PROLOG

1.3K 62 13
                                    

    Di pusat perbelanjaan terlihat ramai lalu lalang. Ada yang sekedar hangout dengan teman, menghabiskan waktu bersama keluarga, menonton bioskop, atau pun memang membeli kebutuhan sehari-hari.

Tidak ada hal yang aneh dengan keadaan tersebut. Suasana seperti biasanya. Meski siang atau malam, mall memang seperti itu, terang benderang. Sampai...

"Berhenti disana!!!"

Seorang gadis berlari kencang memecah keramaian. Rambutnya yang dibiarkan tergerai seakan melambai-lambai. Tubuhnya yang ramping meliuk-liuk berusaha menghindari orang-orang, namun masih saja banyak yang tertabrak. Terlihat sesekali ia menoleh ke belakang. Orang-orang yang tertabrak pun merasa geram. Ada yang meneriaki, gak punya mata!, berbisik pada temannya, punya otak gak sih?!, dan kata-kata kasar lainnya.

"Shit! Mau apa mereka sebenarnya?" umpat gadis itu saat menoleh ke belakang sambil terus fokus berlari tanpa menghiraukan celoteh orang-orang yang ditabraknya. Nyatanya bukan hanya dia yang menabrak orang. Para pria berbadan kekar, berwajah sangar, berbaju hitam-hitam itu pun sama halnya dengan gadis itu, menabrak semua orang yang menghalangi jalannya.

Meski tiga pria yang mengejarnya itu semakin dekat, namun gadis itu berpikir positif dan terus berlari. Dalam hatinya ia terus mengumpat merutuki nasib buruknya. Seharusnya ia sedang menikmati long weekend dengan meminum cappuccino float favoritnya. Mau dikata, sekarang ia terengah-engah berlari menghindari para pria brengsek itu.

Entah Tuhan sedang mempermainkannya atau memang mengujinya. Saat ia menoleh ke belakang tiba-tiba tubuhnya terpental menabrak dada orang berbadan tak kalah kekar dari yang mengejarnya. Pantatnya pun mendarat mulus mencium lantai.

"Aarrghh," ringis gadis itu sambil memegangi pantatnya.

"Mau berlari kemana lagi gadis manis?" kata salah satu pria di belakangnya.

"Fuck you! Mau apa kalian sebenarnya hah?" tantang gadis itu dengan berani. Ia memang tidak pernah takut dengan siapa pun. Ia selalu memberi tatapan tajam kepada semua orang yang membuatnya jengkel. Tidak peduli kawan maupun lawan.

"Kami hanya ingin membawamu dan meminta tebusan!" ucap salah satu dari pria sangar itu sembari mengangkat paksa tubuh gadis itu yang masih terduduk. Tangan kecilnya ditarik ke belakang tubuh pemiliknya dan dicekal begitu kuat.

"Tidak bisakah kalian memperlakukan wanita dengan lembut, heh?!"

"Yang namanya penculikan itu kasar! Kau pernah mendengar para penculik yang berkata dan berperilaku lembut, hah?! Menuntun perlahan dan menggandeng tangan korban sambil tersenyum manis? Hah? Jangan konyol! Itu namanya kencan!"

Shit! Kenapa harus selalu seperti ini nasibku. Ini sudah kelima kalinya aku diculik maupun disandra. Nanti jika para penculik sialan ini menghubungi Papa, pasti aku akan dikurung di mansionnya yang membosankan itu, batinnya.

Gadis itu diseret paksa dengan tangannya di belakang. Lima pria bertampang sangar itu menggiringnya. Dan sialnya lagi, mereka ada di lorong ruko yang belum disewa. Mengingat mall ini baru buka beberapa bulan yang lalu. Jadi suasana sangat sepi tidak ada seorang pun yang melintas.

Mereka berjalan pada pertigaan. Tinggal belok ke kanan beberapa meter lagi mereka sampai di parkiran lantai tiga mall tersebut. Dari arah berlawanan seorang pria tampan dengan balutan jas formalnya tengah berjalan santai dengan tiga orang di sekelilingnya. Ketiga orang yang berjalan bersamanya juga mengenakan pakaian formal, berjas dan tak lupa dengan dasi serta sepatu fantofel yang mengkilat. Terlihat dengan jelas bahwa pria itu adalah orang kaya raya. Dari parasnya saja sudah terlihat. Sangat berwibawa, namun angkuhnya tidak bisa ditepikan. Kacamata hitam yang menggantung di hidungnya menambah ketampanannya. Jika semua orang berpikir pria itu angkuh dan sombong, berbeda halnya dengan gadis ini. Menurutnya, pria seperti itu bukan angkuh maupun sombong, tetapi songong.

Gadis itu memutar bola matanyamatanya. Kenapa pria kaya selalu tebar pesona? Ia berbicara dalam hati menilai pria itu.

