PART 39

146 13 0
                                    

    Suasana pagi dini hari ini begitu dingin. Semua orang terlelap dalam tidurnya. Denting jam dinding menggema ke seluruh penjuru mansion megah ini. Wanita berusia lebih dari setengah abad yang mana kepala pelayan itu terbangun dari tidurnya. Kerongkongannya terasa kering. Dia juga lupa tidak menyiapkan segelas air di atas nakas seperti biasanya. Mau tidak mau, dia berjalan terhuyung menuju dapur dengan rasa kantuk yang masih menyelimutinya.

"Oohh... segarnya," tukasnya setelah meneguk satu gelas air putih dingin hingga tandas. Matanya menelusur mencari jam dinding. Masih pukul tiga lewat tujuh belas menit.

Dia berjalan gontai hendak kembali ke kamarnya. Tangannya sesekali terayun untuk menutup mulutnya yang menguak. Mariah sudah berkerja pada keluarga Luther semenjak Tn. Richard masih remaja. Usianya sekarang sekitar 57 tahun. Dan entah mengapa Tn. Richard memintanya bekerja di mansion putranya. Wanita itu hendak menuju kamarnya. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara dari pintu utama.

TOK! TOK! TOK!!

Suara ketukan pintu itu membuatnya terlonjak. Nyawanya yang masih berjalan-jalan, kini mengumpul menyadarkannya. Ketukan itu terus terdengar. Dengan langkah ragu, Ia memberanikan diri untuk membukanya.

"Siapa, Mariah?"

"Oh my-! Tuan.. Anda mengagetkan saya," ucap Mariah.

Pria bertelanjang dada itu menuruni anak tangga dengan cepat. Ia berjalan diekori Mariah menuju pintu utama mansion. Pemilik rumah yang masih di dalam kamarnya kini menggeliat mendengar suara yang cukup keras dari lantai bawah. Ia pun bangun dari tidurnya. Saat menutup pintu, gadis bersurai cokelat itu juga menutup pintu kamar yang bersebelahan dengannya.

"Tidak, Sir! Tidak mungkin Amanda melakukan itu!" pekik seorang pria disana.

David dan Amanda menuruni tangga bersamaan. Langkah kaki mereka percepat karena penasaran. Polisi? Untuk apa polisi pagi-pagi buta berkunjung? Kening David berhasil mengernyit bingung. Andrew terlihat marah besar dan Mariah, shock.

"Ada apa, Andrew?" tanya David.

"Maaf mengganggu, Tuan. Bisa kami bertemu dengan Nona Amanda?"

Amanda melangkah mendekat. "Saya Amanda. Ada apa, ya?" ucapnya bingung.

"Anda menjadi tersangka dalam kasus bunuh diri. Silakan ikut kami!"

Mata Amanda dan David membulat sempurna. Mereka saling melempar tatapan bingung dan tak percaya. Apa yang polisi itu katakan? Amanda menjadi tersangka penyebab kasus bunuh diri?

"Bunuh diri? Siapa, Sir?" tanya Amanda dengan kening mengernyit.

"Nona Julia Aaron."

Amanda tercengang. Tangannya terayun membekap mulutnya. Setetes air mata melesat melewati pipinya. Tubuhnya melemas seketika. Dadanya begitu sesak dan napasnya tercekat. Andrew merengkuh tubuh Amanda yang hampir terjatuh. David berlari mengambil dua buah jaket, satu dipakaikan pada Amanda. Ia menemani Amanda ke kantor polisi.

Gadis bersurai cokelat itu hanya diam membisu. Bibirnya pucat pasi dan bergetar. Ia hanya menjawab singkat atas pertanyaan yang diajukan untuknya. Ia sedang diinterogasi.

"Putriku tidak mungkin melakukan hal buruk seperti itu!" pekik pria paruh baya yang baru saja masuk. Dia tidak sendiri. Ada orang kepercayaannya dan seorang pria paruh baya juga. Di belakang mereka, muncul seorang gadis bersurai pirang bermata hijau sudah berurai air mata. Amanda menatapnya datar.

"Tenanglah, Tuan! Ini bisa dibicarakan."

"Yang dikatakan Tuan Thomas benar, Sir. Amanda tidak pernah berperilaku acuh pada Julia. Bahkan kami semakin akrab dua bulan terakhir ini," papar gadis itu.

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang