Sudah seminggu Eliza tinggal bersama Amanda di mansion David. Dia tidur di kamar tamu karena Andrew marah dan melarangnya tidur bersama Amanda. Mau tidak mau, mereka menurut. Daripada nanti Andrew mengusirnya. Tawa Amanda lebih sering terdengar semenjak Eliza disini. Eliza sudah memasuki setiap ruangan di mansion ini, kecuali kamar Andrew dan kamar David, serta ruangan yang selalu terkunci itu. Kamar Andrew, memang dia dilarang. Kalau kamar David, sebenarnya tidak ada larangan pasti. Tapi Eliza tidak pernah masuk kesana karena kamar itu selalu tertutup. Sedangkan ruangan itu, Amanda juga belum pernah kesana.
"Eliza! Kau melamun?"
"Em?" Eliza mengerjap. "Tidak."
"Ada yang kau pikirkan?"
"Semua orang pasti ada yang dipikirkan."
Amanda memutar bola matanya. "Maksudku suatu hal yang membebani, Eliza! Kau ini!"
Eliza terkekeh. "Tidak ada apa-apa, Amanda. Hanya saja, sampai kapan aku tinggal disini? Mr. Andrew tidak menyukaiku," papar Eliza seraya menundukkan kepala.
"Sstt! Jangan dengarkan Andrew. Ini mansion David, kekasihku. Dan yang bertanggung jawab atas David adalah Paman Ed. Jadi kau tenang saja, okey!"
"Lalu dimana kekasihmu itu, Amanda? Aku tak pernah melihatnya. Aku pikir Albert atau Mr. Andrew, tapi kau bilang bukan."
Eliza mengangkat kepalanya menatap Amanda dengan penuh tanya. Amanda memberikan senyum manisnya. Eliza tahu, mungkin Amanda belum ingin memberitahunya. Suara ketukan pintu membuat mereka menoleh bersamaan ke arah pintu. Amanda mengizinkan orang tersebut masuk. Seorang pria melangkah pasti ke arahnya.
"Paman Ed. Ada apa?"
"Dokter Kevin sudah datang kesini, Nona. Dia akan memeriksa Tuan. Apa Nona tak ingin bergabung?"
Mata Amanda berbinar. Ia mengangguk mantap dan beranjak dari duduknya. Eliza bingung menatap mereka. Setelah berkata pada Eliza untuk menunggu di kamarnya, Amanda melenggang pergi diikuti Eduardo. Eliza membiarkan mereka pergi dulu. Karena penasaran, ia juga melangkah pergi ingin mencari tahu.
"Bagaimana, Dok?"
"Semakin hari, semakin membaik, Nona. Tapi untuk siuman, tidak ada yang tahu."
Amanda tersenyum simpul. "Jika memang Tuhan belum membimbingnya membuka mata, kita bisa apa? Yang penting keadaannya baik-baik saja."
Eduardo mengulas senyum mendengar penuturan Nonanya yang semakin bijak. Amanda sudah bisa mengendalikan emosinya. Tidak seperti dulu yang sesekali menangis histeris. Kalaupun Amanda sedang sangat merindukan David, dia hanya akan menangis terisak. Pintu tiba-tiba terbuka. Sontak ketiga orang disana menoleh cepat.
"Eliza?"
Eliza membelalakkan matanya. Ia sedang dirundung ketakutan. Tangannya bergetar hebat. Nafasnya tersengal. Kakinya perlahan melangkah mundur. Amanda mendekat padanya dengan tersenyum. Amanda menggandeng tangannya untuk lebih masuk ke dalam kamar, mengajaknya berdiri di samping tubuh David yang terbaring.
"Kau selalu bertanya apa masalahku, kan?" Amanda tersenyum tipis. Eliza menoleh padanya. "Dia kekasihku. David. Sudah sembilan bulan dia tak sadarkan diri." Eliza memperhatikan David dengan miris.
"Boleh aku tahu kenapa dia koma, Amanda?" Eliza bertanya dengan sangat hati-hati.
"Hanya Paman Ed yang bisa memberitahukannya," balas Amanda dengan tersenyum.
Dia sangat tampan, batin Eliza. Amanda mengajaknya keluar dari sana, meninggalkan Eduardo dan Dokter Kevin. Eduardo menatap punggung mereka yang menghilang di balik pintu dengan tajam. Dokter Kevin menyadari pandangan Eduardo yang penuh intimidasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Down [The Rest Of Life]
Romance#14 in action (01-02/02/2019) Setiap kali mata ini terbuka, semua orang akan berkata betapa indahnya dunia ini. Tuhan menghiasnya dengan hangat sinar mentari di pagi hari menampakkan segala aktivitasnya. Taburan bintang di langit malam dengan se...