PART 09

236 21 0
                                    

Cuaca pagi ini sangat dingin. Hujan badai tadi malam menyisakan gerimis yang tak kunjung usai mengguyur seluruh penjuru kota. Menurut kabar media, mungkin akan sampai malam nanti. Para siswa menggenakan syal dan juga jaket untuk menghangatkan tubuh mereka. Titik-titik air serta angin yang berembus membuat tubuh merinding. Tidak sedikit dari mereka menggosok-gosokkan telapak tangan untuk sekedar membagi panas tubuh.

"Huh! Rasanya aku malas bangun. Aku masih ingin tidur." Gadis seumuran Amanda itu terus saja mengeluh.

"Kau benar, Beby. Harusnya diliburkan saja hari ini. Bukankah kita juga tidak ada jam? Kan para guru akan rapat membahas dies natalis," sambung Stephanie dengan memasang wajah masam.

"Hah..." rengek Beby. "Bagaimana denganmu, Amanda?"

"Kenapa? Sama saja seperti hari lain. Mau cerah atau hujan."

"Ish! Jangan tanya Amanda! Amanda sedang menikmati kehidupan barunya," celetuk Stephanie.

"Memang mati? Hidup baru kau bilang," timpal Amanda dengan menopangkan dagu di tangannya.

"Habisnya kau tidak sependapat, sih!"

"Tahu tuh!" Stephanie tampak malas.

"Memangnya harus bagaimana lagi? Jalani saja!" jawab Amanda santai sambil mengelus liontin kalungnya. Ia mendapatkan kalung itu sebagai hadiah peringkat satu dari David. Kalung itu terpasang begitu saja di lehernya ketika bangun dari tidurnya yang berbeda. Malam itu. Dia tidak akan melupakan malam penculikan itu selamanya. Sangat menakutkan.

Semua siswa juga sama halnya dengan ketiga gadis cantik itu. Malas. Kedinginan. Rintik hujan yang membasahi teras, taman, dan pelataran sekolah pun memberi kesan becek di mata mereka. Apalagi tidak ada jam pelajaran. Ah, meski ada jam pelajaran pun, pasti mereka juga tidak akan fokus.

"Jadi, kelas kita akan tampil apa?" tukas anak laki-laki yang berdiri membelakangi papan tulis. Memang semua siswa berada di kelas masing-masing. Meskipun jam kosong, mereka tetap tertib dengan berada di kelas dan tidak membuat kegaduhan.

"Terserah kau sajalah!" tukas salah satu siswa di pojok belakang kelas.

Agenda yang tengah bapak-ibu guru rapatkan bersama pengurus OSIS memanglah agenda tahunan. Semua kelas diwajibkan memberikan sebuah tampilan yang memukau untuk memeriahkan dies natalis sekolah ini. Tamu undangannya juga tidak tanggung-tanggung. Mulai dari pejabat setempat hingga menggerek perusahaan-perusahaan besar untuk menjadi sponsor. Meski acara tidak dibuka untuk umum, sekolah lain tetap diberi kuota untuk melihat acara yang selalu dinantikan tiap tahunnya. Kalau diingat-ingat, perusahaan Andrew juga pernah menjadi salah satu sponsor acara tahunan ini.

"Okay, kalo terserah padaku, berarti semua wajib menurut," sambung Gheral dengan tersenyum.

"Okay!" jawab mereka serempak.

Stephanie mengangkat tangan. "Apa juga akan ada fashion show seperti biasanya?"

"Kita juga belum tahu. Tapi kita siapkan saja dulu. Waktu kita hanya 2 bulan."

"Ah... pasti akan terjadi hal membosankan," tukas anak laki-laki di pojokan tadi.

"Oy, Felix! Kamu harus dapat peran disini. Iya kan, Gherald?" Beby mengusulkan argumennya.

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang