PART 63

152 13 0
                                    

    Gadis bersurai pirang itu begitu semangat mencari sesuatu di dalam gudang rumah mewahnya. Terlihat dari wajahnya, ia begitu serius. Senyumnya terkembang saat menemukan sebuah kotak dari karton yang dibungkus kertas polos berwarna navy. Ia membukanya dan senyumnya semakin lebar. Kotak itu berisi barang-barang berharga milik kakaknya. Ia mengeluarkannya satu persatu hingga ia menemukan sebuah buku. Gadis itu menghela napas panjang dan mulai membuka buku itu. Sesuai dengan prediksinya, buku itu adalah buku diary.

"Michael Jonathan's diary," ucapnya saat membaca tulisan di lembar pertama.

Shonya Leillya Jonathan terus membaca lembar demi lembar yang ada disana. Buku yang tebalnya sekitar 200 halaman itu berisi catatan harian tahun terakhir kakaknya. Meski rasa kantuk sudah melanda, dia tetap melanjutkan membaca hingga tak terasa dirinya sudah terbang ke alam mimpi.

Di sudut lain, kepala rumah tangga ini juga tengah sibuk membaca sebuah buku bersampul maroon. Dilihat dari covernya saja, sudah dapat dipastikan jika itu buku milik seorang gadis. Ya, dia membaca buku diary keponakannya, Julia Aaron. Dari sana dia mengetahui beberapa fakta besar.

"Irish Wilson mencintai Peter Brentford. Hmm.. kalau dipikir, Irish memang lebih dulu mengenal Peter dibanding Julia," gumamnya sendiri.

Mr. Celeb Jonathan menyeruput kopinya lagi lalu meletakkannya di atas meja kerjanya. Ia kembali membaca buku itu dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Tiba-tiba tangannya bergetar saat membaca tiga lembar terakhir.

"Benar. Elizabeth Friz yang menerornya. Ini bisa jadi bukti jika Julia memang dibunuh. Dan kemungkinan besar, juga Eliza lah yang membunuhnya. Tapi.." Ia menjeda ucapannya sendiri dan melanjutkan membaca.

"Harry Reeves. Dia lagi. Jika ini semua ulah Harry, berarti dalang di balik semua ini adalah Lucas. Apa sebenarnya tujuan Lucas," tukas Mr. Celeb frustrasi.

Cahaya yang menerobos melalui celah gorden membangunkannya. Ia mengerjap beberapa kali lalu dengan cepat mengambil ponsel pintarnya. Ia ketikkan beberapa nama disana. Dengan tekad yang kuat, Leillya mengemasi buku diary Michael dan memasukkannya di totebag kesayangannya. Ia pun bergegas meninggalkan rumah dengan melajukan mobilnya.

Aku harus mengkonfirmasi semuanya, ucap batinnya. Setelah sampai di sebuah kafe, Leillya segera mencari bangku dan menunggu seseorang. Dia pasti tidak akan tepat waktu, dengusnya.

"Leillya?"

Gadis bermata hijau itu menoleh. "Albert," ucapnya kaget.

Pemuda bernama Albert itupun duduk di depannya. "Kau sedang apa disini?"

"Kau sendiri?" Leillya balik bertanya.

Albert tersenyum dan menunjuk pada seorang gadis yang sedang berdiri di depan kasir. "Kakakku membeli roti kesukaannya. Habisnya ibu tidak ada di rumah dan aku dipaksa ikut menghadiri peresmian hotel Mr. Amien."

Leillya mangut-mangut.

"Kau tidak datang?" tanya Albert lagi.

Leillya menggeleng. "Tidak. Mungkin Pipi yang akan kesana."

Albert mengangkat kedua alisnya, "Banyak tamu besar yang diundang. Semestinya kau juga datang. Siapa tahu ketemu jodoh," ucapan Albert membuat Leillya berteriak dan dia sendiri tergelak.

"Leillya," ucap Camellia saat menemukan adiknya duduk berdua dengan seorang gadis.

Leillya tersenyum. "Kak Camellia."

Albert pun beranjak dari sana. "Kami duluan," tukas Albert diikuti anggukkan oleh Leillya.

Leillya duduk sendiri sambil memainkan ponselnya. Dia sudah mengira jika orang yang ditunggunya pasti terlambat. Atau orang itu juga menghadiri peresmian hotel Mr. Amien. Ia melirik saat menangkap bayangan manusia berbalut pakaian formal melangkah memasuki kafe ini.

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang