Embusan angin malam yang dingin menemani sepasang manusia yang sedang memadu kasih. Di rumah sederhana tepi pantai ini, banyak kisah yang mereka torehkan untuk menjadi sejarah cinta yang tak akan pernah terlupakan oleh keduanya. Dimana hamparan lautan luas yang membentang seakan menjadi saksi bisu tangis, senyum, tawa, haru, dan bahagia mereka.
"Tidur, yuk!"
Anggukkan ia berikan untuk menjawab ajakan kekasihnya. Rumah sederhana ini memberikan kehangatan untuk mereka. Gadis itu berbaring miring di atas ranjang. Pria di belakangnya dengan sigap memeluknya erat. Saling memberikan kecupan kecil hingga mereka terbang ke alam mimpi.
Sinar matahari yang menyelusup melalui celah gorden membuat mata cerah itu terbuka. Rasa hangat di perutnya tak terasa lagi. Ia lantas menoleh ke belakang mencari pria yang semalam memeluknya erat. Ia mengernyit melihat sebuah kertas dan di sampingnya terdapat setangkai mawar merah.
-ikuti petunjuknya!-
Tulis seseorang disana. Gadis bermarga Williams itu melihat kelopak bunga yang tertabur menuju arah pintu. Ia bangkit dari ranjang dan mengikuti arah taburan kelopak bunga itu.
"David?!" teriaknya karena sampai keluar dari rumah itupun ia tak menjumpai pria yang dicarinya. Namun kelopak bunga itu masih ada. Apa dia ingin memberi kejutan?, batinnya sembari melangkahkan kaki telanjangnya di atas pasir pantai.
Suara lantunan piano menyita perhatiannya. Amanda Chaterine Williams penasaran dan mengikuti sumber suara. Matanya membola ketika mendapati seorang pria yang dicarinya tengah memainkan piano putih di tepi pantai. Hiasan bunga mawar merah ikut andil dalam memperindah suasana romantis ini. Amanda tersenyum dan pelan tapi pasti, pelupuk matanya berangsur penuh. Anthonio Luther Davidove tengah menyanyikan lagu dari Rascal Flatts yang berjudul 'God bless the broken road' begitu merdu dengan suara khasnya.
Setelah lagu itu selesai, Amanda memberikan tepuk tangan kecilnya. David beranjak berjalan padanya. Amanda sudah tersenyum lebar hendak memeluk pria di depannya. Tiba-tiba David berlutut dan mengeluarkan kotak beludru kecil berwarna merah. Dia membukanya.
"Will you marry me, Amanda?"
Sebuah cincin putih kecil bermata berlian tertancap begitu cantik di dalam kotak itu. Amanda menelan salivanya. Air matanya melolos dan ia membekap mulutnya dengan kedua tangan. Tubuhnya panas dingin dan bergetar hebat.
David terus menarik senyum menanti jawaban yang akan keluar dari bibir manis Amanda. Reynand, Eduardo, Stephanie, dan Beby mengintip dibalik pohon yang tak jauh dari mereka berdua. Amanda tak sanggup mengontrol emosinya. Napasnya mulai tersengal.
"I'm sorry, David." David mengernyit. "I'm sorry. I can't. I can't.. David, I'm sorry.."
Amanda berlari menuju rumah pantai meninggalkan David yang masih pada posisinya. David mencengkeram kuat kotak itu dan mengeratkan rahangnya. Ia menoleh tajam pada segerombol orang yang bersembunyi dibalik pohon itu. Beby dan Stephanie segera berlari mengejar Amanda. Sedangkan dua pria itu, mereka menelan ludah melihat tuannya berjalan cepat ke arahnya.
"Kenapa dia menolakku, Rey?! Kenapa?!" David mencengkeram kuat kemeja Reynand.
Reynand mencoba tenang. "Mungkin itu alasan Nona."
David semakin marah dan mengangkat kemeja Reynand. "Itu apa maksudmu?!"
Reynand menatap lekat mata David tanpa rasa takut. "Nona sedang sakit, Tuan."
David mengernyit. "Sakit? Sakit apa, Rey?"
"Gagal hati. Selama ini Nona Amanda menderita gagal hati. Dia menyembunyikan penyakitnya dari semua orang. Anda bisa menanyakan pada Dokter Kevin untuk lebih jelasnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Down [The Rest Of Life]
Romance#14 in action (01-02/02/2019) Setiap kali mata ini terbuka, semua orang akan berkata betapa indahnya dunia ini. Tuhan menghiasnya dengan hangat sinar mentari di pagi hari menampakkan segala aktivitasnya. Taburan bintang di langit malam dengan se...