Langkahnya terhenti tepat di depan gadis yang sedang diarak itu. Ia membuka kacamata hitamnya memperlihatkan iris mata coklat yang indah. Arakan gadis itu terhenti pula. Kedua pasang mata bertemu dan saling melemparkan tatapan tajam mengintimidasi. Mata gadis itu tak kalah indahnya, irisnya berwarna biru denim. Kelima pria yang mengaraknya mulai jengkel karena langkahnya harus terhenti. Tentu saja hal seperti ini memperlambat mereka untuk cepat mendapat uang dari penculikan yang tengah mereka lakukan.

"Kenapa gadis ini diarak?" tanya pria itu tanpa mengalihkan pandangannya dari si gadis.

"Hahaha, apa masalahmu tuan?" jawab penculik di samping kanan gadis itu dengan tertawa hambar. Ia menyipitkan mata di akhir katanya. Ia benar-benar muak jika ada yang menghalangi aksinya. Seharusnya, mereka sudah sampai di basecamp jika gadis ini tak berlari kencang dan tak ada gangguan lain, termasuk pria ini.

Jika orang lain yang berada di posisi gadis ini, mungkin sudah menangis histeris dan meminta tolong pada pria tampan itu. Namun hal tersebut mustahil terjadi pada gadis ini. Ia santai-santai saja diculik. Tidak merengek, meronta, atau menangis. Itu tidak mungkin! Hanya kata-kata kasar yang keluar dari mulut gadis ini sebagai bentuk kekesalannya. Yang ia pikirkan hanyalah, bagaimana jika nanti dia akan dikurung di mansion membosankan itu.

"Tentu saja masalah untukku melihat gadis kecil yang diseret paksa oleh para pria betubuh athletis ini," jawab pria itu santai.

"Kami menculiknya! Puas?!"

"Bhahaha..." Tiba-tiba gadis itu tertawa sangat keras. Hal itu berhasil mengernyitkan dahi seluruh pria disekitarnya.

"Kalian sangat konyol! Bagaimana bisa berkata bahwa kalian tengah menculik. Orang mengira kita sedang bermain kejar-kejaran, dasar bodoh! Berbicaralah dengan kata-kata yang lebih meyakinkan!" timpal gadis itu sambil terus tertawa.

"Oh, jadi kalian menculiknya. Okay," balas pria itu santai.

Dimana letak otak pria ini dan apa fungsinya? Apa otaknya sudah tersumpal uang hingga dia tidak bisa berpikir. Apa matanya sudah rusak tidak dapat melihat apa yang ada di depannya?, gadis itu membantin sambil menyipitkan mata serta mengetatkan rahangnya tak lepas menatap pria itu.

"Lalu apa yang kalian inginkan dari penculikan ini?" tambah pria itu dengan wajah datar dan santainya sambil tetap fokus menatap gadis di depannya. Ia paham betul jika gadis itu tengah membatinnya. Terlihat dari tatapannya yang terus menerus menajam terarah padanya.

"Kami ingin tebusan."

"Berapa banyak?"

"Hanya satu juta dolar," balas penculik itu dengan menyeringai.

"Lalu jika tidak ditebus bagaimana?" tanya pria itu lagi serta lebih menatap mata gadis itu. Ia sedikit mencondongkan badannya karena gadis itu lebih pendek darinya. Gadis itu membalas tak kalah tajam.

"Kita akan membunuhnya," jawabnya.

Pria itu menarik badannya agar tegak kembali. Ia selipkan kacamatanya di kemeja. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Ia menatap para penculik itu.

"Bunuh saja!" Kata itu lepas begitu saja dari mulutnya. Gadis itu mengernyitkan dahinya menatap pria itu sangat tajam. Tatapan mereka kembali beradu. Pria itu menatap gadis itu seperti mengejek. Bahkan pria itu mengangkat satu alisnya sambil berjalan melewati gadis itu.

"Berengsek!" teriak gadis itu. Kelima penculik tersenyum penuh kemenangan seraya kembali menyeret gadis itu.

Pria itu melenggang lebih dulu ke area parkir tanpa mempedulikan cacian si gadis. Gadis itu tidak memalingkan pandangannya sedetik pun dari makhluk kurang ajar itu. Lalu para penculik mengaraknya lagi berjalan ke area parkir yang berseberangan dengan arah pria tadi.

Duugghh!

Gadis itu merasakan sakit di tengkuknya sampai membuat kepalanya pusing dan pandangannya memudar. Tubuhnya tumbang ke lantai. Terdengar sayup-sayup suara adu tonjok, dan kaki-kaki yang seperti dientak-entakkan di sekitarnya terlihat samar. Sampai ia tidak mendengar maupun melihat apa pun lagi.

🔷🔷🔷🔷🔷



👉Please vote and comment 🖤

16 Desember 2018

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang