PART 71

171 10 0
                                    

    Suasana hatinya lebih tenang sekarang. Ia hidup di dalam keluarga yang sangat menyayanginya. Makanan kesukaan juga selalu ada untuknya. Ketika merajuk, wanita seperti malaikat yang menggantikan ibunya selalu datang untuk merayunya. Dia merasa sangat dicintai.

"Itu esku, Thomas!"

"Kau tadi juga mengambil ayamku," tukas saudaranya tak mau kalah.

"Sudah.. Mommy bawakan es dan ayamnya bagaimana?"

"Boleh!" ucap mereka serempak begitu semangat.

Ny. Williams tersenyum geli. "Tapi tidak boleh berebut, okay?"

Dua pemuda itu mengangguk mantap. Ny. Williams meminta pelayan untuk mengambilkan kotak bekal. Sedang Ny. Williams menata bekal untuk mereka, Richard tersenyum jahil melirik Thomas.

"Mom, Thomas sedang mengejar gadis SMP," serunya dan langsung dihadiahi injakan di kakinya membuatnya mengaduh.

Ny. Williams mengangkat kedua alisnya. "Ohh, Mommy tidak akan mengizinkan jika Thomas belum bisa mencuci celana dalamnya sendiri."

Sontak Richard tertawa dengan kerasnya. Thomas menekuk wajah dan menonyor sahabatnya dengan segelas es. Mereka berangkat dengan mengendarai mobil Thomas. Oh ya, Lucas dan Ulyssia jadi dipindahkan dari sekolah itu. Mereka menjalani kehidupan seperti semula.

Sore ini, sebelum hari kelulusannya, Thomas ingin menyampaikan isi hatinya pada gadis yang dipujanya selama ini. Richard mengintip di balik pohon menantikan aksi pernyataan cinta itu.

"Millene. Aku.. Aku suka denganmu sejak kita sama-sama mengejar jambret itu. Haha, kau tahu itu sudah delapan bulan yang lalu. Tapi aku terus datang menemuimu. Aku tidak akan memaksamu menjawabnya sekarang. Aku tahu.."

"Sshhtt!" Millene meletakkan jari telunjuknya di bibir Thomas membuat Thomas membeku. "Aku tahu. Kau tidak akan menikahiku sekarang karena aku masih kecil, kan?" tukas gadis itu terkekeh.

Thomas tertawa pelan. "Benar. Aku akan menunggu sampai kau menyelesaikan sekolahmu. Aku akan jadi sukses dan membahagiakanmu."

Pernyataan cinta yang sederhana namun memikirkan masa depan. Richard tersenyum senang mendengarnya. Ia akan merindukan sahabatnya itu. Setelah hari kelulusan nanti, dia akan pergi ke negeri orang untuk mencari ilmu dan mengembangkan bisnisnya yang mulai ia rintis sejak duduk di bangku SMP. Lagipula untuk biaya kuliah, semua sudah ditanggung karena dia mendapatkan beasiswa.

Setelah mengantarkan Millene pulang, Richard dan Thomas hanya diam satu sama lain. Thomas tidak berencana melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Itu berarti ia akan berpisah dengan sahabat yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri. Richard diam menatap jalanan yang mulai menggelap di sampingnya.

"Dari tadi kau diam, Richard. Ada apa?"

"Oh, tidak apa-apa," serunya tanpa berpaling.

Thomas tersenyum. "Apa kau takut merindukanku, heh?" godanya.

"Ct! Aku masih normal." Thomas tertawa lepas. "Tapi, iya. Tentu aku akan merindukanmu, saudaraku," ucapnya membuat Thomas melirik sekilas.

"Bukankah kita sudah berjanji, nanti kita akan berbesan dan benar-benar menjadi satu keluarga."

Richard menghela napas. "Semoga, Thomas."

*****

    Semenjak Richard tidak tinggal di dalam mansion ini, Edmund semakin tak jelas. Terkadang ia melamun sendiri dan tak fokus saat diajak berbicara. Mungkin sebenarnya dia merindukan putranya. Ucapan Odelia hanya menjadi angin lalu sehingga diam-diam wanita itu mulai membencinya.

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang