PART 28

144 11 0
                                    

    Kehidupannya benar-benar berjungkir balik dengan apa yang ada di pikirannya tiga tahun lalu. Ia tidak menyangka bahwa dia akan memiliki rasa cinta yang luar biasa dalam hatinya. Dan benar, persis seperti yang ia bayangkan, cinta akan melemahkannya. Buktinya sekarang, Amanda memiliki emosi yang labil. Dia lebih sensitif semenjak merasakan jatuh cinta. Dia ingin kembali pada dirinya dulu. Yang kuat dan tak acuh pada semuanya. Namun dia tidak menyesal dengan kehidupannya sekarang, dia hanya bingung dengan takdir yang seperti sedang mempermainkan hidupnya. Dia lebih sering mengeluarkan air mata semenjak bertemu David. Ya, David sudah merubah Amanda. Idealisme yang selalu dijunjungnya seakan terhempas dengan kedatangan David dalam kehidupannya.

Amanda menatap selembar kertas yang ada di tangannya. Pikirannya berlarian. Wajahnya begitu murung. Bukan sedih dengan apa yang tercantum di sana, tapi dengan sikap David yang kian memburuk padanya. Ia ingin menunjukkan selembar kertas itu pada David. Tapi bagaimana jika perlakuan David seperti dulu saat ia membawa mix seafood.

Amanda mengusap wajahnya pelan. Ia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Kertas itu diangkat tinggi-tinggi. Ia mendengus, begitu lelah.

"Untuk apa mendapat nilai segini? 3,97." Amanda tersenyum kecut. "Semua orang ingin mendapatkan IP seperti ini, tapi ini sama sekali tidak berharga untukku." Amanda menurunkan tangannya dan membiarkan kertas itu terjatuh.

"Nona?!" Suara Mariah dari intercom.

Amanda bangkit dari ranjangnya. Ia membuka pintu dan mendapati Mariah berdiri disana. Ia persilakan Mariah masuk. Amanda duduk di ranjangnya. Mariah melihat selembar kertas yang tergeletak di lantai lalu memungutnya.

"Nona, Tuan Andrew akan pulang seminggu lagi. Tuan ingin Anda bersabar menunggunya. Tuan sudah janji akan menemani liburan Anda nanti," papar Mariah.

"Aku tidak peduli, Mariah." Amanda mendengus.

"Nona, ini ada surat untuk Anda," tukas Mariah sambil menyodorkan sebuah amplop pada Amanda. Amanda menerimanya dengan kening mengkerut. Ia menatap Mariah seperti bertanya, dari siapa? Mariah mengerti maksud tatapan itu dan menggeleng sebagai jawaban. Amanda membuka surat itu.

-kau akan mati! Juga seluruh keluargamu serta orang-orang terdekatmu! Lihat siapa yang akan merasakan imbasnya dalam waktu dekat!-

Tangan Amanda bergetar setelah membaca isi surat itu. Ia menatap Mariah. Melihat wajah Amanda memucat, Mariah menjadi khawatir. Namun Amanda menggeleng dan berkata dia baik-baik saja. Amanda bahkan mengalihkan topik pembicaraan.

"Nona, kenapa Anda tidak memberitahu Tuan David tentang ini?" ucap Mariah sambil mengembalikan selembar kertas berisi IP Amanda semester tiga ini.

"Tidak, Mariah. Aku takut reaksi David tak bersahabat."

"Nona, siapa tahu Tuan David akan bersimpati dengan pencapaian Anda. Dia orang yang berkompeten, Nona," jelas Mariah.

Amanda tampak berpikir. "Baiklah. Akan kucoba." Amanda melemparkan senyuman pada Mariah. Iapun beranjak dari duduknya menuju kamar David.

"David?! Kau di dalam? Boleh aku masuk?!" tukas Amanda melalui intercom sembari mengetuk pintu.

"Masuk!" sahutan dari dalam. Amanda mengulas senyum dan membuka handle pintunya. Ia melangkahkan kakinya perlahan mendekat pada pria yang sedang berdiri di balkon. Pria itu memegang railling balkon, sedang tatapannya jauh menerawang.

David menoleh menatap Amanda dengan wajah dinginnya. "Ada apa?"

"Tebak berapa IPku semester ini!" ucap Amanda dengan senyum yang terus terkembang.

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang