Di sebuah kota berkonflik dimana terjadi hujan peluru, nyanyian meriam, dentuman kaki, langit hitam, serta jerit dan tangisan yang menggema. Seorang gadis mungil yatim piatu kemana-mana menggendong adiknya yang berusia 9 bulan. Pakaian lusuh dan wajah berdebu sudah bukan hal yang aneh. Yang ia pikirkan hanyalah, bagaimana ia dan adiknya makan hari ini.
"Zayya. Lihat, aku membawa roti," ucap anak lelaki seusianya berlari menghampiri dengan mata berbinar.
"Darimana kau dapatkan ini, Harry? Bagaimana jika para prajurit tahu?"
"Sshhtt! Aku dapat ini sisa di dapur umum. Sudahlah, makan saja. Jangan lupa suapi Azka juga," seru anak lelaki itu kemudian berlari meninggalkannya.
Hari-hari mereka lewati bersama. Baik susah maupun senang, setidaknya mereka masih bisa melihat dunia. Di malam berbintang, Zayya terbangun dari tidurnya. Ia mencari keberadaan Harry, temannya. Langkah kakinya terhenti saat melihat Harry sedang berbicara dengan dua orang pria dewasa.
"Kemana mereka akan membawa Harry?" gumam Zayya pada diri sendiri.
Diam-diam, ia mengikuti Harry yang digandeng dua pria dewasa itu. Ia tercengang saat Harry akan memasuki sebuah mobil disana. Zayya berlari sekuat tenaga mengejar mobil itu sambil berteriak memanggil Harry. Berhasil! Mobil itu berhenti.
"Harry!"
Harry turun dari mobil dan menghampiri gadis kecil itu. Meskipun Zayya masih anak kecil, Zayya tahu jika Harry akan pergi meninggalkannya. Mata Zayya sudah dipenuhi cairan bening yang akan jatuh kapan saja. Tiba-tiba Harry memeluknya erat.
"Aku akan kembali, Zayya," ucapnya.
"Memangnya kau akan kemana?"
Harry mengurai pelukan. "Aku akan pergi untuk bekerja, Zayya. Jika aku sudah kaya nanti, aku akan pulang dan mengajakmu pergi dari sini," ucapnya lalu pergi.
Zayya terbangun dari tidurnya dan merasakan air matanya mengalir. Ia menyekanya. "Lhoh? Kenapa aku menangis? Apa tadi itu mimpi?" ucapnya sendiri. Ia menoleh dan melihat adiknya masih tertidur. Tapi, Harry tidak ada disana. Ia pun pergi mencari Harry. Langkahnya terhenti lantaran dua pria berdiri di depannya.
"Siapa namamu?"
Zayya bingung. "Namaku Zayya, Zayya Claudia Fernandez. Tuan?"
Pria itu tersenyum. "Namaku Thomas Williams dan ini sahabatku, Richard Luther Smith. Berapa usiamu?"
"Aku.. Aku lima tahun. Kenapa? Kenapa kalian kesini? Kalian bukan orang sini, kan?" tukas Zayya masih melongo menatap dua pria itu.
Dua pria itu berjongkok mensejajarkan diri mereka dengan gadis kecil itu. "Apa kau ingin bekerja dengan kami, gadis manis? Kami akan menjamin hidupmu. Apapun yang kau inginkan. Tempat tinggal layak? Makanan lezat? Segala macam mainan? Semuanya akan kami sediakan," papar pria yang mengenalkan namanya adalah Richard.
Zayya diam. Ia berpikir. Hal ini persis seperti yang dia impikan beberapa waktu lalu. Apa mimpi itu nyata? Apa Harry juga mengalami hal ini?
"Aku.. Aku punya adik," lirihnya dengan menundukkan kepala.
Dua pria itu tersenyum dan menggandeng tangan Zayya, meminta gadis itu menuju adiknya. Zayya menyetujui tawaran Tn. Thomas dan Tn. Richard. Ia menggendong adik kecilnya dan ikut bersama dua pria itu masuk ke dalam mobil. Zayya menoleh ke belakang melihat kampung halamannya yang kian menjauh. Ia berdoa dalam hati agar hidupnya setelah ini akan lebih baik.
"Setelah ini kita akan naik pesawat."
Zayya mengangguk dan mengikuti dua pria dewasa itu. Adiknya digendong oleh seorang wanita yang mereka temui di bandara. Wanita itu terus berjalan di sampingnya memastikan gadis itu tidak cemas dengan adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Down [The Rest Of Life]
Romance#14 in action (01-02/02/2019) Setiap kali mata ini terbuka, semua orang akan berkata betapa indahnya dunia ini. Tuhan menghiasnya dengan hangat sinar mentari di pagi hari menampakkan segala aktivitasnya. Taburan bintang di langit malam dengan se...