Pria berambut cokelat keemasan itu duduk di ruang tamu sembari jari-jarinya menari di atas layar telepon genggamnya. Dia melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Kepalanya terayun menatap lorong yang terhubung dengan ruang makan. Terselip senyum saat ia mendapati seorang gadis yang berjalan kearahnya. Tapi gadis itu berjalan pelan sambil menunduk. Dia bangkit dari duduknya.
"Nona Amanda?" panggilannya.
Gadis itu hanya meliriknya sekilas, lalu berjalan lebih dulu. Mobil yang sudah siap melaju terparkir rapi di depan pintu utama mansion. Pria dan gadis itu pun masuk kesana. Tak menunggu lama, mereka sampai di pelataran kampus Amanda. Dengan gerak yang berbeda dari biasanya, Amanda turun dari mobil itu. Ia berjalan dengan menunduk. Sedangkan manik matanya melirik kesana-kemari seperti waswas. Christian hanya mengekor di belakangnya. Ini memang hari pertama ia kembali ke kampus sejak insiden penculikan itu. Amanda mengalami gangguan psikologis yang cukup serius. Ia seperti selalu ketakutan dengan semua orang.
"Amanda!" panggil seorang gadis berambut pirang bermata hijau. Amanda tidak menoleh. Akhirnya gadis itu berlari untuk mensejajarkan dirinya dengan Amanda. Saat gadis itu sudah berjalan tepat di sampingnya, Amanda semakin erat memeluk bukunya.
"Kemana saja kau selama tiga minggu ini? Tidak ada kabar. Seperti ditelan bumi. Apa kau ingin dikalahkan Julia, hem?" tukas gadis itu.
Gadis itu mengernyit karena tidak ada jawaban yang diterimanya. Ia mengamati pergerakan Amanda yang terlihat aneh. Amanda yang biasanya berjalan tegak kini menunduk. Sorot mata yang tenang kini seperti sedang ketakutan. Bahkan tubuhnya sedikit bergetar.
"Amanda?" gadis itu menepuk pundak Amanda.
"Jangan sentuh aku!" bentak Amanda. Ia menatap gadis di sampingnya dengan ketakutan. Gadis itu malah semakin bingung.
"Amanda? Kamu kenapa? Ini aku, Irish."
Amanda menggeleng dan berlari menjauh. Chris yang sedari tadi di belakangnya kini ikut berlari mengejar nonanya. Irish masih mematung disana.
"Irish? Hey!" Seorang gadis berdiri di depannya dan melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Irish. Irish pun mengerjap.
"Ada apa denganmu?"
"Julia! Sepertinya, ada yang aneh dengan Amanda," ucapnya.
Amanda yang biasanya duduk di dekat jendela, kini memilih duduk di barisan paling depan. Semua manik mata menatapnya aneh. Bahkan tak sedikit yang berbisik. Amanda hanya melirik dengan perasaan takut. Pembelajaran berlangsung selama kurang lebih tiga jam. Amanda begitu antusias memperhatikan penjelasan dosen.
"Okey! Cukup untuk kuliah hari ini. Kita bertemu lagi minggu depan," tukas Mr. Matt.
Dua orang gadis bersurai pirang itu mendekat. "Amanda. Apa kau sakit?" tukas satu dari mereka.
Amanda menghidar dari gadis itu. Ia menatapnya seakan berprasangka buruk. Gadis itu mengernyit, begitu juga gadis di sampingnya. Amanda membereskan bukunya dan melenggang keluar dengan langkah terburu-buru.
"Kenapa dia?"
"Aku kan sudah bilang tadi."
Gila, gumam seorang gadis berambut hitam legam yang duduk di pojok bangku deretan pertama itu. Dia tersenyum penuh bahagia. Dua gadis pirang tadi menoleh padanya. Dia hanya membalas mereka dengan menaikkan satu alisnya.
Apa ini ada hubungannya dengan Eliza?, gumam gadis pirang bernama lengkap Irish Wilson itu.
Mobil hitam itu masuk ke pelataran Anthonio mansion. Gadis bersurai cokelat itu pun turun. Langkah kakinya terhenti saat seorang pria berdiri di depannya. Kepala yang sedari tadi menunduk kini mendongak menatap pria itu. Andrew, batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Down [The Rest Of Life]
Romance#14 in action (01-02/02/2019) Setiap kali mata ini terbuka, semua orang akan berkata betapa indahnya dunia ini. Tuhan menghiasnya dengan hangat sinar mentari di pagi hari menampakkan segala aktivitasnya. Taburan bintang di langit malam dengan se...