Dengan senyum yang mengembang, pria itu duduk di tepi ranjang. Menanggalkan anak rambut yang menutupi wajah cantik gadis yang terlelap. Diselipkannya anak rambut itu di belakang telinga si gadis. Merasakan sentuhan lembut, gadis itu menggeliat namun tidak membuka matanya.
"Bangunlah," bisik pria itu lembut di telinga si gadis.
"Emm." Perlahan mata itu terbuka. Ia mengerjap, mencoba untuk memfokuskan.
"Ada apa, David?" tanya gadis itu dengan suara seraknya efek bangun tidur.
"Orang tuamu menunggu di lantai utama."
"Apa?!"
"Ssshhh! Tanyanya nanti saja. Sekarang ayo ke lantai utama!" balas David sambil menggandeng tangan Amanda. Amanda tidak berontak, karena ia juga tidak menyadari itu. Mereka berjalan beriringan menyusuri tangga. Kedua orang tuanya sudah duduk di atas sofa sembari mengobrol dengan Andrew. Sesekali mereka tertawa.
"Mr. Thomas, ini Amanda," ucap David memotong perbincangan. Amanda memalingkan wajahnya sembari menyentakkan tangannya yang digenggam David. Mrs. Millene Natasha Williams yang mana Mama dari Amanda bangkit dari duduknya.
"Oh God! Sayangku, kamu baik-baik kan?" tanya Mrs. Millene memastikan seraya memegang erat kedua bahu putrinya. Ia menatap lekat putri yang amat dia sayangi. Namun Amanda tidak menjawab dan tetap memalingkan wajahnya. Tangan cantik Mrs. Millene itu terayun menarik dagu lancip putrinya.
"Sayang. Tatap Mama!" Amanda pun akhirnya menoleh dan menatap Mamanya. Wajahnya menunjukkan ketidaksenangan. Mulutnya mengerucut, pipinya sedikit menggembung, serta matanya terlihat sangat jengah.
"Kita pulang, ya? Mama dan Papa tidak mau terjadi apa-apa lagi."
"Aku tidak mau," jawab Amanda santai. "Aku tidak mau tinggal di mansion yang membosankan itu. Penuh dengan peraturan. Tidak boleh begini tidak boleh begitu. Aku serasa di dalam kurungan!"
Mendengar penuturan putrinya yang tidak mengenakkan itu, Thomas Williams beranjak dari duduknya. Ia terlihat menahan amarah yang membuncah, menatap lekat kearah putrinya. Tangannya mengepal kuat, rahangnya juga mengetat.
"Amanda!" Lolos sudah. Suara itu memang tidak terlalu keras, namun akan memberi efek ngeri bagi siapa saja yang mendengarnya. Andrew yang sedari tadi duduk pun ikut berdiri. Mamanya sudah harap-harap cemas akan terjadi peperangan.
"Kenapa? Papa tidak suka? Itu yang Amanda rasakan ketika tinggal di mansion Papa," balas Amanda menatap lekat mata pria paruh baya itu.
Tangan kekar itu terangkat siap menganyun. Mrs. Millene membelalakkan matanya melihat tangan suaminya. Dari mata pria itu terukir dengan jelas amarah dan rasa malu yang luar biasa.
"Tampar saja, Pa! Bukankah itu jalan terakhir untuk melampiaskan amarah Papa?" Amanda mendongakkan pipi kirinya kearah sang Papa. Ia sama sekali tidak takut jika Papanya akan melayangkan tamparan.
"Papa sudah! Jangan seperti ini. Kita sedang bertamu, Pa." Mrs. Millene mencoba meredam emosi suaminya dengan mengelus pundaknya. Tangan Mr. Thomas itu lantas turun perlahan. Ia mencoba menetralisir amarahnya dengan menarik napas dalam.
"Lhoh? Tidak jadi?"
"Amanda! Sudah, Sayang!"
"Baiklah, silakan duduk!" ucap Andrew menghentikan mereka.
Perbincangan dengan sedikit perdebatan itu telah selesai. Mr. dan Mrs. Williams pamit undur diri. Terlihat Amanda mengembuskan napas dengan kasar sambil memutar bola matanya. Andrew lebih dulu kembali ke kamarnya. David hanya diam mengamati tingkah mereka. Lalu Amanda kembali ke kamarnya diikuti oleh David.
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Down [The Rest Of Life]
Romance#14 in action (01-02/02/2019) Setiap kali mata ini terbuka, semua orang akan berkata betapa indahnya dunia ini. Tuhan menghiasnya dengan hangat sinar mentari di pagi hari menampakkan segala aktivitasnya. Taburan bintang di langit malam dengan se...