah lagi." balasnya panjang dan terdengar bersemangat.

"oma tergantung Gaby, kalau kamu bolehin, baru oma kasih izin ke papa." ucapnya serius, ia menatap Gaby tak biasa. Gaby terdiam sejenak, ia menunduk memikirkan beberapa hal. Lalu kembali mengangkat kepalanya.

"iya oma, aku serius." jawabnya sedikit tersenyum.

Omanya terdiam, ia mencoba membaca pikiran Gaby, walaupun ia tidak tahu sifat asli anak di depannya, tapi ia sedang mencoba mendekatinya.

''Oma tanya sekali lagi, Gaby serius, udah ikhlas." tanya oma lagi.

"Ikhlas Oma, aku udah mikirin ini mateng mateng dan nggak ada salahnya, kita coba hal baru, dan walaupun aku nggak setuju, aku nggak mungkin kayak gini terus. Mama udah nggak ada, nggak melulu kita hidup jalan di tempat, dan aku udah ikhlas mama pergi, aku juga bakal memulai semua yang baru dengan papa dan Tante rahma. Jadi oma nggak perlu khawatir lagi sama aku." jawabnya pelan. Oma terdiam, ia menatap Gaby dalam-dalam. Ia sendiri tak mengerti apa jalan pikiran cucu nya yang ini, ia memang sangat berbeda dari Caca, bahkan jalan pikiran nya tak pernah bisa ia tebak.

"Maafin Oma, oma nggak bedain kamu sama Caca, kalian tetap sama di mata oma." lirih omanya mendekat, Gaby mendadak terdiam, matanya melotot saat oma nya memeluknya erat.

"Maafkan oma, oma nggak pernah tahu isi hati kamu." Tambah nya lagi. Gaby masih diam tak berkutik. Ia tak mengerti sebenarnya oma nya sedang lakukan, dan tanyakan padanya.

"Hm, nggak kok ma, aku aja yang merasa gitu, maafin aku juga.'' balas Gaby tersenyum ikut memeluk oma nya erat.

"Oma memang nggak pernah ada buat kamu dan jarang bertanya soal ke adaan mu," oma nya melepaskan pelukan Gaby perlahan, menatap cucunya sedih. Gaby mengangguk tersenyum.

''Yah, aku tahu Oma juga sibuk," jawabnya masih tersenyum. Ia sendiri bingung dan tidak tahu harus menjawab apa, ia merasa aneh sendiri karena sikap dadakan aneh oma nya, ia merasa jadi tidak enak hati. Dan merasa sangat Canggung sekali.

***

Starlight (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang