PART 30

174 11 0
                                    

Gadis bersurai cokelat itu dengan telaten menyuapi seorang pria yang masih duduk di atas ranjang rumah sakit. Pria itu sudah dua minggu dirawat disini. Gadis itu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Ini hari pertama ia masuk kuliah. Perban yang melilit di kepalanya sudah berganti dengan kapas dan plester.

"Amanda! Nanti yang akan mengantarmu Chris, okay?" tukas seorang pria paruh baya yang baru saja masuk ke ruangan itu. Tentu ruang VVIP dengan segala fasilitasnya.

"Iya, Pa," ucapnya. Ia menatap pria yang disuapinya tadi. Pria itu tersenyum tipis. Ia melanjutkan suapannya yang tinggal lima sendok lagi.

"Terima kasih, Amanda. Kamu sudah merawatku selama ini," kata pria itu dengan tatapan terfokus pada Amanda.

Amanda hanya tersenyum simpul. Suapan terakhirnya sudah masuk ke mulut pria itu. Ia meletakkan piringnya di atas nampan yang ada di atas nakas, lalu mengambil segelas air putih dan memberikannya pada pria tadi.

"Kamu sudah melihat Reynand, Amanda?"

Amanda mengangguk. "Aku harap dia segera siuman, Andrew. Aku menyayanginya seperti kakakku sendiri. Hatiku sakit melihatnya terbaring tak berdaya seperti itu. Apalagi.." Amanda menjeda ucapannya lalu mengalihkan pandangannya. Ia bangkit dari duduknya.

"Aku berangkat kuliah dulu, Andrew. Bye!" ucap Amanda seraya melambaikan tangan pada Andrew. Kemudian beralih mencium tangan Papanya. Dia berjalan keluar dikintili Chris. Christian Carlson, pria berusia 27 tahun ini menjadi kepercayaan Tn. Thomas karena kecerdikannya dalam menyelesaikan semua tugas yang diberikan dengan sempurna.

"Chris," panggil Amanda tanpa menoleh pada Chris. Namun Chris menatap Amanda. "Kau sudah menemukan siapa dalang dibalik kejadian itu?" tanya Amanda sembari membalas tatapan Chris.

"Meskipun saya sudah menemukannya, saya tidak diizinkan untuk memberitahu Anda, Nona," jawabnya.

Amanda mengernyit. "Kenapa?"

Chris tersenyum simpul. "Anda tidak perlu memikirkan hal seperti itu, Nona. Itu sudah menjadi pekerjaan kami, orang-orang Tuan Thomas dan Tuan Richard," papar Chris dengan terus tersenyum.

Amanda memalingkan pandangannya. "Aku memang tidak pernah mengerti dengan para pria dewasa," kata Amanda sambil mendengus kesal.

Chris hanya tersenyum lalu melajukan mobilnya. Jalanan tidak terlalu ramai, karena jam sekolah ataupun orang berangkat bekerja sudah lewat dari tadi. Mereka sampai di pelataran kampus Amanda. Amanda turun dari mobil diikuti Chris.

"Nanti jika sudah pulang.. hubungi saya, Nona!" tukas Chris.

"Aku tidak tahu nomormu," jawab Amanda santai.

"Di handphone Anda sudah ada, Nona. Sesuai nama saya, Chris," papar Chris. Amanda menaikkan satu alisnya. Melihat sikap Amanda, Chris mengulas senyum. "Anda tahu, saya yang menemukan handphone Anda."

Amanda mengedutkan sudut alisnya lalu melenggang pergi. Ia berjalan santai menyusuri berbagai ruangan. Kebetulan ruang Amanda kali ini melewati kantin. Ia melihat Julia, Irish, Albert, dan Peter duduk disana.

"Amanda!" panggil Julia sambil mengangkat tangan. Amanda berjalan menuju tempat mereka, lalu duduk bergabung.

"Mrs. Caroline tidak datang?" tanya Amanda, kedua alisnya terangkat.

"Tidak. Beliau masih di Paris," sahut Irish.

Amanda ber-oh-ria. Albert menatap intens Amanda sampai menyipitkan matanya. Amanda menatapnya sekilas.

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang