PART 34

136 11 0
                                    

    Gadis bermata blue denim itu duduk termangu di tepi ranjangnya. Kakinya ia ayun-ayunkan. Ia menatap jauh keluar jendela kacanya. Sepertinya cuaca di luar sangat menenangkan. Tetapi dia tetap memilih kamar ini untuk duduk. Ia melirik saat pintu diketuk. Masuklah kepala pelayan Anthonio mansion sembari membawa nampan yang terdapat makanan dan minuman, serta beberapa obat. Wanita paruh baya itu berjalan dan meletakkan nampan itu di atas nakas. Gadis itu hanya melihatnya sekilas dan kembali menatap keluar jendela.

"Nona, makanlah! Saya sudah buatkan bubur favorit Anda," ucap kepala pelayan itu yang sudah duduk di depannya. Ia mengayunkan sesendok bubur kepada gadis itu.

Amanda memalingkan wajahnya. "Aku tidak mau makan."

"Tapi, Nona"

"Aku bilang tidak!" bentak Amanda. Mariah sampai terlonjak kaget. "Pergi! PERGI!!" pekik Amanda.

"Ba.. Baiklah, Nona. Saya tinggalkan buburnya disini. Anda bisa memakannya sendiri," tukas Mariah seraya menaruh semangkuk bubur itu kembali di atas nampan. Ia membungkuk hormat, lalu keluar.

Amanda meringkuk di dalam selimut. Ia begitu takut berhadapan dengan siapapun.

"Mariah?" sahut Andrew saat Mariah melewati ruang makan. Ia pun berjalan menuju ruang makan yang sudah ada keluarga Luther.

"Iya, Tuan?"

"Apa Amanda sudah makan?" Tn. Richard menatap Mariah.

Mariah menunduk. "Nona meminta saya keluar, Tuan."

Mereka menghela napas berat. Mariah membungkuk hormat lalu pergi menuju dapur. Mereka berempat diam --fokus pada menu masing-masing. Tn. Richard menatap David.

"David!"

David mendongak menatap Daddynya.

"Kau yang akan bertanggungjawab." David mengernyit. "Kau harus pastikan Amanda makan teratur dan minum obatnya."

"Tapi Da--"

"Tidak ada tapi-tapian!" potong Tn. Richard tegas. David mendengus lalu menghabiskan sarapannya.

Siapa yang datang?, batin Amanda saat mendengar pintu terbuka. Kaki itu melangkah pasti dan duduk tepat di depannya saat ia tidur miring. Tapi Amanda tidak tahu siapa itu, karena seluruh tubuhnya berada di bawah selimut.

"Bangunlah!"

David? Iya, David, gumamnya. Ia lantas menanggalkan selimutnya dan menatap David yang sudah memegang semangkuk bubur tadi. Tatapan Amanda melirik ke kanan. Dia tidak berani menatap bola mata itu.

"Sarapan dulu, okey? Agar kamu cepat sembuh."

Amanda membuka mulutnya, tetapi tidak dengan menatap mata David. Ia memakannya pelan, meski itu hanya sekedar bubur. David dengan telaten menyuapi Amanda. Tidak ada raut kesal atau marah sedikit pun di wajahnya. Ia menatap lekat mata Amanda yang memaling darinya.

"Sudah habis. Sekarang minum obatnya," ucap David seraya meletakkan mangkuk kosong bekas bubur itu di atas nampan dan beralih mengambil segelas air putih dan tiga butir obat. Amanda meminum obatnya satu persatu.

Kenapa kau selalu bersikap seperti ini, David? Kau membuatku bingung, Amanda membatin. Sikap David terus berubah-ubah padanya. Terkadang dingin, terkadang manis. Amanda kesulitan menempatkan hatinya. Apa ia harus bahagia atau bersikap biasa saja.

"Kalau begitu.. aku berangkat bekerja dulu, okey?" tukas David sambil beranjak.

"David!"

David menghentikan langkahnya. "Iya?"

Amanda hanya diam menatap David. Dari sorot matanya, ia tidak ingin ditinggalkan. David mengangkat kedua alisnya --menunggu jawaban Amanda. Karena tidak ada jawaban, David kembali melangkah.

Count Down [The Rest Of Life]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang