Pagi ini dia begitu lelah. Ingin rasanya tidak berangkat bekerja. Namun pertemuan dengan Tn. Celeb mengharuskan dirinya berangkat ke kantor sekarang. Berbagai menu sarapan sudah tersaji begitu menggugah selera. Namun hal itu tidak berhasil untuknya. Dia tetap saja tidak napsu untuk makan. Hanya segelas susu yang ia sambar untuk sekedar mengisi perutnya. Ia pun melenggang pergi.
"Tuan? Kenapa tidak sarapan?" tanya Mariah, kepala pelayannya.
"Aku tidak napsu," jawabnya santai.
Mariah menatap sedih tuannya. Dua bulan terakhir, tuannya memang sering terlihat murung. Padahal gadis itu selalu datang menemuinya. Tapi tatapannya terlihat sendu. Tuannya itu seperti terpaksa tersenyum pada gadis berambut cokelat yang biasa bermain ke mansion ini.
Pemilik Anthonio mansion itu mengemudi dengan perasaan gelisah. Ia mengelus bibirnya dengan ibu jarinya. Hari ini begitu berat meski masih pagi. Ia sampai di kantornya dan langsung meeting dengan Tn. Celeb. Ia sedang melakukan kerjasama dengan beliau untuk melebarkan sayapnya di bidang kuliner. Rencananya ia akan membuka banyak kedai dan resto. Selain itu tujuannya adalah membeli saham beberapa perusahaan kuliner sehingga mendapatkan hak milik tanpa perlu merintisnya dari awal.
"Anda yakin dengan keputusan Anda, Tuan?" tanya Eduardo meragu yang berjalan cepat mengikuti David.
"Tuan Celeb! Selamat datang," tukas David berjabat tangan dengan rekan bisnisnya.
"Bisa kita mulai sekarang, Tuan? Saya akan ke Sydney dua jam lagi," sahut Tn. Celeb dengan tersenyum.
Tanpa basa-basi, mereka memulai bisnis mereka. Eduardo dan sekretaris Tn. Celeb bergantian menjelaskan konsep masing-masing. David mangut-mangut saat wanita yang berusia sekitar 30 tahun itu menjelaskan secara rinci desain restoran yang akan mereka bangun di Newcastle.
"Saya selalu merasa bahagia bekerjasama dengan Anda, Tuan," tukas Tn. Celeb yang bangkit dari duduknya dan berjabat tangan dengan David.
David ikut berdiri dan tersenyum membalas jabatan itu. "Saya juga selalu puas bekerjasama dengan Anda, Tuan Celeb," jawab David.
Ia kembali ke ruangannya untuk mengoreksi tumpukan map berisi laporan yang sudah menggunung di depannya sembari menunggu rapat staf dimulai. Sesekali ia menggaruk keningnya karena laporan yang dirasa tak sesuai. Tiba-tiba handphonenya menyala. Langsung saja ia mengangkatnya.
"Iya, Mom?"
"David. Mommy sudah sampai di mansionmu. Nanti kamu pulang makan siang bersama, ya?"
"Maaf, Mom. David sedang sibuk. Setelah ini akan ada rapat staf sampai jam makan siang," balasnya sembari melirik arlojinya.
"Yah! Padahal Kak Andrew bisa pulang, Sayang. Rencananya Amanda juga akan datang setelah sidangnya selesai," papar wanita paruh baya di seberang sana.
"David minta maaf, Mommy," balas David.
"Yasudah, tidak apa-apa, kok. Tapi nanti malam Mommy tidak mau tahu. Kamu harus hadir, okey?!"
"Siap, Mommy. I love you."
"I love you too, sweetheart."
Pria berbalut jas formalnya tengah duduk bersandar di kursinya. Tangannya memainkan ponsel pintarnya dengan gerakan memutar. Pikirannya tak tenang karena dia harus segera mengambil keputusan. Tak selang beberapa lama, ponselnya menyala tanda ada pesan yang masuk. Ia menghela napas berat dan membuka pesan dari seseorang yang membuat frustrasi melanda dirinya. Pria itu mengusap wajahnya lelah dan membaca rangkaian kalimat disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Down [The Rest Of Life]
Romance#14 in action (01-02/02/2019) Setiap kali mata ini terbuka, semua orang akan berkata betapa indahnya dunia ini. Tuhan menghiasnya dengan hangat sinar mentari di pagi hari menampakkan segala aktivitasnya. Taburan bintang di langit malam dengan se...