Gadis bersurai cokelat itu duduk termangu di kursi kerjanya. Ia ketuk-ketukan jemarinya di atas meja. Manik matanya terus menatap benda pipih di depannya dengan harapan segera menyala memberi suatu kabar. Senyum merekah lantas keluar dan langsung disambar ponsel itu.
"Halo, David? Kau sudah sampai?" tukasnya begitu antusias.
"Oh sepertinya Papa menganggu imajinasimu," terdengar suara berat di seberang sana diiringi tawa geli.
Gadis itu menyengir karena salah mengira Papanya adalah pria bernama David. "Em.. ada apa, Pa?"
"Sebenarnya Papa ingin mengajak kamu makan siang bersama. Tapi sepertinya Papa kalah cepat."
Gadis itu tersenyum. "Maaf, Pa."
"Yaya, tidak apa-apa. Have fun, sweetheart!"
"Thanks, Pa."
Ia mematikan sambungannya dan kembali pada posisi semula. Untung saja Papa yang mengetahuinya. Coba jika Beby atau Stephanie. Dia akan habis karena dua sahabatnya yang rempong itu. Dia memang belum memberitahu kedua sahabatnya jika dia kembali menjalin hubungan dengan CEO Luthet Property. Biar saja mereka tahu dengan sendirinya, pikir gadis bermarga Williams itu.
"Ingin makan siang dimana, Nona?" goda pria yang mana CEO Luther Property itu padanya.
Gadis itu menarik senyum. "Terserah kau saja, David. Bukankah dimanapun aku tetap makan banyak, hem?" balasnya membuat David tergelak.
Selama perjalanan, David terus menarik senyum. Berbeda dengan dirinya yang terkadang tersenyum getir. Tapi ia ingat perkataan Reynand, bahagiakan sisa hidup ini.
"Amanda?" Gadis itu mengerjap. "Tidak turun? Sudah sampai," sambung David.
Amanda terkekeh lalu turun bersama. Tak lupa, tangan David menggenggam erat tangannya. Amanda menatap genggaman itu dengan sorot mata yang miris. David tahu Amanda menatapnya.
"Kenapa?" tukasnya.
Amanda tersenyum dan menggeleng. Setelah sedikit celingukan mencari bangku kosong, akhirnya mereka duduk berhadapan di bangku dengan desain outdoor. Suasananya seperti taman didukung cuaca hari ini yang tidak mendung dan tidak terlalu panas. Mereka sudah memesan makanan dan tinggal menunggu datang.
"Kau senang, Sayang?"
Amanda mengangguk. "Iya, David. Terima kasih," tukasnya memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Mendapat respon menyenangkan, David menarik senyum. "Tidak perlu berterimakasih, Amanda. Ini sudah kewajibanku membuatmu bahagia," ucapnya.
Amanda mengangguk dengan senyum palsunya. Tak lama, waiter datang membawa pesanan mereka. Seperti biasa, Amanda memesan banyak makanan. David tersenyum-senyum melihat Amanda yang begitu lahap mengunyah makanan di mulutnya.
"Kenapa kau?" tukas Amanda dengan mulut penuh.
David tertawa pelan. "Tidak. Hanya saja, aku selalu senang melihatmu makan dengan lahap."
Amanda menahan senyumnya. "Kau harus selalu memberiku makan yang banyak, David!"
Tawa David tidak tertahan lagi. Dia terbahak-bahak sampai memegangi perutnya. Amanda mengerucutkan bibirnya menahan kesal dan malu. Ia memilih mengabaikan David yang masih tertawa dengan meneruskan makannya.
David mengusap butiran air yang ada di sudut matanya. "Oh my god.. Calon istriku ini lucu sekali." Perkataan David membuat hati Amanda miris. Ia menatap David nanar. "Sayang. Tentu saja aku akan memberimu banyak makanan. Bukankah kau selalu terlihat bahagia ketika makan. Aku akan lakukan apapun untuk membuatmu bahagia," tambahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Down [The Rest Of Life]
Romance#14 in action (01-02/02/2019) Setiap kali mata ini terbuka, semua orang akan berkata betapa indahnya dunia ini. Tuhan menghiasnya dengan hangat sinar mentari di pagi hari menampakkan segala aktivitasnya. Taburan bintang di langit malam dengan se...