PART 15

222 13 0
                                    

    "Bahagia itu sederhana. Cukup habiskan waktumu dengan orang tersayang."

Anthonio Luther Davidove

🌾🌾🌾🌾🌾

    Suara cekikikan terus menemani gerombolan anak di sana. Jam menunjukkan pukul 10 pagi. Apa mereka tidak sekolah? Oh, sekolah libur karena ada workshop. Berkah Tuhan. Mereka berjalan di area mal. Beberapa papperbag sudah menggantung di lengan mereka.

"Amanda! Lihat sneakers yuk!"

Dua laki-laki di belakang ketiga gadis itu hanya menggeleng melihat secara live kelakuan perempuan. Shopping memang hobi perempuan. Jadilah laki-laki tabah yang menemani perempuan melakukan hobinya. Oh iya, pengawal Amanda juga mengikuti mereka.

"Cocok tidak?"

"Cantik, Stephanie!" tukas Amanda dengan mengedipkan satu matanya.

Mereka asyik memilah dan memilih. Ketiga pria itu hanya diam bergeming. Felix mengeluarkan tatapan jengah dengan memakan sebungkus french fries di tangannya. Gherald hanya memainkan tangannya bosan. Sedangkan Reynand berdiri mengamati Nonanya sedang asik memilih sneakers.

"Amanda!"

"Ya!" Amanda menoleh reflek. "Albert?!"

Amanda mendengus kesal. Mau apa lagi sih Albert ini? Menganggu hari tenangnya saja. Lusa mereka akan menghadapi berbagai ujian tulis. Sedangkan ujian praktik sudah selesai seminggu yang lalu. Bukan Albert namanya kalau tidak ada pemaksaan.

"Jalan sama aku, yuk! Nanti makan siang bareng."

"Mata kamu rabun? Tidak lihat aku sama teman-teman aku?!"

"Please, Amanda!"

Albert terus memaksa Amanda dengan berbagai rayuan. Keempat teman Amanda sudah mulai kesal melihat kelakuan Albert yang tidak tahu malu. Reynand akhirnya bertindak.

"Jangan paksa Nona, Albert!"

"Kau lagi! Mau sampai kapan menghalangiku, heh?!"

"Kau jangan macam-macam pada Nona Amanda!"

"Kenapa? Bebaslah! Amanda tidak terikat dengan siapa pun!"

"Aku kekasih David, Albert," tukas Amanda penuh penekanan.

Albert tertawa hambar. "Sejak kapan?"

"Dua bulan yang lalu."

Albert mengetatkan rahang dan mengepalkan tangannya. Terlihat emosi besar yang tertahan di kedua matanya. Ia menatap Amanda lekat dan beralih menatap Reynand tajam, kemudian melenggang pergi.

"Bocah gila," celetuk Beby.

Tumpukan berkas seakan menggunung di meja kerjanya. Meski sudah puluhan map telah selesai ia koreksi, tapi laporan yang mengantri bagaikan mata air yang tak kunjung kering.

"Eduardo! Belikan aku ice coffee!"

"Baik, Tuan."

Ia rebahkan punggungnya di sandaran kursi kebesarannya. Memijit pangkal alisnya yang pusing. Menengadahkan kepalanya menghadap langit-langit. Ia teringat pada gadis kecilnya yang selalu membuatnya bahagia. Senyum terutas di sudut bibirnya. Sedikit suara seksinya mungkin akan menenangkan.

"Iya?"

"Sedang apa?"

"Em, makan siang ini. Ada apa?"

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang