PART 65

183 14 0
                                    

    Hari-hari yang ia jalani sudah berbeda. Apalagi dengan perutnya yang kian membesar membuatnya sulit untuk bergerak bebas. Namun ia tak pernah mengeluh, lantaran di balik perut buncit itu tengah tumbuh buah cintanya dengan sang suami. Dalam setiap detiknya, ia selalu berdoa agar anaknya terlahir dalam keadaan sehat dan sempurna. Kebahagiaan dalam penantian ini semakin bertambah karena kasih sayang dari suami yang tanpa celah.

"Mariah!" teriaknya.

Pelayan yang sudah berumur itu berjalan padanya. "Iya, Nyonya?"

"Strawberrynya habis?" tanyanya karena ia tak menemukan satu pun buah itu di dalam lemari es.

"Oh, iya, Nyonya. Nadine akan membelinya besok pagi," ucap pelayan itu.

Bukannya marah, dia malah tersenyum. "Tidak usah. Aku akan minta David membelikannya," ucapnya.

Ia berjalan pelan dan duduk di sebuah kursi. Ia ketikkan beberapa kata disana. Memanggil seseorang dengan kontak 'Dav❤' dan menunggunya hingga tersambung. Ia tersenyum lebar.

"David?"

"Iya, bebe. Ada apa?"

"Kau tahu? Anak kita sedang ingin makan strawberry. Tapi tidak ada strawberry di lemari es." Ia membuat rengekkan. Mariah menunjuknya dan menggeleng kepala. Dia terkekeh memperlihatkan deretan giginya.

"Bukan begitu, David. Aku ingin makannya denganmu," rengeknya lagi.

"Okey. Kalau begitu sepuluh menit aku sampai. Tunggu, ya?"

"Tidak harus sekarang," dia mulai panik.

"Tidak apa-apa. Aku sedang tidak sibuk. Bye, i love you."

"I love you too," jawabnya dan memutuskan sambungan telepon. Ia tersenyum penuh kemenangan. Ia berjalan menuju taman belakang. Cuaca siang ini sangat bersahabat. Tidak panas dan tidak mendung. Amanda Chaterine Luther duduk di sebuah gazebo sembari menunggu suaminya pulang.

Senyumnya merekah saat melihat bayang suaminya di dalam mansion. Ia berjalan hendak menghampirinya. Tapi mereka sudah bertemu saat di tepi kolam renang. Pelukan dan kecupan kecil mereka berikan. David menggiring istrinya untuk duduk di sofa panjang yang menghadap taman belakang. Ia duduk dan memangku Amanda meskipun wanita itu tengah hamil besar.

"Buka mulutnya," ucap David dan menyuapi Amanda buah strawberry yang dibelinya. Amanda membuka lebar mulutnya dan mengunyahnya.

"Enak?"

Amanda mengangguk mantap. Setelah memakan buah yang ke lima, Amanda meminta David juga membuka mulutnya. Ia menyuapi David dan tertawa renyah. Dari 20 strawberry jumbo dalam kotak itu hanya tersisa enam buah saja. Amanda menyandarkan kepalanya di dada bidang David.

"David.."

"Hmm?"

"Bagaimana jika nanti aku tidak kuat melahirkan?" tanya Amanda.

David membelai lembut rambut istrinya. "Hey! Kamu wanita yang kuat, Sayang. Kamu pasti bisa."

Amanda menegakkan kembali duduknya dan menatap mata lelaki di depannya lamat-lamat. Ia belai wajah tampan David dengan tangannya yang halus. Sesungguhnya Amanda takut. Takut dia akan pergi meninggalkan pria itu.

"David, lihatlah perutku membengkak!"

"Itu karena kita mengurangi dosisnya, Sayang."

"David.. Bagaimana jika anak kita juga menderita penyakit yang sama?"

"Kita sudah sepakat itu bukan penyakit genetis, Amanda. Ada apa denganmu? Tidak usah berbicara seperti ini lagi," tukas David sedikit kesal meski tak ia perlihatkan.

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang