PART 04

435 20 0
                                    

"Bagaimana bisa aku melupakan kenangan yang indah? Sesakit apa pun aku akan tetap memikirkannya. Menunggu hal yang tidak mungkin. Apa aku bodoh? Mungkin. Habisnya, cinta ini tak kunjung padam."

Andrewmeda Luther Nicholas

☘☘☘☘☘

    Ucapan Amanda berhasil membuka lembaran lama yang ingin Andrew tutup rapat. Ia tidak menyangka jika Amanda harus hadir di dalam kehidupannya. Gadis itu akan selalu mengingatkan Andrew dengan sosok Kayle Leana Williams. Seorang gadis yang telah memberikan sejuta kenangan manis dalam hidupnya. Kayle ialah kakak kandung Amanda. Mungkin jika ia masih hidup, usianya sekarang 20 tahun. Namun Kayle lebih dulu dipanggil oleh Tuhan.

Andrew tengah berdiri di pagar balkon kamarnya. Ia tersenyum kecut memandang bingkai foto di tangannya. Tampak seorang gadis yang cantik menatap tajam ke arah lain, serta rambut indahnya yang diterpa angin. Andrew membelai wajah sang gadis dengan ibu jarinya. Tanpa sadar, setetes air lolos dari matanya melewati pipi, dagu dan jatuh di atas kaca bingkai foto itu.

"Apa kabarmu, Kayle? Aku disini masih menunggumu. Meski aku tahu kau tidak akan kembali," ucap Andrew terus memandang bingkai foto itu. Terlihat penderitaan yang amat menyakitkan di kedua bola mata Andrew yang indah. Ia mengusap air matanya, lalu memeluk erat bingkai foto itu pada dada bidangnya. Ia memejamkan matanya erat-erat. Mengambil napas panjang. Mencari ketenangan untuk hati dan pikirannya yang masih gusar.

"Tak ingatkah kau waktu dimana kita bersama?" Andrew tertawa hambar di tengah celotehnya. "Kau bilang padaku untuk selalu menemaniku. Tapi mengapa kau harus meninggalkanku? Aku rapuh tanpamu, Kayle. Aku ingin sekali memelukmu seperti saat itu."

"Andrew?" Suara bariton itu memecah lamunannya. Ia menyelonong masuk ke kamar Andrew. Didapatinya Andrew tengah berada di balkon. Ia pun mendekat.

"Sampai kapan kau akan menyimpan perasaan itu? Benar yang dikatakan Amanda. Itu hanya akan menyakitimu."

Mendengar ocehan adiknya, ia pun membuka mata. Dari sudut bibirnya, ia mengulas senyum. Menurunkan bingkai foto itu dari dadanya. Ia memandang lekat foto yang selalu ia rawat. Ternyata di balik sikap cerianya, sikap ramahnya, pekerja kerasnya, Andrew menyimpan sejuta penderitaan yang tak terbayangkan. Entah sampai kapan ia akan menyimpan kenangan itu.

"Aku sendiri tidak tahu. Apa bisa aku melupakannya? Jika iya, bagaimana caranya?"

"Apa kedatangan Amanda yang mempengaruhimu? Sehingga kau bersikap seperti ini?"

"Mungkin. Gadis itu mengingatkanku pada Kayle."

"Maafkan aku, Andrew. Aku ingin Amanda tetap di sini. Maafkan keegoisanku dengan membiarkanmu mengingatnya lagi," ucap David sambil menunduk. Ia tahu jika hal itu menyakiti Andrew. Tapi dia bukan pria munafik yang berpura-pura tidak bermaksud menyakiti. Ia berterus terang jika ia memang menginginkan Amanda tetap tinggal bersamanya. Lagipula, ini kan mansion David. Jika memang Andrew tidak betah dengan kehadiran Amanda, ia bisa pergi mencari tempat tinggal lain. Mudah, kan?

Andrew menepuk pundak David dengan jantan. Ia tersenyum tulus pada David. Dalam senyum itu terdapat penderitaan yang sangat menyakitkan. David menatap Andrew lekat dengan mata yang sayu. Andrew menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tidak, David. Aku tahu kau menginginkan Amanda ada di sini. Kau pikir aku tidak tahu? Apa sebenarnya perasaanmu itu? Cinta?"

"Entahlah. Aku tidak mengerti apa itu cinta. Yang aku rasakan hanyalah ingin melihatnya baik-baik saja. Hanya itu," jawab David sambil memandang taburan bintang yang tumpah di langit.

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang