PART 67

140 13 0
                                    

    Langit di atas sangat gelap tanda akan turun hujan. Bahkan satu bintang pun enggan menampakkan dirinya. Suasana itu bagaikan gambaran hati wanita berambut cokelat yang berdiri di balkon menatapnya dengan mata sedih. Kelabu, begitu katanya. Meski dia memiliki segalanya, tapi kematian seakan terus berlari mengejar, menghantuinya. Ia pejamkan mata sejenak sembari menghirup udara yang terasa mengisi tiap inci paru-parunya.

"Nyonya! Tuan Ethan tidak mau diam," seru babysitter putranya terlihat parau.

Ia pun bergegas menemui sang buah hati. Benar saja, di kamar bayi itu Ethan terus menangis histeris. Ia langsung menggendong putranya dan mencoba menimang. Tapi tetap saja bayi enam bulan itu menangis menjadi.

"Sayang, mommy disini. Kamu kenapa, hem?"

Mendengar suara tangisan, pria yang baru memasuki kediamannya langsung bergegas mencuci tangan dan kaki, lalu menemui putranya. Ia raih Ethan dari gendongan Amanda, istrinya. Hebatnya, Ethan berangsur diam. Pria yang masih berbalut jasnya itu kemudian menidurkan putranya. Amanda menatap lamat-lamat suaminya. Tiba-tiba hatinya seperti tercengkeram hebat saat melihat noda lipstik di pundak dekat kerah kemeja saat jas pria itu tertarik karena menidurkan anaknya. Amanda diam mencoba mengatur emosinya. Sudah satu bulan suaminya selalu lembur dan pulang berantakan. Wanita mana yang tidak menaruh curiga jika dia menghirup wangi lain dalam tubuh suaminya setelah pulang bekerja. Dan noda lipstik itu semakin mencekat napasnya.

"Dia sudah tidur. Kenapa dia bisa menangis hingga seperti itu?" tanya pria itu.

Amanda menyilangkan kedua tangannya di dada. "Kau tidak lihat dia merindukan daddynya?" tukasnya lalu melenggang pergi.

Amanda duduk di tepi ranjang dengan kepala yang terus berputar. Ia mendengar suara pintu yang menandakan suaminya masuk ke dalam kamar. Apa yang harus aku lakukan?, jerit batin Amanda.

"Kenapa kau selalu lembur, David?" ucap Amanda menoleh pada suaminya yang sedang melepas jasnya. "Bukan hanya Ethan yang merindukanmu. Tapi aku juga!" tambahnya dengan air mata yang mengalir.

David menghela napas dan berjalan mendekat. Ia peluk wanita itu dan mengelus rambutnya. "Kau tahu pekerjaan akhir-akhir sedang menumpuk, hem?"

"Kenapa tidak kau serahkan saja pada anak buahmu? Kau punya banyak orang kepercayaan, David!"

David mengurai pelukan dan menangkup kedua sisi kepala Amanda. "Hey! Itu semua harus aku cek. Tidak boleh ada yang terlewat. Besok aku tidak lembur, okey?" serunya dengan menyeka air mata Amanda.

Amanda menatap tajam ke arahnya. "Berhentilah berbohong!" ketus Amanda dan mendorong tubuh David. Ia pun menarik selimut dan menutupi dirinya.

David menghela napas berat dan berjalan menjauh untuk mandi. Amanda melirik, memastikan David sudah jauh darinya. Ia raih ponselnya dan mengirimkan sebuah pesan kepada seseorang. Amanda beranjak dari tidurnya dan berjalan menuju taman belakang.

Kaki telanjangnya melewati bebatuan yang terasa dingin akibat angin malam. Di gazebo gelap ini Amanda memeluk kedua lututnya. Menangis, itulah yang dilakukannya sekarang. Tiba-tiba ponselnya menyala.

-saya akan berusaha mencari tahu, nyonya.-

Kalimat itulah yang tertulis disana. Piyama tipis ini tentu saja tak akan mampu menghalau dinginnya malam. Tapi sakit dalam hatinya lebih besar, ia tetap duduk disini. Pandangannya beralih pada balkon kamarnya yang masih menyala terang. Manik matanya temukan bayangan pria yang sedang menatapnya sendu. Amanda kembali memeluk tubuhnya dan mengabaikan sosok itu. Tak begitu lama, ia merasakan sesuatu yang hangat memeluknya. Ia menoleh dan mendapati David melingkarkan selimut tebal di tubuhnya.

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang